Share

Alasan Yang Tepat

Author: Si Mendhut
last update Last Updated: 2021-08-31 17:42:13

"Bumi tenang. Papa sedang  ada di luar kota, sedang mengurus proyek baru," jawab Adam sambil memijat kepalanya.

"Papa, masih lama di sana?" tanya Bumi—anak yang ada di dalam panggilan tersebut.

"Masih, mungkin—" 

Tut … tut … tut! Panggilan tersebut terputus begitu saja.

"Dasar anak nakal," ujar Adam sambil menatap layar ponselnya.

*

Di tempat lain.

          Saat ini Jiya dan Nindi pun bergegas  meninggalkan hotel tersebut. Dan ketika mereka sampai di luar hotel …

"Gendeng awakmu Ji, wani-wanine awakmu nompo duwike wong kae maeng (gila kamu Ji, berani-beraninya kamu menerima uang dari orang tadi)," gerutu Nindi sambil mencuit lengan Jiya karena gemas.

"Yo eman-eman lek ndak tak trimo (Ya sayang banget kalau nggak aku terima)," sahut Jiya sambil memasukkan amplop itu ke dalam tasnya.

"Tapi …"

"Nggak usah tapi-tapian," potong Jiya lalu menarik tangan Nindi lagi.

         Setelah berlari-lari kecil, akhirnya mereka pun masuk ke dalam sebuah warung kopi.

"Mbak, kopi susu dua," ucap Jiya sambil melambaikan tangannya pada penjual kopi yang sedang duduk di bagian dalam.

"Yo," sahut penjual kopi tersebut.

Lalu Jiya pun mengambil pisang goreng hangat yang ada di hadapannya dengan santai.

"Ji aku serius, bagaimana kalau sampai laki-laki itu menuntut kita karena pemerasan," ucap Nindi yang terlihat gelisah.

"Tidak akan, dia itu orang kaya," sahut Jiya sambil mengunyah pisang goreng di mulutnya. 

"Orang kaya itu susah ditebak," balas Nindi. "Duh kamu bikin masalah sih." imbuhnya.

Lalu Jiya pun mengelap tangannya dengan tisu dan dengan cepat mengambil ponsel yang ada di dalam tas kecilnya. "Itu masalah belakangan, yang paling penting sekarang kamu bantu aku ngomong sama ayah dan ibu," ujarnya sambil menyodorkan ponselnya pada sahabatnya itu.

Nindi pun menelan ludahnya saat mendengar permintaan temannya. "Aku harus ngomong apa?" tanyanya sambil menggaruk-garuk pelipisnya.

"Apa ya …" gumam Jiya yang juga ikut bingung.

Keduanya pun termenung memikirkan alasan terbaik yang akan diberikan kepada orang tua Jiya, hingga kopi mereka pun datang.

"Ini Mbak kopinya," ucap penjual kopi tersebut sambil menurunkan kopi pesanan Jiya dari nampan.

Lalu Jiya pun menatap ke arah penjual kopi tersebut. "Mbak, kalau andaikan Mbak ini nggak pulang semaleman terus kira-kira apa alasan yang bakal Mbak berikan sama orang rumah?" tanyanya serius.

"Saya kan emang sering nggak pulang Mbak," sahut penjual kopi tersebut sambil tersenyum geli mendengar pertanyaan Jiya.

"Ya, andaikan orang tua Mbak galaknya kaya macan gitu … kira-kira Mbak bakal ngasih alasan apa?" tanya Jiya sekali lagi.

"Kalau galak sih, ya mending nggak pulang," sahut penjual kopi dengan ringan.

'Memang salahku sih nanya beginian ke cewek model begini,' batin Jiya sambil melirik rok kelewat mini yang digunakan penjual kopi tersebut.

"Tapi," sambung penjual kopi, "kalau jadi sampean, aku pasti bilang habis ketabrak atau jatuh dari mana gitu," ucap penjual kopi sambil menunjuk lengan Jiya yang di perban.

