All Chapters of Pendekar Pedang Naga: Chapter 21 - Chapter 30
310 Chapters
Bidadari Perguruan
"Berani-beraninya lelaki hidung belang masuk ke asrama perempuan. Memangnya kau siapa? Jangan hanya karena umurmu masih kecil bisa seenaknya masuk ke asrama ini!"Seorang perempuan menodong Asoka dengan tombak yang dialiri energi. Parasnya lumayan cantik, bahkan Asoka sempat berdesir saat pertama kali melihat wajah perempuan itu. Rambutnya tergerai, bergoyang diterpa angin.Menatap sang pendekar wanita seraya tidak peduli akan ucapannya, Asoka menyingkirkan mata tombak yang bersentuhan langsung dengan kulit lehernya."Nisanak, tidak bisakah kau sedikit sopan pada anak baru? Perguruan Api Abadi terkenal berwibawa, tapi ternyata begini cara mereka menyambut anak baru. Jika tidak bisa menyambut dengan elok ... minimal tanya lah dengan nada halus."Dewi Ratna menarik tubuhnya dua langkah ke belakang, menjaga jaraknya dengan si rambut kuncir. "Bagaimana kau bisa menyingkirkan tombak yang sudah kualiri kanuragan?""Kanuragan? Tombak itu seperti tombak bi
Read more
Mempertaruhkan Lencana
Asrama pendekar dibedakan menurut lencana yang mereka dapat. Asoka mendapat jatah tinggal di asrama khusus bersama senior yang sudah belasan tahun tinggal di sana. Seperti anak ayam mendatangi kandang macan, Asoka disepelekan senior perguruan karena umurnya baru 15 tahun.Pendekar berkumis tipis kemerahan mendekati Asoka, menguji kemampuan bocah itu."Sepertinya kau mencuri lencana perak. Tidak mungkin bocah seusiamu dapat lencana itu dengan mudah. Kami saja mendapatkannya setelah berlatih dan berjuang selama belasan tahun. Dan kamu mendapatkannya begitu saja? Ini tidak adil!"Kemudian rekannya menyela. "Opang, uji saja kemampuan bocah itu, cukup dengan tekanan energi! Jika bocah itu tidak bisa menahan energimu, ada kemungkinan dia mencuri lencana perak dari ruangan ketua.""Jangan begitu, Reksa, dia bisa mati kalau aku yang mengujinya."Memandang remeh kepada Asoka, beberapa senior asrama bergantian mengujinya. Asoka minta pendapat Gatra, apa yang
Read more
Tradisi Racun Kerling
Hari esok telah tiba. Semua murid lencana perak dikumpulkan di depan asrama. Mereka dibekali gula aren dicampur taburan rempah penguat tulang. Empu Nara datang disambut bungkukan badan semua penghuni asrama."Hormati kami, Guru Nara.""Tegapkan badan kalian! Hari ini adalah uji ketahanan tubuh. Mungkin murid-murid lama tahu tradisi ini, tapi asrama api merah punya satu murid baru bernama Asoka." Empu Nara berjalan mondar-mandir sembari menatap jauh ke arah tanah tandus bekas persawahan. "Seperti biasa, aku akan menjelaskannya lagi."Semua murid menelan ludah. Mereka tahu, tradisi ini hampir sama seperti bunuh diri. Ketahanan tubuh mereka diukur dari seberapa lama mereka bertahan di atas tanah tandus dekat tumpukan jerami kering. Asap beracun telah menunggu mereka."Asoka!" Empu Nara berhenti dan menatap pemuda itu lekat-lekat. "Tradisi ini wajib diikuti oleh murid lencana perak dan di atasnya. Yang perlu kau lakukan hanya satu, menahan rasa sakit dari asa
Read more
Kalut Tercabik Racun
