Share

Part 4

Ernest mendongakkan kepalanya begitu mendengar pernyataan dari Raja Langit. Tanpa berpikir panjang, ia pun mengangguk dan mengatakan bahwa ia akan menerima apapun syaratnya asal bisa kembali ke bumi.

Saat ini yang ada dalam pikiran Ernest adalah menyelamatkana kedua buah hatinya dari tangan serakah Vanessa dan Ramford. Ia harus merebut kembali harta kekayaannya dan memberikan semuanya pada Olive dan Daniel, kedua orang yang paling berhak dalam mengelola harta kekayaannya kelak.

“Apapun syaratnya Yang Mulia, saya akan melakukannya. Saya hanya ingin menyelamatkan anak-anak saya,” katanya.

“Hmm, jadi kau benar-benar ingin menyelamatkan anak-anakmu? Kau tahu kalau kau kembali ke dunia, maka kehidupanmu tak akan lagi mudah?” tanya Raja Langit.

“Selama itu bisa menyelamatkan kedua anakku maka aku tak akan mempedulikan apapun,” jawab Ernest mantap.

Raja langit terdiam sejenak. Kemudian suaranya yang lantang pun terdengar kembali.

“Kuijinkan kau untuk kembali ke bumi dengan catatan kau selalu dalam pengawasan Gregory, yang berperan sebagai Guardian Angelmu. Gregory akan selalu mengawasi tiap gerak-gerikmu dan jika kau melenceng dari tindakanmu maka kau akan merasakan sakit pada bagian tubuhmu!”

“Saya bersedia,” jawab Ernest tanpa pikir panjang.

“Satu lagi, kau harus kembali ke sini jika telah berhasil melakukan misimu!” tambah Raja Langit.

                           ***

Jade menjatuhkan tubuhnya pada kursi di samping brankar suaminya. Perempuan yang berprofesi sebagai pengasuh di tempat penitipan anak itu tak dapat lagi membendung air matanya setelah mendengar pernyataan dokter.

Ia berpikir separah ini kah keadaan sang suami hingga hanya keajaiban saja yang bisa menyelamatkannya. Jade benar-benar tidak siap jika harus kehilangan sosok Max secepat ini.

Diam-diam ia pun menyesali apa yang terjadi pagi tadi, di saat keduanya berselisih paham dan membuat sang suami akhirnya pergi bekerja. Jade menyesal karena ucapannya yang menyuruhnya pergi dan tak usah memperhatikan dirinya lagi.

Kembali perempuan berambut sebahu ini memegangi tangan suaminya dan menyandarkan kepalanya pada telapak tangan yang saat ini terasa kaku. Ia merindukan saat seperti ini, ketika Max menyentuh lembut pipinya yang putih.

“Sayang, maafkan aku. Bangunlah, aku tak bermaksud untuk menyuruhmu pergi. Aku marah karena aku merasa cemburu melihatmu yang selalu pulang larut dan pergi di pagi hari. Aku terlalu egois hingga tidak mengerti tentang keadaanmu,” katanya masih dengan suara yang terisak.

Perselisihan tadi pagi dipicu oleh Jade yang menginginkan agar Max mencari pekerjaan lain. Ia tidak setuju suaminya menjadi salah satu pengawal bagi Don Ramford. Ia sangat mengenal siapa Don Ramford, rekam jejak kejahatannya sudah terekam di mana-mana, bahkan polisi pun tidak ada yang berani untuk menangkapnya.

Yang lebih mengenaskan dari profesi suaminya adalah Max lebih diperlakukan selayaknya seorang pesuruh oleh rekan-rekannya dan juga Tuan Ramford sendiri. Jade tentu saja merasa tidak tega suaminya diperlakukan dengan begitu hina.

“Max, bangunlah. Aku berjanji tidak akan melarangmu untuk bekerja pada Tuan Ramford lagi. Aku akan membiarkanmu meraih impianmu sejak dulu untuk menjadi pengawal terhebat. Kumohon bangunlah, setidaknya gerakkan tangan atau buka matamu!” kembali Jade berseru penuh harap.

Namun sayang hasilnya masih saja nihil. Tubuh lelaki yang ia cintai tak berukutik, malah terbujur kaku, dan monitor indikator detak jantungnya pun menunjukkan kinerja yang semakin melemah.

“Sayang, ayo bangun!” serunya lagi sambil menggenggam erat jemari suaminya, dan kembali melihat ke arah monitor yang kini hanya berupa garis lurus.

Jade tahu betul apa maksud dari garis lurus yang ada di layar monitor. Ia sudah sering melihat kejadian seperti ini di film-film, dan sekali di dunia nyata di saat ia harus kehilangan ayah kandungnya beberapa tahun lalu.