Jiya pun tersenyum cerah. "Ah benar. Wuihh … Mbak e emang cerdas," puji Jiya dengan heboh.

"Aku memang cerdas Mbak," sahut penjual kopi dengan centil lalu berjalan lenggak-lenggok meninggalkan meja Jiya dan Nindi.

Setelah itu Nindi pun menghela napas dalam lalu mengambil ponsel yang sedari tadi temannya itu sodorkan. "Nih, aku ngomong sama emak-bapakmu," ujar Nindi lalu benar-benar menelepon orang tua Jiya seperti yang temannya itu inginkan.

Dan setelah menjelaskan panjang lebar pada orang tua Jiya, kemudian Nindi pun mematikan panggilan tersebut dengan alasan ingin pergi ke toilet.

"Udah tuh," ucap Nindi sambil mengembalikan ponsel tersebut.

"Alhamdulillah," ujar Jiya sambil mengusap-usap dadanya dengan ekspresi lega.

Lalu Nindi pun menatap ke arah tas kecil milik Jiya. "Ngomong-ngomong, isi amplopnya berapa?" tanyanya penasaran.

"Aku kira kamu nggak mau," sahut Jiya lalu mengeluarkan amplop tersebut.

"Mana ada," balas Nindi dan dengan cepat merebut amplop itu. Ia pun segera menghitung uang yang ada di dalam amplop tersebut, sedangkan Jiya melanjutkan makan pisang gorengnya dengan santai.

"Tiga juta!" pekik Nindi.

"Husttt," Jiya menyuruh Nindi menahan nada tingginya. 

"Maaf-maaf, abis banyak banget ei ... padahal dia udah ngobatin kita, benerin motor aku dan  masih ngasih tiga juta lagi padahal kita kan gak papa," ujar Nindi dengan mata berbinar.

Jiya langsung saja menunjuk wajah Nindi. "Langsung ijo kan mata kamu kalau lihat duit," ujarnya sambil mencolek hidung sahabatnya itu.

"Ya kan kalau kerja harus berapa lama dapet uang segini," sahut Nindi sambil membagi uang tersebut.

"Iya juga, pantes aja ya banyak orang yang milih nipu ginian dari pada kerja," ucap Jiya dengan ringan lalu menyesap kopi pesanannya.

Nindi pun terkejut mendengar ucapan Jiya. "Jangan bilang kamu mau kerja begini."

"Ngawur," sahut Jiya. "Bisa dicoret dari KK kalau aku nipu orang," lanjutnya.

Nindi pun terkekeh saat mendengar sahutan sahabatnya tersebut.

         Setelah itu mereka terus mengobrol dan bercanda tawa, hingga akhirnya mereka pun menghubungi orang untuk mengantar mereka pulang.

**

Di rumah Jiya.

          Setelah setengah jam dibonceng naik motor, akhirnya Jiya pun sampai di rumahnya.

"Mobil siapa nih," gumam Jiya saat melihat sebuah mobil hitam terparkir di halaman rumahnya. 

"Assalamualaikum," salam Jiya ketika akan masuk ke dalam rumah seperti biasanya.

Lalu beberapa orang yang ada di dalam ruang tamu pun menyahut salam itu bersamaan.

Dan ketika melangkah masuk, Jiya pun terkejut melihat dua laki-laki yang tengah duduk berjejer di ruang tamu tersebut.

"Kamu ..." gumam Jiya sambil menunjuk ke arah salah satu laki-laki tersebut. 'Kenapa Si Ganteng ada di sini,' batinnya.

Tiba-tiba ...

"Apa itu Jiya?" teriak orang dari ruang belakang yang dengan cepat berlari ke ruang tamu.

"Haduh," gumam Jiya sambil menghela napas dalam.

"Mana yang luka?" tanya seorang wanita paruh baya yang baru saja berlari dari ruang belakang itu sambil menatap Jiya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Lalu salah satu laki-laki yang membuat Jiya terkejut tadi segera berdiri dan mendekatinya. "Kamu kenapa?" tanya laki-laki tersebut terlihat penuh perhatian.

