Semua Bab My Pain Killer: Bab 11 - Bab 20
77 Bab
Sahabat Rasa Pacar
Memasuki kafe, suara berat Ares tengah menyanyikan lagu Goo Goo Dolls yang berjudul Iris menyambutku. Seperti biasa, mataku tak berkedip menatapnya yang tengah kosentrasi memetik gitar. Telingaku tak sedetik pun melewatkan merdu suaranya.Wajah dan suaranya bagai perpaduan sempurna yang berhasil memasungku. Aku bagai terhipnotis oleh pesonanya. Tanpa terasa, aku turut menyanyikan lirik yang dinyanyikan Ares, ".... and I don't want the world to see me. 'Cause I don't think that they'd understand. When everything's made to be broken. I just want you to know who I am ...."Lagu itu sering dimainkan Ares ketika bersamaku. Setelah masa lalunya yang pernah mengidap OCD kuketahui, dia pernah bilang, hanya kepadaku ia mampu menceritakan siapa dirinya yang sebenarnya.Entah kenapa, ketika melihat Ares menyanyikan lagu itu kembali, aku seolah mampu merasakan kesepian yang ia rasa. Teringat kembali ke
Baca selengkapnya
Sahabat
Aku tersentak mendengar ketukan disertai suara Ares memanggil dari luar kamar. Ternyata aku tertidur setelah semalaman berkutat dengan pikiran tentang cowok yang tengah mengetuk pintu itu."Lo tidur apa pingsan, sih? Dari tadi gue bangunin nggak bangun-bangun," semburnya ketika pintu kubuka."Maaf, aku baru bisa tidur sudah mendekati pagi," ucapku sambil mengucek mata yang masih terasa berat."Ngapain? Kelaperan?""Bukan, karena di tempat baru, aja.""Nih, sarapan. Makan dulu, ntar gue anter balik," ujarnya menyerahkan bungkusan plastik. "Bubur ayam kesukaan lo. Ekstra cakwe seperti biasa," lanjutnya."Makasih, nggak sekalian bikinin teh angetnya?""Eh ngelunjak!" Satu jitakan pelan melayang ke puncak kepalaku."Cih! Nggak sopan banget memperlakukan tamu," gerutuku mengusap kepala bekas jitak
Baca selengkapnya
Rahasia Yang Terbongkar
Mobil Rio menepi di depan pagar kos. Tanpa menawarkannya untuk masuk, aku mengucapkan terima kasih dan berlalu."Lia!" teriaknya ketika aku baru saja hendak menutup pintu pagar."Ya?" Aku berbalik, mengurungkan niat menutup pintu."Boleh minta nomor lo?"Aku menatapnya agak ragu. Aku bukan tipe suka bertukar nomor ponsel jika tidak terlalu dekat dengan seseorang."Buat apa?""Kok buat apa? Apa nggak boleh gue ngontak lo?" tanyanya terlihat heran dengan pertanyaanku."Iya, maksudnya keperluan kamu ngontak aku buat apa?""Masa harus sedetil itu? Emangnya nggak mau jadi teman?""Oh ... i-iya, boleh."Aku menyebutkan nomor ponsel, Rio lalu menelpon memastikan nomor yang kuberikan tidak salah."Save nomor gue, ya," ujarnya melambaikan tan
Baca selengkapnya
Meluruskan Kesalahpahaman
"Apa nggak sebaiknya nanya sama Ares dulu, Beb?" saran Tania mengusap pelan punggungku. "Gue lebih percaya Ares daripada Rio," imbuhnya.Meski selama ini Tania menganggapku bodoh masih menyukai Ares di saat cowok itu telah menyatakan hubungan kami hanya sebatas sahabat, tapi tak membuat gadis itu serta merta memberi komentar buruk terhadap Ares."Nggak mungkin dia akan mengakui, Ta!" sahutku dengan suara sengau."Ya kalau dia nggak mau ngakuin, paling nggak, dia tau alasan lo buat menghindarinya.""Nggak, ah! Biarin aku jaga jarak aja sama dia. Kalau udah ketemu dia, ntar hatiku lemah lagi." Aku kembali terisak."Ye, gimana nggak bakal ketemu, kalian ngambil mata kuliah bareng, ya bakal ketemu terus. Nggak enak dong dari yang biasa dekat banget, tiba-tiba menjauh."Aku bersikeras akan menyimpan sendiri apa yang disampaikan Rio padaku. Ti
Baca selengkapnya
Berpindah Hati
Aku beralih menatap Rio setelah Ares pergi. Tampaknya cowok itu juga tidak nyaman dengan apa yang baru saja terjadi."Maaf, gue nggak kepikiran bakal jadi kayak gini," sesalnya."Aku mau sendiri dulu. Bisa kamu tinggalin aku?" pintaku padanya."Iya. Gue balik, ya." Rio beranjak pergi dan menutup pintu.Aku mencoba menyusun ulang adegan demi adegan yang baru saja terjadi. Tak percaya Ares akan menyerah begitu saja. Lalu rasa sesak itu kembali muncul. Meski selama ini hubunganku dengan Ares hanya sebatas sahabat, aku cukup tenang berada di sisinya. Dia seolah melengkapi sesuatu yang kurang dalam hidupku."Beb ... Lo tidur?" Tiba-tiba Tania melongok ke kamar. Dia langsung masuk begitu mendapatiku meringkuk di kasur."Tadi gue papasan sama Ares di jalan depan, terus ketemu Rio pas mau masuk. Wajah mereka pada nggak ngenakin semua. Lo udah ko
Baca selengkapnya
Tak Mau Sendiri
Tidak ada perasaan berbunga-bunga, tidak ada rasa deg-degan saat mendengar dan menjawab pernyataan Rio. Semua mengalir begitu saja seolah tanpa makna. Aku menerima Rio hanya karena takut menjalani hariku sendirian.Rio langsung mengantarku kembali ke tempat kos begitu kami selesai makan. Wajah tegang yang sedari tadi menggantung di wajahnya telah sirna. Digantikan senyum simpul yang tak lepas dari bibirnya.  Meski jalanan yang kami lalui diserang macet, tak mempengaruhi suasana hatinya."Besok kuliah pukul berapa?" Dia menoleh padaku. Menyandarkan tubuhnya ke sandaran jok, dan menatapku lekat. Lekuk garis wajahnya terlihat tegas diantara keremangan lampu jalanan."Pukul delapan," sahutku membalas tatapannya. Berharap akan ada setitik rasa yang sama seperti kurasakan pada Ares ketika menatap manik matanya. Namun, tetap saja tak ada rasa apa pun yang hadir."Aku jemput, ya?"