Seorang pemuda berdiri di tengah lapangan tandus bekas persawahan. Jerami di sampingnya terbakar, mengeluarkan asap kuning kehijauan. Banyak yang menyebutnya Asap Kerling karena rasa sakit yang ditimbulkan.Baju seragam warna merah Asoka tercabik-cabik asap, menyibak punggung putih pemuda itu. Celananya pun sama, robek di bagian lutut dan dekat tulang kering. Asoka tetap bertahan meski darah mengalir dari semua lubang tubuhnya.Puncaknya saat gusi Asoka berlumuran cairan hijau. Rasanya sangat pahit sampai mengganggu konsentrasinya. Asoka segera tumbang di hitungan menit ke empat puluh.Ki Mangun Tapari dan Empu Nara saling pandang heran. Jika Abah Suradira tahu akan hal ini, lencana giok akan diberikan cuma-cuma. Tapi keduanya punya rencana lain; ingin Asoka belajar dari tingkat rendah seperti murid-murid lainnya."Setyo Waringin, lupakan mereka semua. Luka mereka tidak separah pemuda ini." Ki Mangun Tapari membopong tubuh Asoka dibantu siluman katak mera
Read more
Seleksi Musim Panas
Demi ketertiban Seleksi Musim Panas, kelima murid tingkat giok diturunkan langsung mengawasi peserta, tamu, dan beberapa murid yang mendaftar bertarung. Ratusan murid tingkat perunggu dan tanpa lencana bergerak beraturan, tak terlalu menyulitkan tugas murid tingkat giok.Setibanya di Tanah Kanuragan, mereka menyebar ke kursi masing-masing. Asoka bersama murid asrama api merah duduk di bangku paling belakang.Tidak ada peraturan khusus untuk mengikuti turnamen ini. Siapapun yang berusia di atas 12 tahun berhak mengikuti seleksi, apalagi mereka yang punya kanuragan di atas rata-rata.Seleksi ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pertarungan dengan jaminan lencana, sedangkan bagian kedua diadakan bulan depan. Para pendekar biasanya menyebut bagian kedua ini dengan Turnamen Neraka Bumi.Dalam Seleksi Musim Panas, keluarga bangsawan dan pendekar tingkat naga dianggap sebagai tamu istimewa. Mereka ditempatkan di dekat podium tepat di samping are
Read more
Takdir Mempertemukan Dua Roh Terkuat
Hembusan hawa panas menyeruak ke seluruh ruangan. Ada perseteruan antara Ki Setyo Waringin dan salah satu pendekar lencana giok. Api biru berbentuk naga keluar dari telapak tangan Ki Setyo Waringin, melilit tubuh pendekar itu hingga tak sadarkan diri.Mendekati pendekar yang pingsan, Ki Setyo Waringin terkejut mendengar suara tawa yang sangat keras. Ternyata dia hanya pura-pura, mengganti tubuhnya dengan klon bambu. Asap putih memenuhi ruang pengobatan perguruan."Naga Melilit Angkasa, ternyata kau sudah menguasai jurus tersebut. Jurus yang sudah lama tidak kulihat semenjak ayahku meninggal puluhan tahun lalu."Ki Setyo Waringin terbelalak. "Jangan-jangan kau...""Lama tidak bertemu, sudah hampir lima tahun." Ki Damawangsa tiba-tiba masuk ke ruang pengobatan yang letaknya tepat berbatasan dengan laut. "Seperti biasa, kutitipkan seutas surat padamu. Aku punya informasi penting yang harus kau sampaikan pada kakak."Belum sempat melihat wajah Ki Damaw
Read more
Api Hitam Berkobar
Antusias penonton makin membludak setelah melihat kemunculan Ki Seno Aji di tengah-tengah arena. Pendekar lencana giok kewalahan menghadapi riuhnya suasana. Petinggi Sekte Pendeta Langit bersiap membantu pendekar lencana giok, tapi Abah Suradira melarangnya.Salah satu pria yang duduk di bangku terdepan bangkit mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Dia adalah orang terkuat pertama di Perguruan Banyu Damar, tamu undangan istimewa seleksi kali ini."Kemunculan api hitam selalu jadi pembuktian kalau lelaki di sana benar-benar Ki Seno Aji, pendekar terkuat di masa ini." Raden Bagaskara berteriak sangat keras. "Aura kematian yang menghujam tubuh-tubuh kalian adalah aura milik Ki Seno."Asoka mendelik ke tengah lapangan. Pantas saja ada aura kematian yang bisa membuatnya ambruk, ternyata aura itu berasal dari gurunya sendiri. Dia masih penasaran, apa gerangan yang dilakukan Ki Seno kala Seleksi Musim Panas sedang berlangsung.Datuk Lembu mengalihkan pandangannya