"Nggak usah sok perhatian!" bentak Jiya. 

Semua orang yang ada di ruang tamu itu pun terkejut.

"Kamu kenapa Ji?" tanya wanita paruh baya tersebut dengan heran.

Jiya pun langsung mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto-foto yang semalam diambil oleh Nindi.

"Tuh, Mas Hendra tentara yang soleh sedang asyik-asyikan sama keponakan Ibuk yang lemah lembut bak bidadari surga," ucap Jiya dengan suara yang sengaja dikeraskan.

"Itu hanya kesalah pahaman," sahut Hendra dengan cepat.

Jiya pun tersenyum sinis. "Tamparan semalem juga salah paham," sahutnya.

"Sudah! Ada tamu, kenapa malah ribut!" bentak laki-laki paruh baya yang duduk di sisi lain ruang tamu itu.

Ibu Jiya pun terdiam mendengar bentakan dari suaminya tersebut dan langsung mundur. Sedangkan Jiya juga diam, tapi dengan cepat ia menarik kerah leher calon suaminya tersebut dan dengan sekuat tenaga menarik laki-laki itu keluar dari rumahnya.

     Akhirnya semua orang pun langsung beranjak dari tempatnya dan dengan cepat mengikuti Jiya.

"Maafkan aku Ji, aku khilaf. Pernikahan kita sebentar lagi, apa—"

"Kamu pilih mati sekarang, apa mati setelah menikah!" teriak Jiya sambil mengambil sebuah gergaji mesin yang entah sejak kapan ada di teras rumah tersebut.

"Ji, hentikan," ucap ayah Jiya yang dengan hati-hati mendekati anak gadisnya itu.

Jiya pun dengan cepat menyalakan gergaji mesin tersebut tanpa ragu.

"Kamu gila Ji! Kamu gila!" teriak Hendra yang dengan cepat berlari dan segera membawa motornya pergi dari halaman rumah itu.

Setelah melihat Hendra pergi, Jiya pun dengan cepat mematikan gergaji mesin yang ada ditangannya sambil tersenyum penuh kemenangan. "Huff," ia meniup gergaji tersebut dengan puas. "Besok aku mau beli yang seperti ini satu," gumamnya sambil meletakkan gergaji tersebut di tempatnya kembali.

Lalu ...

"Maafkan kejadian ini Nak Adam," ucap Ayah Jiya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tak apa-apa Pak Ghofur, saya mengerti," sahut Adam dengan sopan.

Lalu Pak Ghofur pun menatap Jiya dengan tajam. "Cepat minta maaf," perintahnya.

Jiya pun langsung menurut. "Maafkan saya Pak Adam."

'Gadis yang menarik,' batin Adam sambil menatap Jiya dari ujung kepala hingga ujung kaki. 

"Iya saya maafkan, bagaimana dengan lukamu?" 

"Nak Adam pernah bertemu dengan anak saya sebelumnya?" tanya Pak Ghofur menyelidik.

"Saya—" 

"Kami bertemu di Puskesmas tadi saat aku di sana," ucap Jiya memotong kalimat Adam dengan cepat.

Adam pun mengernyitkan keningnya mendengar ucapan gadis berkulit kuning langsat itu, apa lagi saat menatap senyum manis dari bibir busur cupid milik Jiya.

'Apa maksudnya?' batinnya saat gadis di hadapannya itu mengedipkan mata besarnya beberapa kali seperti boneka.

"Ya," sahut Adam yang akhirnya melengkapi kebohongan Jiya tersebut.

Tiba-tiba ...

BRAKKKKK! Terdengar suara yg terjatuh dari dalam rumah.

Jiya pun langsung berlari masuk dan ...

