Semua Bab SKANDAL JEPIT Mr.Presdir: Bab 11 - Bab 20
90 Bab
Teror Nggak Modal
"Ini  …" Ia kemudian dengan cepat menutupi hidungnya dengan kain lap yang dipegangnya saat bau dari benda tersebut menusuk hidungnya.'Siapa yang bikin gara-gara begini,' batinnya sambil mengambil sapu dan pengki lalu membawa kotak tersebut keluar dari toko. "Kamu mau bawa kemana?" tanya Dila yang baru selesai memuntahkan sarapan paginya. "Kedepan," sahut Jiya sambil berjalan dengan cepat. "Jangan. Bawa kebelakang saja," ujar Dila sambil menunjuk ke arah tempat pembakaran sampah yang ada di samping rumahnya. Jiya pun langsung berbalik dan pergi ke tempat yang ditunjuk oleh Dila."Sialan," ujarnya sambil melemparkan benda tersebut  ke dalam tempat membakar sampah. Tak lama kemudian Dila pun menyusul ke tempat itu. "Bagaimana?" tanyanya
Baca selengkapnya
Untung Tidak Punya Ibu
"Tenanglah Lin, katakan ada apa?" tanya Jiya sambil membawa gadis yang baru saja memeluknya itu sedikit menjauh. Lina pun menatap Jiya dengan sendu. "Aku hampir dibawa ke kantor polisi," ujarnya. "Kantor polisi?" Jiya bertanya sambil menatap Lina dengan heran dan sedikit bingung. Dan sebelum Lina menjawab tiba-tiba seorang anak mendekati mereka berdua. "Bu, ada yang bertengkar," ujar anak itu sambil menarik baju Jiya. Jiya pun langsung menoleh dan melihat ke arah anak tersebut. "Bertengkar?" Anak itu pun langsung menunjuk ke arah tempatnya mengajar tadi. "Hei, stop!" teriaknya sambil berlari ke tempat itu dan melerai. "Bu, anak ini nakal," ujar salah satu anak yang bertengkar.
Baca selengkapnya
Teror Lagi
"Kamu …." "Aku kenapa," tukas Bumi dengan gaya tengilnya. "Lagi pula selera kamu rendah sekali, memangnya kamu mau ditemani orang yang berdandan seperti itu sepanjang hari?" Jiya pun menelan ludahnya mendengar perkataan anak laki-laki tengil tersebut. 'Benar juga, dia memang agak … memang cukup menor sih,' batin Jiya yang membenarkan hal tersebut sambil menatap ke arah Lina dan mengamati dandanannya."Tapi apa pun alasannya, memfitnah orang itu tidak dibenarkan," ucapnya mencoba menasehati Bumi kecil. Bumi pun langsung menyahut, "Memangnya siapa yang memfitnah?" Jiya pun mengernyitkan keningnya. "Aku tadi hanya mengambil barang di mini market, lalu orang mini market bertanya di mana orang tuaku. Karena dia yang bertanggung jawab menemaniku, m
Baca selengkapnya
Tentang Bumi
            Jiya pun keluar dari ruangan tersebut diikuti oleh orang-orang yang ada di ruangan tersebut. "Kenapa?" tanya Jiya pada Bumi yang kini berdiri tidak jauh dari pintu masuk ruangan tersebut. "Itu," ujar Bumi sambil menunjuk ke arah tempat parkir. Jiya dan semua orang pun langsung menatap ke arah parkiran dan melihat beberapa orang berlari menjauh dari tempat itu. "Berhenti!" teriak Jiya sambil berlari ke arah orang tersebut. Tapi saat Jiya baru beberapa langkah, orang itu sudah lebih dulu kabur bersama temannya yang telah menunggu tidak jauh dari tempat parkir. "Sial!" teriak Jiya kesal. "Sudahlah, mereka sudah kabur," ujar teman Jiya yan
Baca selengkapnya
Calon Baru
"Ibunya sudah tidak ada, dia meninggal," sahut Adam lalu menatap ke arah lain. Jiya pun terdiam. 'Jadi benar istrinya sudah meninggal. Pantas saja,' batin Jiya."Ehem! Maaf Mas aku tidak bermaksud membuat kamu mengingat kepergian almarhum istri kamu," ucap Jiya dengan lembut karena merasa sedikit bersalah. Adam menatap Jiya sambil mengernyitkan keningnya.  Jiya pun melanjutkan kalimatnya. "Aku tidak tahu ini benar atau salah. Tapi jika memang istri Mas sudah meninggal emmm … menurutku Bumi itu membutuhkan sosok ibu. Ini mungkin hanya pendapatku saja, soalnya aku juga tidak tahu bagaimana keluarga kamu dan lingkungannya tumbuh itu seperti apa," bebernya. "Sosok ibu," gumam Adam sambil menatap Jiya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Jiya yang t
Baca selengkapnya
Bukan Salah Bumi
           Jiya dan Adam pun mengawasi Bumi dan Nindy dari kejauhan sambil mengobrol santai. Semuanya berjalan lancar awalnya hingga tiba-tiba Bumi dan Nindy menghilang dari pandangan mereka. "Loh Mas, bukannya tadi mereka main di sana," ujar Jiya sambil menunjuk ke arah komedi putar. Adam yang baru sebentar menatap ponselnya pun langsung terkejut dan menatap ke arah wahana komedi putar tersebut. "Benar," sahutnya sambil berdiri dari bangku yang ia duduki dan dengan cepat memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Jiya pun ikut berdiri, dan akhirnya mereka berdua berkeliling mencari kedua orang tersebut.            Mereka terus berkeliling sambil menatap sekitar mencari keberadaan Bumi dan Nindy di tengah keramaian pasar malam itu.