“Tidak … tidak ini tak boleh terjadi. Ini tidak benar,” katanya sambil mengguncang tubuh suaminya dan berharap agar lelaki yang terbujur di atas brankar itu bereaksi, tapi nihil.

Ia mencoba untuk meletakkan tangannya pada dada Max dan memompanya, berharap agar indikator jantung tak lagi lurus, tapi hasilnya nihil.

Jade pun segera lari keluar ruangan untuk memanggil dokter atau perawat meminta pertolongan. Dalam hati perempuan itu ia yakin kalau pertolongan dokter dapat menciptakan sebuah keajaiban pada tubuh suaminya.

                           ***

Tubuh Ernest serasa ringan dan perlahan-lahan terbang dengan sendirinya setelah ia menyanggupi semua persyaratan yang dilontarkan oleh Raja Langit.

Tubuhnya kini tertutup kabut tebal nan hangat, dan semakin lama ia semakin jauh menapak. Dari arah bawah ia dapat merasakan tekanan udara yang begitu kuat dan membuat tubuhnya berkali-kali condong ke belakang. Tekanan udara di bawahnya telah mengganggu keseimbangan tubuhnya, hingga melengkung ke belakang dan akhirnya telentang melayang diantara kabut.

Tekanan udara di sekitarnya pun semakin besar, dan kini angin mulai masuk diantara kabut dan terus mengguncang tubuh Ernest yang melayang. Tubuhnya serasa terombang ambing ke kanan dan kiri seperti berada di atas perahu saat badai menerpa. Ngeri, itu sudah pasti.

Berkali-kali ia mencoba untuk mencari celah dari kabut yang menyelimuti tubuhnya tapi ternyata tak berhasil, kabut dan angin itu semakin lama semakin tebal. Ernest pun mencoba untuk menggulingkan tubuhnya ke samping, kemudian kedua tangannya lurus ke depan seperti seorang superhero yang terbang di angkasa.

“Semoga saja posisi ini bisa menjaga keseimbanganku, entah akan kemana aku sekarang?” katanya yang memilih untuk mengikuti kemana kabut dan angin akan membawa tubuhnya.

“Tak ada gunanya melawan, alam terlalu kuat untukku,” gumamnya.

Lambat laun tubuh Ernest pun menjauh dari area penghakiman. Samar-samar ia dapat melihat bebatuan kecil yang beterbangan di sekitar kabut yang menyelimutinya. Sesekali Ernest harus menutupi kedua matanya dengan salah satu tangan agar tak ada debu atau kerikil yang masuk.

“Dimana ini?” tanyanya.

Saat itulah ia mulai merasakan hawa panas dari sekitar kabut yang membungkus tubuhnya. Panasnya melebihi musim panas dan membuat kulit pucatnya serasa terbakar.

Ernest mencoba menajamkan pandangan dari sela-sela kabut dan ia dapat melihat kilauan cahaya lampu dan juga bangunan-bangunan yang tampak sangat kecil di matanya. Di sekitar bangunan itu terlihat warna biru yang seperti lautan.

“Bumi? Apakah benar aku akan ke bumi?”

Tekanan udara dan angin yang mendorong tubuh Ernest pun semakin kuat, karena kabut yang menyelimutinya perlahan-lahan menipis. Kabut itu perlahan-lahan menjauhi dirinya, hingga tak ada lagi yang tersisa.

Ernest melayang-layang di udara dan ia dapat melihat jelas keadaan sekelilingnya. Ia melihat jelas bagaimana gedung-gedung bertingkat berada. Sebuah taman kota yang dipenuhi pepohonan, serta bangunan-bangunan kuno peninggalan abad pertengahan yang sampai saat ini masih terawat dan berfungsi dengan baik. Ia sangat kenal tempat ini, ini adalah Southbay, kota tempat tinggalnya.

Ernest melihat ke bawah dan memperhatikan kesibukan penduduk Southbay yang hanya dua meter di bawahnya. Ia berteriak menyapa mereka tapi tak ada seorang pun yang mendengarnya.

“Haiii!” teriak Ernest lagi, tapi ternyata tetap sama, sampai akhirnya tubuhnya tiba-tiba tertarik dan menembus dinding suatu bangunan.

Bangunan itu serba putih dan di hadapannya tampak cahaya yang begitu menyilaukan. Membuat Ernest harus menutup kedua matanya, dan tubuhnya kini dipaksa untuk masuk ke dalam celah yang begitu sempit.

“aaaaa tidaaak aku akan dibawa kemana?” teriaknya lantang.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Helmi Aprizal
baik sekali ceritany
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status