Semua Bab Malam Tanpa Noda : Bab 241 - Bab 250
278 Bab
Pergi Lagi
Malam Tanpa NodaSesion 2Wajah Fian berubah sumringah. "Iya, Kek. Ini uang buat jajan. Biar lama di sana. Puas-puasin," ucap Fian. Menempelkan uang berwarna merah ke tangan Bima. Bima memakai sendal dan hendak pergi."Kakek, jangan jauh-jauh dua jam saja cukup kalau lebih juga boleh," cerocosnya. Bima mengelengkan kepala melihat tingkah Fian yang sudah berpuasa sebulan lebih. Fian segera menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat. "Yes, bebas!" Lily melihat tingkah sang suami mengernyit heran. "Kamu kenapa? Joget-joget gak jelas." "Ayo kita mandi!" ajak Fian merangkul bahu Lily. "Kamu bukannya udah mandi?" Aroma sabun di tubuh Fian masih tercium. "Bau asap. Mau mandi lagi, gerah." "Tapi ... nanti kakek ...." "Kakek pergi ke rumah temannya." "Teman yang mana?" "Ehm, entahlah. Ayo buka bajunya!" Fi
Baca selengkapnya
Kehamilan
Malam Tanpa Noda Lily mengusap perutnya manatap sang suami pergi lagi. Walaupun hanya sehari saja bertemu bagi dirinya itu sudah cukup menyembuhkan rasa rindu. Mereka semua melangkah ke dalam rumah. Saling tersenyum dan memberi kekuatan kalau semua bisa dilewati bersama-sama.Tanpa mereka sadari. Seseorang telah mengawasi mereka dalan diam di dalam mobil. Menatap iba istri Fian yang sudah banyak berkorban. Dari kehilangan orang tua, terpaksa menikahi Fian, ikut bersama suaminya walaupun hidup susah dan sekarang harus merelakan sang suami menyelamatkan keutuhan keluarga. Drian menyalakan mobil yang ia pinjam mendekati rumah tersebut. Drian menekan klakson dua kali. Melambaikan tangan ke arah adik kembarnya. "Hai, Abang pulang!" "Bang Drian!" panggil mereka bersamaan. Drian bergegas keluar memeluk adik-adiknya. Mencium puncak kepala mereka. Drian mengeluarkan banyak barang
Baca selengkapnya
Surat Kuasa
Malam Tanpa NodaPutra menatap langit-langit. Pikirannya melayang jauh. Kondisi tubuhnya membaik namun, hatinya hampa. "Pak, makan siang dulu." Fian membuka plastik wrap yang menutup piring Putra. Menekan tombol brankar ke posisi duduk. Menyodorkan sendok ke mulut Putra. "Buka mulutnya," pinta Fian. "Ron, makanan ini rasanya hambar." "Sabar, Pak. Kalau Bapak sembuh pasti bisa makan enak." "Saya tak ingin masakan restaurant atau hotel bintang lima. Saya ingin masakan rumahan. Tapi, bukan masakan bibi." "Lalu masakan siapa?" "Entahlah. Saya tak tahu." "Kalau gitu, Bapak sembuh dulu. Makan yang banyak. Saya akan masak buat Bapak." "Apa kamu bisa masak?" "Tentu saja. Buka mulutnya dan habiskan semua," rayu Roni. Putra membuka mulutnya perlahan dan mengunyahnya. Baru dua sendok, ia sudah mengelengkan kepala. "Lagi, Pa
Baca selengkapnya
Kunjungan
Malam Tanpa NodaJohan keluar ruangan Putra. Fian bergegas bangkit dan tersenyum hambar. Johan menyodorkan uang selembar berwarna merah. Fian hanya menatap uang tersebut. Tanpa mau menyentuh."Ambil!" Ketika tangan Fian terpaksa mengambil uang tersebut. Johan melepaskannya begitu saja. Uang terjatuh di lantai. Fian enggan mengambil uang tersebut. "Ambil dan berikan untuk keluargamu." Menepuk bahu Fian dan melewati tubuhnya. Fian melangkah masuk ke dalam ruangan Putra. Ayahnya sudah memejamkan mata. Tangan kanannya masih mengenggam pulpen. Lutut Fian melemas dan tak bertenaga. Tubuhnya luruh ke lantai. Bertekuk lutut dan memaki dirinya. "Maafkan Fian, ayah, bunda. Fian tak bisa berbuat apa-apa," lirihnya. Airi membuka pintu kamar Putra dan bergegas masuk. Mendengar seseorang datang Putra membuka matanya. Fian berdiri tak jauh dari mereka. Mengambil "Selamat sore
Baca selengkapnya
Pesta Penyambutan Johan
Malam Tanpa Noda Prily menyiapkan pesta di salah satu gedung milik Mahendra. Seharusnya, pesta ini tak penting. Hanya menyambut kedatangan Johan. Sejak pagi sibuk menyiapkan semua pesta sesuai keinginan lelaki licik itu. Disaat Putra sakit, Johan memaksa Putra menandatanganinya. Johan memberikan perincian lengkap dan kebutuhan yang harus dibeli. "Jangan lupa anggur kualitas terbaik. Jangan yang abal-abal atau KW." "Pastikan semua makanan enak dan keamanan lingkungan terjaga. Jangan sampai terjadi sesuatu. Bisa saja ada seseorang yang menerobos masuk. Mengagalkan pestaku.""Tak akan ada yang seperti itu. Tak ada yang berani." "Tentu saja tak ada yang berani." Prily mendelikkan mata. Entah berapa ratus juta yang dikeluarkan Mahendra. Prily tak akan membeli anggur mahal. Ia hanya memesan 2 botol wine asli dengan harga sepuluh juta saja. Sedangkan lainnya diberi wine KW. "K
Baca selengkapnya
21+
