Share

Part 4

Author: Rindu Rinjani
last update Last Updated: 2021-11-01 06:19:37

Ernest mendongakkan kepalanya begitu mendengar pernyataan dari Raja Langit. Tanpa berpikir panjang, ia pun mengangguk dan mengatakan bahwa ia akan menerima apapun syaratnya asal bisa kembali ke bumi.

Saat ini yang ada dalam pikiran Ernest adalah menyelamatkana kedua buah hatinya dari tangan serakah Vanessa dan Ramford. Ia harus merebut kembali harta kekayaannya dan memberikan semuanya pada Olive dan Daniel, kedua orang yang paling berhak dalam mengelola harta kekayaannya kelak.

“Apapun syaratnya Yang Mulia, saya akan melakukannya. Saya hanya ingin menyelamatkan anak-anak saya,” katanya.

“Hmm, jadi kau benar-benar ingin menyelamatkan anak-anakmu? Kau tahu kalau kau kembali ke dunia, maka kehidupanmu tak akan lagi mudah?” tanya Raja Langit.

“Selama itu bisa menyelamatkan kedua anakku maka aku tak akan mempedulikan apapun,” jawab Ernest mantap.

Raja langit terdiam sejenak. Kemudian suaranya yang lantang pun terdengar kembali.

“Kuijinkan kau untuk kembali ke bumi dengan catatan kau selalu dalam pengawasan Gregory, yang berperan sebagai Guardian Angelmu. Gregory akan selalu mengawasi tiap gerak-gerikmu dan jika kau melenceng dari tindakanmu maka kau akan merasakan sakit pada bagian tubuhmu!”

“Saya bersedia,” jawab Ernest tanpa pikir panjang.

“Satu lagi, kau harus kembali ke sini jika telah berhasil melakukan misimu!” tambah Raja Langit.

                           ***

Jade menjatuhkan tubuhnya pada kursi di samping brankar suaminya. Perempuan yang berprofesi sebagai pengasuh di tempat penitipan anak itu tak dapat lagi membendung air matanya setelah mendengar pernyataan dokter.

Ia berpikir separah ini kah keadaan sang suami hingga hanya keajaiban saja yang bisa menyelamatkannya. Jade benar-benar tidak siap jika harus kehilangan sosok Max secepat ini.

Diam-diam ia pun menyesali apa yang terjadi pagi tadi, di saat keduanya berselisih paham dan membuat sang suami akhirnya pergi bekerja. Jade menyesal karena ucapannya yang menyuruhnya pergi dan tak usah memperhatikan dirinya lagi.

Kembali perempuan berambut sebahu ini memegangi tangan suaminya dan menyandarkan kepalanya pada telapak tangan yang saat ini terasa kaku. Ia merindukan saat seperti ini, ketika Max menyentuh lembut pipinya yang putih.

“Sayang, maafkan aku. Bangunlah, aku tak bermaksud untuk menyuruhmu pergi. Aku marah karena aku merasa cemburu melihatmu yang selalu pulang larut dan pergi di pagi hari. Aku terlalu egois hingga tidak mengerti tentang keadaanmu,” katanya masih dengan suara yang terisak.

Perselisihan tadi pagi dipicu oleh Jade yang menginginkan agar Max mencari pekerjaan lain. Ia tidak setuju suaminya menjadi salah satu pengawal bagi Don Ramford. Ia sangat mengenal siapa Don Ramford, rekam jejak kejahatannya sudah terekam di mana-mana, bahkan polisi pun tidak ada yang berani untuk menangkapnya.

Yang lebih mengenaskan dari profesi suaminya adalah Max lebih diperlakukan selayaknya seorang pesuruh oleh rekan-rekannya dan juga Tuan Ramford sendiri. Jade tentu saja merasa tidak tega suaminya diperlakukan dengan begitu hina.

“Max, bangunlah. Aku berjanji tidak akan melarangmu untuk bekerja pada Tuan Ramford lagi. Aku akan membiarkanmu meraih impianmu sejak dulu untuk menjadi pengawal terhebat. Kumohon bangunlah, setidaknya gerakkan tangan atau buka matamu!” kembali Jade berseru penuh harap.

Namun sayang hasilnya masih saja nihil. Tubuh lelaki yang ia cintai tak berukutik, malah terbujur kaku, dan monitor indikator detak jantungnya pun menunjukkan kinerja yang semakin melemah.

“Sayang, ayo bangun!” serunya lagi sambil menggenggam erat jemari suaminya, dan kembali melihat ke arah monitor yang kini hanya berupa garis lurus.

Jade tahu betul apa maksud dari garis lurus yang ada di layar monitor. Ia sudah sering melihat kejadian seperti ini di film-film, dan sekali di dunia nyata di saat ia harus kehilangan ayah kandungnya beberapa tahun lalu.