Baca selengkapnya
Masih Mencarimu
[By, hari ini kerja, nggak?] Satu pesan dari Rio kuterima ketika keluar dari kelas terakhir, siang ini.Akhir-akhir ini Rio memanggilku 'Baby'. Meski beberapa kali kuprotes, ia tak menggubrisnya. Lelah berdebat hanya masalah panggilan, aku memilih membiarkan sesuka hatinya hendak memanggilku apa. Bagiku tak ada bedanya.[Nggak, kenapa?] Aku membalas segera.[Aku masih ada rapat untuk persiapan Bunkasai*. Kamu tunggu, ya.] [Aku pulang sendiri aja. Takut kamu lama.][Kamu tunggu bentar. Aku nggak lama.] lagi-lagi Rio tak mengizinkanku pulang sendiri.Semenjak pacaran dengannya, waktuku makin banyak habis bersamanya. Lebih parah dibanding sebelum bersama Ares. Sedikit demi sedikit, aku mulai merasa ketergantungan padanya. Setiap kali hendak pergi ke suatu tempat, seperti sebuah keharusan untuk melapor. L
Baca selengkapnya
Aku Mau Bebas
Pikiranku tak lepas dari bayangan Ares. Berkali-kali kuperiksa ponsel. Menunggu balasan dari Aldo, tapi hingga keluar dari tempat billiard, tak ada pesan yang kuterima."Kamu tidak senang dengan surprise tadi, By?" Rio terlihat kecewa. "Apa karena tempatnya nggak tepat?" tanyanya kembali."Aku senang, kok. Baru kali ini aku mendapat kejutan seperti ini. Makasih, ya!" Aku berusaha mengembalikan fokus pada cowok yang sedang menyetir di sampingku. Sebuah boneka beruang yang cukup besar hadiah dari Rio, kini berada di pelukanku. Membantu meredam rasa dingin dari pendingin udara di dalam mobil."Tapi wajahmu menunjukkan sebaliknya," ujarnya menoleh sekilas padaku."Aku lagi khawatir. Aldo mengabarkan kalau Ares masuk rumah sakit." Akhirnya kuutarakan apa yang menyebabkanku gundah.Kulihat rahang Rio mengeras, "Kamu masih mikirin dia, ternyata," ucapn
Baca selengkapnya
Menyerah
Memasuki bangunan rumah sakit, perasaanku makin tak menentu. Tiba-tiba saja ragu menyerang. Langkahku terhenti di depan pintu kamar tempat Ares dirawat. Bau menusuk khas rumah sakit membuatku mual.Jika bukan karena Ares, aku tidak akan melangkahkan kakiku memasuki gedung ini. Rumah sakit selalu mengingatkanku pada kedua orangtuaku. Mengingatkanku akan rasa kecewa atas harapan mereka yang tak pernah mampu kuwujudkan. Membuatku merasa jadi manusia gagal.Aku mengurungkan niat untuk menarik kenop pintu. Menatap ragu pintu kayu yang membatasi jarak antara aku dan Ares. Tiba-tiba saja pintu itu terbuka, dan wajah Aldo muncul dari sana."Eh, udah datang? Sana masuk." Aldo membukakan pintu lebih lebar untukku. Wajahnya terlihat sedikit lelah. Mungkin karena semalam begadang menemani Ares."Aku takut, Do," sahutku lirih, masih tak bergerak dari tempatku berdiri."Memangnya mau masu
Baca selengkapnya
Mulai Menyukainya
I should counting on the blessing I have. So I have no time for complaining about my life. I have thousands reasons to smile, when I stop looking for something that I never have.*****"By, kerjaan kamu masih lama nggak kelarnya? Kita jadi nonton?"Aku mengalihkan perhatian dari layar laptop. Baru sadar kalau Rio masih ada di kamar. Sedari tadi sibuk menguak-atik desain yang akan diserahkan ke Kang Dadan membuatku lupa akan keberadaan cowok itu."Masih agak lama, sih ... tapi ayo aja kalau mau nonton, aku butuh penyegaran biar dapat ide baru." Aku memutar tubuh menghadap Rio yang tengah berbaring sambil memainkan game consol di belakangku.Rio bangkit ke posisi duduk, menatapku heran. Selama ini aku lebih sering menolak jika Rio mengajak kencan. Kalau pun aku setuju, biasanya setelah dia berusaha mengajakku berkali-kali."Bentar, aku siap-siap dulu.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
8
DMCA.com Protection Status