All Chapters of What the hell, Tetangga!: Chapter 11 - Chapter 20
102 Chapters
Cinta pertama
——— "Ganteng banget Weh, ampun Jane, punya tetangga caem begini diam-diam bae." Jane memutar mata malas satu kali lagi. Siapa yang sangka. Kata-kata 'kita ke rumah lo besok' yang dimaksud oleh rekan-rekan seprofesinya ini adalah tepat besok setelah mereka landing dari penerbangan, yang mana subuh-subuh sekali, waktu Jane masih terpejam dalam kedamaian tiba-tiba ada segerombolan wanita berseragam datang kerumahnya membawa kopi dan juga makanan manis. Dan juga! Hei! Kenapa hari ini harus akhir pekan sih! Kenapa tidak hari kerja saja. Waktu berkumpul ciwi-ciwi jadi harus terpecah setelah satu burung merpati melintas, mengunakan setelan olahraga yang pas di tubuh dan juga badan berkeringat karena telah berkeliling komplek perumahan. Jane jadi berpikir. Mereka ini mau acara pelepasan Jane dari maskapai atau cuma menonton manusia yang se
Read more
Oktober 2015
Tanggerang, 2015.Bandar Udara internasional Soekarno Hatta.— Waktu itu seorang laki-laki berusia awal dua puluhan duduk di bangku tunggu yang terlihat kosong dengan menenteng satu lembar tiket pesawat ditangan. Ia menatap bergantian antara tiket itu dengan ubin bandara sebagai landasan pikiran. Menimbang kembali. Iya atau tidak. Berangkat atau jangan. Sampai akhirnya ia hanya bisa mengerjap tipis ketika bunyi pengumuman berhasil mampir ke rungunya. Ia tertinggal pesawat. Tak apa. Tidak terlalu terasa mengesalkan. Malah sebaliknya, ia merasa batu ragu yang ada di benaknya telah terangkat. Semuanya wajar untuk ukuran anak yang diperintahkan pergi dari rumahnya sendiri untuk hidup bersama sang ayah di benua jauh. Meski sejujurnya ia amat sangat enggan. Membuatnya meragu ditiap detik hingga akhir waktu. Lebih baik disini. Betul. Menyadari hal itu, Theodore yang masih berusia dua puluh
Read more
Fakta pertama
Sabtu sore adalah jadwal paten dalam hidup Jane untuk menggunakan serangkaian perawatan wajah. Kendati sudah tak ada partner gelut yang suka ikut pakai dan berakhir dengan saling memakaikan, Jane tentu harus tetap merawat kulit wajahnya dengan rajin. Investasi pada tubuh itu penting, ladies. Jane menepuk-nepuk wajahnya yang masih basah karena baru selesai mencuci muka serta eksfoliasi. Didepan meja rias, gadis dewasa yang memakai tangtop putih serta celana bahan sebatas paha itu kemudian membuka satu bungkus sheet mask. Mengeluarkan isi tisyu penuh serum yang bergizi bagi kulit dengan hati-hati, melebarkannya lalu ia tempelkan di muka. Menekan-nekan pelan agar menempel sempurna sebelum meneteskan semua sisa serum yang ada dibungkus kewajah serta lehernya. Mulut kecil wanita itu tak selesai bergumam nada dari sebuah lagu, meski tak terdengar jelas lagu berjudul apa. Yang jelas, itu adalah pertanda bahwa ia sedang gembira. Setelah se
Read more
Menggali tambang emas
  "Kita nggak melakukannya malam itu." Mendengar kalimat itu, bola mata Jane lantas bergerak-gerak canggung, sebelum kemudian si gadis ayu mengambil satu langkah mundur. Dia tidak mungkin percaya begitu saja. Bisa saja ini hanyalah akal-akalan Theo agar Jane tidak lagi malas dan canggung ketika diajak bicara. Apalagi, malam itu tubuh Jane jadi saksi. Selatannya perih, dilehernya ada beberapa tanda keunguan, perutnya mual dan juga ingat? Ia bangun dalam keadaan telanjang. Siapa yang akan percaya omong kosong itu. "Oke, jadi yang buat cupang di leher gue itu kadal Korea?" desis Jane tak tanggung-tanggung.  Theo menyirit. "Yang bikin anu gue perih bukan lo tapi kodok Zimbabwe? Begitu?" Jane melepaskan sisa amunisi pancaran mematikan dari dua matanya. Gadis berkulit lembab itu mendecih."Gak sekalian lo bilang kalo yang telanjangin gue itu sotong Madagaskar?!" "Jeje?!" Panggilan keras dari Ratna mem
Read more
+
"Adek gue tau kalau tunangannya suka datang malam-malam kerumah tetangga buat minta makanan?" Untuk ukuran dua manusia, yang secara nyata adalah merupakan calon kakak dan adik ipar, Theo dan Juni memulai topik perbincangan dengan cara yang kurang mengenakkan. Terang saja, mereka memang tidak terlalu akrab. Pria tinggi yang mempunyai rahang tegas itu memasukan dua tangannya ke dalam kantong celana. Melirik sekilas antara piring nasi yang ada di tangan Theo dan juga wajah sang calon adik ipar secara bergantian. "Mau apa kemari," balas Theo tak basa-basi. Membuat konversasi bersama Juni selalunya harus memakai pasokan tenaga yang banyak. Cukup melelahkan. Hingga Theo kebanyakan diam jika pria yang lebih tinggi darinya itu memancing emosi dengan menggunakan kalimat-kalimat sensitif. Jengkitan pundak dan juga kepala miring menjadi balasan. "Not your business." Sikap yang wajar. Untuk ukuran lumrahnya seorang kakak te
Read more
--