Baca selengkapnya
Aku Akan Pulang
"APA?" teriak Jiya yang terlihat terkejut. Semua orang yang ada di ruangan itu pun menatap ke arah Jiya dengan penasaran. "Baik-baik, aku akan secepatnya ke sana," ujarnya lagi menanggapi kalimat orang yang ada di dalam panggilan tersebut. Setelah selesai mengatakan hal tersebut, Jiya pun menutup panggilan itu. "Ada apa?" tanya Nindy dengan suara lemah. "Toko kue kebakaran," jawab Jiya sambil memasukkan ponsel tersebut ke dalam sakunya dengan cepat. "Ji," panggil Nindy sambil menatap sahabatnya yang terlihat gugup itu. Jiya pun menatap Nindy. "Ya?" Nindy melambaikan tangannya, dan Jiya pun segera mendekat."Kenapa?" tanya Jiya sa
Baca selengkapnya
Bumi Yang Malang
           Beberapa penjahat itu pun langsung melarikan diri. Sedangkan Jiya langsung bangun dan berlari ke arah Bumi. "Bumi," ucapnya sambil merengkuh tubuh anak laki-laki yang terlihat lemas, tak sadarkan diri itu. Dan Jiya pun makin histeris karena melihat darah mengalir dari kepala anak laki-laki yang menyelamatkannya tersebut. Adam yang sudah sampai pun segera mengambil Bumi dari tangan Jiya. Ia dengan cepat menggendong Bumi ke arah mobilnya, sedangkan Jiya segara menyusul Adam dan dengan cepat mereka masuk ke dalam mobil tersebut.         Satu jam berlalu, Jiya dan Adam terus menunggu di depan ruang IGD salah satu rumah sakit di kota itu. "Kamu istirahat saja dulu," ucap Adam ketika melihat wajah Jiya yang terlihat pucat.
Baca selengkapnya
Dalangnya
         Beberapa jam berlalu, setelah selesai membantu Bumi membersihkan diri, makan dan sebagainya, akhirnya Jiya pun istirahat di kursi yang ada di dekat anak laki-laki tengil itu. "Kamu capek?" tanya Bumi sambil melirik ke arah Jiya. Jiya pun tersenyum kecil. "Tidak, kenapa capek. Hanya saja saat ini aku lapar tadi lupa belum sarapan. Aku pergi cari sarapan dulu ya," ucap Jiya dengan ceria. Bumi pun langsung menyahut, "Jangan. Biar mereka yang membelikan makanan untuk kamu." Bumi mengatakan hal tersebut sambil menunjuk ke arah dua wanita yang ditugaskan untuk merawat dirinya. Kemudian kedua wanita itu pun langsung mendekat ke arah Jiya. "Iya, biar kami saja yang membelikan makanan untuk kamu. Kamu ingin apa?" tanya salah satu dari mereka. 
Baca selengkapnya
Kasihannya Si Tengil
"Tapi dia itu seorang tentara, apa mungkin dia akan melakukan hal serendah itu?" ujar Jiya sambil terus menatap ke arah kertas yang ada di tangannya. "Aku hanya menunjukkan apa yang aku temukan. Percaya atau tidak, itu urusan kamu," sahut Adam dengan nada dingin. Jiya pun kembali menatap Adam, tapi ia hanya diam sambil terus menatap wajah tampan itu.  "Kenapa?" tanya Adam dengan tatapan tajam yang menyertai kalimat tersebut. Jiya pun terkesiap. "Ah tidak apa-apa. Kamu benar, dia mungkin saja melakukan hal itu," ujarnya dengan serius. "Ternyata otak kamu masih berfungsi," sahut Adam dengan ringan. Jiya pun menyipitkan matanya ke arah Adam. "Hisss," desisnya kesal. 'Dasar mulut pisau,' batinnya.&n
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status