"Ibukkk!" teriaknya melengking.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SKANDAL JEPIT Mr.Presdir   Kamar Mandi Yang Berisik

    "Mas, lepas atau aku teriak?" ancam Jiya yang saat ini berada di dalam pelukan Adam."Teriak saja," tantang Adam yang saat ini masih terus memeluk Jiya dengan erat."Kamu gila," ucap Jiya sembari mendorong tubuh Adam dengan kuat, hingga akhirnya dia terlepas. "Dengar ya Mas, itu tadi benar-benar link yang diberikan oleh Nindy. Kalau tidak percaya, akan aku tunjukkan.""Oh," sahut Adam yang sebenarnya sudah tahu tentang hal itu, tetapi sengaja ingin mengerjain istrinya itu.Setelah beberapa saat Jiya mengotak-atik ponselnya, kemudian ia pun langsung menunjukkan chat sahabatnya itu pada Adam. "Tuh, lihat! Link itu benar-benar dari Nindy. Dia itu memang kelihatannya polos, tapi otaknya penuh hal-hal mesum," bebernya."Lalu bagaimana dengan kamu?" tanya Adam sembari beralih menatap wajah Jiya yang sedang serius.Langsung saja Jiya berekspresi aneh ketika mendengar pertanyaan tersebut. "Tentu saja otakku ini bersih, tidak seperti otak kamu," jawabnya dengan penuh percaya diri."Oh ya?" sa

  • SKANDAL JEPIT Mr.Presdir   Cerai Saja

    "Ada apa? Apakah ada sesuatu yang salah?" tanya Adam karena tentu saja tahu kalau ibu mertuanya itu sedang menangis."Itu bukan Ibuk," bisik Jiya pada Adam yang ingin melangkah ke arah wanita yang sedang mencuci piring.Dan ketika Adam tengah mencoba mencerna maksud pertanyaan Jiya, tiba-tiba terdengar sahutan. "Tidak apa-apa Nak Adam," jawab Bu Mutia sembari berbalik dan menatap Adam dengan tenang.Seketika, Jiya yang tadi bersembunyi di belakang Adam pun langsung keluar dari persembunyiannya. "Ah, Ibuk … nakutin aja," protesnya karena berpikir kalau Ibunya itu makhluk lain."Nakutin apa?" Bu Mutia tak mengerti maksud anak semata wayangnya itu.Lalu …."Apa ada masalah? Tolong Anda ceritakan. Saya akan membantu sebis—""Ndak-ndak, ndak usah. Ibuk ndak apa-apa," potong Bu Mutia sembari mengukir senyum di bibirnya.Tentu saja sebagai anak satu-satunya, Jiya langsung bisa menangkap kalau Ibunya itu sedang berpura-pura. Kemudian dengan cepat ia menoleh ke arah Adam dan langsung berkata

  • SKANDAL JEPIT Mr.Presdir   Sosok di Dapur

    Adam dengan cepat menangkap tubuh Jiya yang sempat oleng karena tersenggol motor yang terlihat sangat sengaja ingin menabrak istri Adam itu."Ada yang terluka?" tanya Adam sembari menatap Jiya yang kini ada di dalam pelukannya."Tidak, hanya sedikit ngilu di punggung. Mungkin kesenggol tadi," jawab Jiya yang kini meringis sembari memijat-mijat punggungnya.Langsung saja Adam membalik tubuh Jiya. "Biar aku lihat," ucap Adam."Eh, ndak. Jangan-jangan!" tolak Jiya sembari kembali berbalik."Kalau begitu kita pulang. Nanti biar diobati oleh Mama atau Ibumu," sahut Adam."Jangan juga. Jangan membuat mereka khawatir karena hal ini. Ini sungguh ndak apa-apa.""kalau begitu biar aku lihat," pinta Adam dengan ekspresi serius di wajahnya."Jangan," tolak Jiya lagi.Adam lalu memijat-mijat keningnya karena melihat tingkah istrinya yang terkadang seperti anak kecil itu. "Kalau tidak dilihat, bagaimana kalau itu terluka dan infeksi?" Adam kembali membalik tubuh Jiya dengan sedikit pak