Read more
Dirundu Kebosanan
"Pertarungan kita sebentar lagi dimulai. Jangan kira aku kasihan hanya karena tahu calon penantangku adalah seorang bocah 15 tahun. Bersiaplah, kita bertarung mempertaruhkan harga diri sebagai murid Perguruan Api Abadi!"Lelanang Mana memberi salam pembuka pada Asoka, menawari pemuda itu tos tangan. Membalas tos tangan Lelanang Mana, Asoka mengerlingkan matanya."Suatu kehormatan bisa bertarung melawan pemimpin murid lencana emas. Aku bisa menguji seberapa pesat perkembanganku selama empat bulan di perguruan." Asoka meremas tangan Lelanang Mana, memberi salam berupa kobaran api merah."Bocah yang menarik. Aku tidak sabar bertarung denganmu."Meski kekuatannya terlampau jauh di atas Asoka, pemimpin murid lencana emas itu tidak semerta-merta sombong dan merendahkan Asoka. Justru dia menghargai Asoka karena keberanian dan percaya dirinya yang sangat tinggi.Bersama dua murid lencana emas lain, Lelanang Mana menuruni anak tangga, kembali ke tempat dudu
Read more
Asoka vs Lelanang Mana
Pertarungan antara Asoka dan Lelanang Mana terlihat berat sebelah di mata penonton. Bagaimana tidak, pengalaman bertarung Lelanang Mana jauh lebih mumpuni dari pada pemuda yang hanya pernah bertarung empat kali seumur hidup.Empu Nara mundur beberapa langkah, bersiap memukul gong menggunakan Nafas Api Kilat ke ujung arena.Duang!Lelanang Mana maju lebih dulu menggunakan Nafas Api Bumi. Kuda-kudanya hampir mirip seperti yang dilakukan Empu Nara, tapi kecepatannya masih berbeda jauh. Nafas Api Kilat merupakan tingkat terakhir dari ilmu Gulungan Nafas Api.Asoka menahan gerakan tersebut dengan Pedang Kalacakra selama beberapa detik. Gesekan antar dua pedang menciptakan percikan bunga api. Sontak pertahanan itu membuat penonton riuh, terkejut karena tidak menyangka Asoka dapat mengimbangi kecepatan Lelanang Mana.Pemimpin lencana emas membanting pedangnya dari atas ke bawah. Tidak terlalu menguasai ilmu berpedang, reflek yang dimiliki Asoka tergolong
Read more
Aura Kematian Dewa
Beberapa kedipan mata sebelum Lelanang Mana meluapkan seluruh amarahnya dalam satu energi, Asoka lebih dulu tersenyum kala serangannya berhasil melukai pemimpin murid lencana emas.Pemuda itu berjalan dua langkah ke depan, mengepalkan tangan erat tinggi-tinggi. "Senior Mana, meski kekuatanmu jauh lebih besar dariku, meski lencanamu jauh lebih berharga dari lencakau, meski mayoritas murid perguruan lebih membelamu dari pada aku, tapi akhirnya aku bisa membuatmu terpojok lemah di ujung arena.""Beberapa murid lencana perak cerita kalau kau berjuang jauh lebih keras dari pada pendekar-pendekar lainnya. Maka dari itu, aku tidak menyerah meski tahu kemungkinan menangnya hanya sepersekian persen. Sampai ambang batas sekalipun, aku tidak akan menyerah!"Para peserta Turnamen Neraka Bumi yang berasal dari perguruan dan sekte-sekte lain nampaknya termotivasi mendengar kata-kata Asoka.Lelanang Mana tersadar dari pingsannya. Memasang wajah muak seolah tak peduli, p
Read more
PREV
123456
...
31
DMCA.com Protection Status