Malam Tanpa Noda Senyum menyeringai terlihat lebih menyeramkan dari sebelumnya. Prily hanya bisa diam tanpa melawan. Tatapan matanya mengarah ke arah luar mobil. Mengikuti kerlap-kerlip lampu dan bintang.  Tubuh Prily begitu lelah hingga tak bisa bergerak atau menolak.  Sesekali melihat lelaki yang memegang kemudi. Prily diam tanpa memberontak. Mereka masuk di sebuah hotel luar kota.  Banyak hotel di Jakarta mengapa harus hotel ini. Hotel tak terlalu besar. Mungkin hanya hotel bintang tiga. Tak banyak bicara. Wanita berwajah boneka menelusuri keadaan hotel tersebut.  Prily menelan salivanya. Untuk apa mereka datang ke mari. Lengan Prily ditarik lelaki itu. Wajahnya tertutup masker dan mengenakan kacamata.  Memesan satu kamar di bagian resepsionis hotel. Melakukan cek in sehari saja.  Bagai kerbau yang di cocok hidungnya. Prily menuruti keinginan lelaki itu. Kakinya mengikuti langkahnya
Baca selengkapnya
Mereka Rindu Aku Bisa Apa
Malam Tanpa Noda "Prily," panggil Putra lemah masih posisi rebahan. Prily tersenyum dan menatap iba lelaki itu. Sehari tak melihat Putra merasa bersalah kepada mertuanya apalagi dengan kejadian tadi. Semoga saja benih itu tak tumbuh di rahimnya. "Bodoh, kenapa aku baru menyadarinya," gerutu Prily dalam hati. Hanya menghela napas panjang dan berharap. "Prily," panggil Putra kedua kalinya. "Iya, Pak." "Aku mau kamu mengeluarkanku dari rumah sakit ini," pintanya. Fian mendengar hal itu terkejut dan melangakah lebih dekat. "Tapi, Anda. Belum sembuh dan harus rawat inap." "Prily, aku tak mau di sini." "Lalu mau di mana?" "Di rumah," ungkap Putra menatap langit-langit. "Rumah kakek Anda?" "Bukan. Rumah panti." Prily dan Fian saling berpandangan. Rumah panti yang dulu pernah ditempati Airi dan anak-anak
Baca selengkapnya
Melihat Dari Kejauhan
Malam Tanpa Noda"Kasihan mereka, Bun. Selalu menanyakan kabar ayah." Lily sering mendengar pertanyaan dari bibir mungil mereka. Tak bisa melakukan apa-apa selain menjadi pendengar yang baik untuk mereka. Airi menatap wajah mungil kedua anaknya yang tak berdosa. Ia takut Putra akan menghardik dan mencela. Airi tahu di mana lelaki itu berada. Tapi, untuk mempertemukan mereka sangat beresiko. "Baiklah, Bunda akan membawa kalian ke tempat ayah. Tapi, harus berjanji dulu." Sebelum mereka bertemu Putra, Airi menjelaskan mana yang tak boleh dilakukan oleh mereka. Airi juga memberitahu agar berhati-hati dengan orang yang terlihat baik padahal jahat. Azila dan Afisah memahami penjelasan Airi. Wajah mereka ceria kembali ketika, Airi mengabulkan keinginan mereka. Si Kembar mengingat apa yang harus dilakukan dan apa yang tak boleh. Airi tak akan mengizinkan mereka. Jika, melanggarnya. 
Baca selengkapnya
Hampir Katahuan
Malam Tanpa Noda  "Prily!" panggil Johan dari ruang kerjanya. "Ada apa, Bapak Terhormat? Apa Anda tidak bisa memanggil dari telepon daripada harus berteriak-teriak. Prily menampakkan diri di depan pintu."Telepon saya mati." Mendorong alat penghubung tersebut. "Mungkin jaringannya." "Tolong jelaskan uang ini. Uang apa?" tanya Johan menyodorkan laporan keuangan. Prily meraih map tersebut. Map merah memperlihatkan deretan angka. "Yang mana? Semuanya ini pengeluaran yang Anda lakukan." "Tapi hanya laporannya saja. Uangnya tak ada yang masuk kecuali ini dan ini." Tunjuk Johan ke arah dua pengeluaran atas nama Putra. "Mungkin pengajuan kamu sedang diproses atau uang yang kamu inginkan tidak sesuai jumlah yang dimiliki Mahendra." "Gak mungkin! Mahendra itu kaya masa uang tiga miliyar saja tak ada." Johan memukul meja kasar. "Mahendra memilik
Baca selengkapnya
Belanda
Malam Tanpa Noda "Kita mau ke mana?" tanya Prily. Lengannya ditarik Johan. Kasar dan memaksa. "Kamu ikut aku," pintanya.  Tak peduli semua mata memandang mereka. "Ikut ke mana?" Prily menahan tangannya. "Belanda," cetus Johan. "Untuk apa kita ke sana." Menghentikan langkah ketika mereka berada di area parkir basement satu."Ada yang harus aku kerjakan dan aku butuh kamu." Menarik kembali lengan Prily."Tidak, aku tidak bisa. Banyak pekerjaan yang harus aku lakukan." Menepis kasar tangan Johan"Aku pesan 2 tiket ini untuk kita." Meningikan suaranya. "Tapi, aku gak bisa meninggalkan Mahendra. Kamu jangan seenaknya." "Ah, persetan dengan Mahendra. Pekerjaan ini lebih penting." "Kenapa kamu tak memberitahu aku terlebih dahulu?" "Karena kamu seketaris aku." "Aku seketaris pak Putra bukan kamu." Nada Prily naik satu oktaf
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
232425262728
DMCA.com Protection Status