  • SKANDAL JEPIT Mr.Presdir   Kedatangan Sepupu

    "Kalian juga. Kenapa kalian tidak mengundangku? Apa kalian masih marah padaku atas kejadian waktu itu?" tanya wanita yang baru saja sampai di tempat itu.'Apa aku harus menjawab jujur toh, biar dia sadar,' pikir Jiya sembari menghela napas panjang."Ada apa, apa kamu tidak suka dengan kedatanganku? Bukankah kita ini masih saudara?" Tentu saja gadis itu menargetkan Jiya saat ini."Tentu saja tidak, kenapa kamu harus berpikir begitu," sahut Jiya dengan tenang."Milea, untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Nyonya Titi dengan hangat."Kenapa Tante, apa Tante tidak senang aku datang ke sini? Aku ke sini untuk memberikan selamat sekaligus minta maaf atas kekonyolanku waktu itu." Milea melangkah ke arah Jiya dan dengan cepat meraih telapak tangannya.'Apa lagi yang ingin dia lakukan? Apa mukanya itu pakai campuran semen tiga roda, kokoh banget,' batin Jiya yang merasa takjub pada sikap 'muka tembok' wanita di depannya itu. Sebab, andaikah dia yang berada di posisi Milea, dia pasti tidak akan

  • SKANDAL JEPIT Mr.Presdir   Kedatangan Mertua

    Beberapa jam berlalu, Adam dan Jiya yang sudah selesai berdandan pun segera digiring oleh sang perias pengantin untuk pergi ke tempat resepsi. Mereka berdua pun menaiki tangga dekorasi dan berdiri di depan banyak orang layaknya seorang pengantin."Mas Adam Wiratamaja jangan tegang-tegang Mas, malam pertamanya sudah kemarin malam kan Mas?" canda si MC untuk mencairkan suasana.Seketika Jiya pun langsung menoleh ke arah Adam."Nah, seperti itu benar. Kalau Masnya kenapa-napa langsung ditengok ya Mbak Jiya," seloroh si MC sembari tertawa lepas yang disusul dengan tawa para tamu undangan.Sontak saja wajah Jiya memerah karena malu."Apa ini memang seperti ini?" tanya Adam dengan suara yang sangat pelan.Jiya pun terkejut mendengar pertanyaan tersebut. 'Ah, aku hampir lupa kalau dia belum mengerti hal ini,' batinnya."Iya Mas, kalau di sini memang seperti ini. Pokoknya kamu ndak boleh tersinggung atau menjawab apa pun, itu semua hanya lelucon untuk menghibur tamu undangan. Senyu

  • SKANDAL JEPIT Mr.Presdir   Sini Aku Pijit

    Jiya pun membalik bungkus tersebut dan membaca petunjuk penggunaannya. Dan seketika matanya membulat."Katakan, siapa yang mengirim ini?" tanya Adam sembari membuang benda tersebut ke dalam tempat sampah yang ada di kamar itu.Lalu tiba-tiba saja tawa Jiya pun meledak. "Ini pasti mereka," ujarnya sambil menyeka bulir air mata yang sempat menetes di matanya.'Mereka siapa, apa dia pernah mempunyai hubungan dengan banyak orang sekaligus,' pikir Adam ketika mendengar kata 'mereka' dari mulut Jiya."Hei, apa yang kamu pikirkan?" tanya Jiya sembari mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi aneh di wajah Adam."Kamu memiliki hubungan dengan mereka?" tanya Adam sembari menatap Istrinya itu dengan rasa penasaran yang memenuhi kepalanya.Jiya pun terdiam sejenak memikirkan maksud pertanyaan Adam yang terdengar aneh itu, hingga ...."Hei, apa kamu pikir aku ini yang seperti itu toh Mas?""Yang seperti itu?" tanya Adam balik."Mas, aku itu ndak seperti itu. Kan sudah aku bilang aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status