“Tidak … tidak ini tak boleh terjadi. Ini tidak benar,” katanya sambil mengguncang tubuh suaminya dan berharap agar lelaki yang terbujur di atas brankar itu bereaksi, tapi nihil.

Ia mencoba untuk meletakkan tangannya pada dada Max dan memompanya, berharap agar indikator jantung tak lagi lurus, tapi hasilnya nihil.

Jade pun segera lari keluar ruangan untuk memanggil dokter atau perawat meminta pertolongan. Dalam hati perempuan itu ia yakin kalau pertolongan dokter dapat menciptakan sebuah keajaiban pada tubuh suaminya.

                           ***

Tubuh Ernest serasa ringan dan perlahan-lahan terbang dengan sendirinya setelah ia menyanggupi semua persyaratan yang dilontarkan oleh Raja Langit.

Tubuhnya kini tertutup kabut tebal nan hangat, dan semakin lama ia semakin jauh menapak. Dari arah bawah ia dapat merasakan tekanan udara yang begitu kuat dan membuat tubuhnya berkali-kali condong ke belakang. Tekanan udara di bawahnya telah mengganggu keseimbangan tubuhnya, hingga melengkung ke belakang dan akhirnya telentang melayang diantara kabut.

Tekanan udara di sekitarnya pun semakin besar, dan kini angin mulai masuk diantara kabut dan terus mengguncang tubuh Ernest yang melayang. Tubuhnya serasa terombang ambing ke kanan dan kiri seperti berada di atas perahu saat badai menerpa. Ngeri, itu sudah pasti.

Berkali-kali ia mencoba untuk mencari celah dari kabut yang menyelimuti tubuhnya tapi ternyata tak berhasil, kabut dan angin itu semakin lama semakin tebal. Ernest pun mencoba untuk menggulingkan tubuhnya ke samping, kemudian kedua tangannya lurus ke depan seperti seorang superhero yang terbang di angkasa.

“Semoga saja posisi ini bisa menjaga keseimbanganku, entah akan kemana aku sekarang?” katanya yang memilih untuk mengikuti kemana kabut dan angin akan membawa tubuhnya.

“Tak ada gunanya melawan, alam terlalu kuat untukku,” gumamnya.

Lambat laun tubuh Ernest pun menjauh dari area penghakiman. Samar-samar ia dapat melihat bebatuan kecil yang beterbangan di sekitar kabut yang menyelimutinya. Sesekali Ernest harus menutupi kedua matanya dengan salah satu tangan agar tak ada debu atau kerikil yang masuk.

“Dimana ini?” tanyanya.

Saat itulah ia mulai merasakan hawa panas dari sekitar kabut yang membungkus tubuhnya. Panasnya melebihi musim panas dan membuat kulit pucatnya serasa terbakar.

Ernest mencoba menajamkan pandangan dari sela-sela kabut dan ia dapat melihat kilauan cahaya lampu dan juga bangunan-bangunan yang tampak sangat kecil di matanya. Di sekitar bangunan itu terlihat warna biru yang seperti lautan.

“Bumi? Apakah benar aku akan ke bumi?”

Tekanan udara dan angin yang mendorong tubuh Ernest pun semakin kuat, karena kabut yang menyelimutinya perlahan-lahan menipis. Kabut itu perlahan-lahan menjauhi dirinya, hingga tak ada lagi yang tersisa.

Ernest melayang-layang di udara dan ia dapat melihat jelas keadaan sekelilingnya. Ia melihat jelas bagaimana gedung-gedung bertingkat berada. Sebuah taman kota yang dipenuhi pepohonan, serta bangunan-bangunan kuno peninggalan abad pertengahan yang sampai saat ini masih terawat dan berfungsi dengan baik. Ia sangat kenal tempat ini, ini adalah Southbay, kota tempat tinggalnya.

Ernest melihat ke bawah dan memperhatikan kesibukan penduduk Southbay yang hanya dua meter di bawahnya. Ia berteriak menyapa mereka tapi tak ada seorang pun yang mendengarnya.

“Haiii!” teriak Ernest lagi, tapi ternyata tetap sama, sampai akhirnya tubuhnya tiba-tiba tertarik dan menembus dinding suatu bangunan.

Bangunan itu serba putih dan di hadapannya tampak cahaya yang begitu menyilaukan. Membuat Ernest harus menutup kedua matanya, dan tubuhnya kini dipaksa untuk masuk ke dalam celah yang begitu sempit.