"Adek gue tau kalau tunangannya suka datang malam-malam kerumah tetangga buat minta makanan?"Untuk ukuran dua manusia, yang secara nyata adalah merupakan calon kakak dan adik ipar, Theo dan Juni memulai topik perbincangan dengan cara yang kurang mengenakkan.Terang saja, mereka memang tidak terlalu akrab.Pria tinggi yang mempunyai rahang tegas itu memasukan dua tangannya ke dalam kantong celana.Melirik sekilas antara piring nasi yang ada di tangan Theo dan juga wajah sang calon adik ipar secara bergantian."Mau apa kemari," balas Theo tak basa-basi.Membuat konversasi bersama Juni selalunya harus memakai pasokan tenaga yang banyak. Cukup melelahkan. Hingga Theo kebanyakan diam jika pria yang lebih tinggi darinya itu memancing emosi dengan menggunakan kalimat-kalimat sensitif.Jengkitan pundak dan juga kepala miring menjadi balasan. "Not your business."Sikap yang wajar.Untuk ukuran lumrahnya seorang kakak terhadap ad
Read more
Lingsir wengi
  Minggu pagi, Tangerang punya cuaca cerah dan juga udara masih arsi. Setelah dua jam berikutnya berganti dengan panas polusi asap kendaraan ciri khas kota hectic yang satu ini. Seperti yang sudah ia janjikan pada ibunya kemarin malam. Jane akan kembali ke rumah sepagian. Membuka mata yang sudah terbiasa bangun pagi itu untuk beraktifitas, mengusung segala sesuatu yang sudah dibelinya untuk acara penting nanti malam. Jane memakai reap jeans high waist dengan kaos pendek berwarna putih yang dilapisi jaket denim. Dara rupawan itu membiarkan rambut lurusnya tergerai indah, menyempurnakan penampilannya wajahnya yang sudah di make up tipis. Tinggal menunggu grab car, Jane menghempaskan dirinya diatas sofa. Jane memeriksa ponselnya kala bunyi notifikasi hinggap ditelinganya. Ada sebuah pesan pemberitahuan sejumlah uang masuk ke dalam rekeningnya. Bayaran hutang dari Edgar. Detik berganti menit namun driver yang dipesan tak kunju
Read more
What the hell!
“Nggak usah turun!” seru Jane agak keras, dua tangan gadis itu terbuka dan mengacung memberi gestur agar Theo yang terlihat sedang memegangi seat beltnya tidak beranjak dari tempat. Theo menggerakan bola matanya bingung. Jane menoleh lagi kearah rumahnya, ia merintih kesal, fakta bahwa gerbang putih di depan rumahnya sudah terbuka lebar dan ada satu mobil berwarna merah menyala yang bukan mobil keluarganya terparkir disana membuat Jane tidak ingin turun. Kenapa meraka datang secepat ini sih. Jane memejamkan mata sembari mengibaskan rambut ke belakang. Mereka yang dimaksud Jane barusan adalah keluarga bibi Jane yang tinggal di Jogja, kalau kalian cucu sulung dari sebuah keluarga dan masih single sementara adik serta sepupu yang lain sudah sold out dan beranak pasti kalian tau bagaimana perasaan Jane. Seberapa menyebalkannya. Tidak. Jelas bukan karena Jane minder. Ia super duper malas dengan wejangan yang kadang berlebihan dari adik kand
Read more
Salah paham
“Oh, jadi mas ini tetangganya Jeje toh.” Theo hanya menganggukan kepala dan terus berusaha untuk tersenyum saat bibi Jane melemparinya kata-kata panjang Dua orang ibu-ibu yang beberapa saat lalu menggedor-gedor pintu mobilnya ini masih mencoba mencari informasi dengan bertanya perihal hal pribadinya. Seperti usia, anak ke berapa dan lain-lain. Percakapan di sini hanya seperti dilakukan oleh dua orang kendati terdengar sangat ramai. Di sofa sebelah sana ada ibu dan juga ayah Jane. “Mbok ya bilang, kok malah diem aja. Kan jadi salah paham.” Bibi Jane duduk disebelah Theo persis dan mulai menepuk-nepuk pundak Theo dengan jemari berisi miliknya. Theo tersenyum tipis. Tipis sekali, bahkan nyaris tak terlihat. Ia tidak mengatakan apapun dari tadi karena bagaimana mau bilang kalau ia tak di beri luang untuk mengucapkan satu patah kata pun. Dua orang disamping Theo ini seperti sedang relay pertanyaan. Theo bahkan tidak diberi waktu unt
Read more
Kencan BUTA
Kicau burung sudah tak terdengar merdu lagi, silau serta panasnya matahari mengalahkan semangat makhluk romantic itu untuk bernyanyi, dan memilih bersembunyi dari balik sangkarnya yang tinggi.Pukul sepuluh.Jika menilik kembali kebiasaan hari-hari Jane sebelum ini, pukul sepuluh merupakan jam yang selalu hectic.Memakai hills lima centi, atasan off shoulders berwarna biru pastel dan juga celana jeans biru muda lalu berdiri meneduh di bawah pohon rindang merupakan hal yang tak pernah Jane lakukan sebelumnya.Gadis tinggi yang rambut hitamnya di gerai itu celingukan, mata bermaskara tipis miliknya mengerjap, memeriksa sekilas benda digital yang berada di pergelangan tangannya.Kemudian mendesah lelah, mengibaskan rambut ke belakang tubuh karena panas.Memangnya ketemuan untuk sesi kencan buta selalu begini ya? Jane tidak begitu paham kenapa si teman kencannya itu menyuruh Jane untuk harus menunggu di bawah
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status