“aaaaa tidaaak aku akan dibawa kemana?” teriaknya lantang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Helmi Aprizal
baik sekali ceritany
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Pengawal   Part 212

    Sementara itu di pegunungan Aiken Mountain, tempat yang sangat dingin dan selalu dipenuhi kabut sepanjang tahun. Di sebuah area tanah yang lapang penuh tampak sebuah bangunan yang berdiri dengan kokoh. Di situ tempat berdirinya kelompok persaudaraan legenda bintang enam. Tak jauh dari bangunan itu tampak ratusan orang dengan pakaian serba hitam berdiri berjajar. Mereka semua menggenggam pedang dengan erat yang terbuat dari baja.Kesemuanya menunjukkan aura kematian yang sangat kuat, sekuat pedang mereka. Saat mereka memotong besi, sudah seperti memotong ranting, sangat mudah. Hanya dalam hitungan detik saja akan mampu terbelah menjadi dua bagian.Kedua mata mereka memandang begitu tajam seperti iblis dari neraka yang siap untuk menghancurkan.Mereka adalah pasukan kedua yang memang dibentuk oleh Max. Mereka semua gabungan dari pengawal terlatih yang bekerja pada Tuan Ramford.Karir Max sebagai pengawal memang melaju pesat. Dia yang awalnya tidak memiliki kemampuan dan hanya diremehka

  • Sang Pengawal   Part 210

    Seketika pria berpakaian kelabu itu pun ketakutan. Wajahnya semakin lama semakin pucat pasi, “Lepaskan aku! Lepaskan!” Pria itu terus saja berteriak.Sekarang ini dia sedang merasakan aura yang mengerikan dan siap membunuh dari orang-orang yang bersamanya ini. Pria ini sangat yakin kalau orang-orang yang membawanya sekarang sudah sering membunuh orang.Dia pun yakin kalau bukan satu dua atau tiga orang yang pernah dibunuh. Mungkin saja jumlahnya ratusan. Jika tidak, tak mungkin ia bisa merasakan keganasan orang-orang itu.Sikap mereka memang terlihat biasa saja, tapi saat mengeluarkan senjata dan menyeret tubuhnya, semua tampak begitu ringan dan tidak ada kendala sama sekali. Seolah tidak ada beban apa-apa yang dialaminya.Pria bergaya kuno ini sampai tidak berani untu membayangkan apa yang akan ia terima kalau sampai jatuh ke dalam genggaman mereka.Selang beberapa menit kemudian …Bill pun tiba di hadapan Mx, dan ia langsung berkata dengan sedikit tergesa, tapi tidak meninggalkan ke

  • Sang Pengawal   Part 209

    Setelah mendapatkan pukulan maut dari Max, pria berpakaian kelabu itu pun tampak begitu ketakutan. Dia sendiri adalah seorang salah satu master beladiri yang dulu pernah menolong dan mengobati Rex.Kemampuannya tidak bisa disebut sebagai sang ahli amatir atau pemula. Namun juga tidak bisa dikatakan sebagai tingkat utama, karena masih banyak ilmu yang harus dikuasai olehnya.Meskipun begitu, di hadapan Max ia bahkan tidak sanggup untuk menahan pukulan dan langsung terhempas begitu saja hanya oleh sebuah pukulan saja.Sekarang ini, pria berpakaian abu-abu itu sudah terluka sangat parah. Dia sama sekali tidak memiliki tenaga untuk bertarung lagi.Saat ia melihat Max berjalan menghampiri selangkah demi selangkah, wajah pria itu pun semakin terlihat pucat seperti sudah tidak ada aliran darah di sana.Max dengan angkuh datang menghampirinya, dan Ia pun bertanya dengan nada yang dingin, “Siapa yang telah menyuruhmu ke sini dan membunuh putri Nyonya Vanessa?”Begitu mendengar pertanyaan Max,

  • Sang Pengawal   Part 208

    Cahaya yang terpancar itu mengarah pada leher Olive. Dia pasti mati kalau sampai belati itu memotong urat leher Olive. Gerakannya begitu cepat, sampai tidak ada orang yang sempat melakukan sesuatu.“Aaa tidaak!” Saat itu Daniel berteriak lantang, ia takut jika sesuatu terjadi pada kakaknya. Berbeda sekali dengan Vanessa yang entah dimana keberadaannya sekarang. Mungkinkah wanita itu melarikan diri.Max hanya memaki dalam hati, “Dasar perempuan tidak berguna. Ibu macam apa dia membiarkan darah dagingnya berada dalam bahaya.”Max pun dengan cepat menggeser tubuh kedua anaknya pada Jade yang sekarang berdiri di belakangnya. Jade langsung mendekap anak itu dengan erat. Sekelebat bayangan pun melintas dan berdiri di samping Max.Itu adalah Zack yang bersiap untuk mendampingi Max. Bersama dengan Max ia melayangkan tinju dan Bruk! Sebuah dentuman terdengar sanagt nyaring, seolah-olah seluruh ruangan meledak terkena pukulan Max dan Zack.Max tidak akan pernah memberi ampun pada siapapun yang

  • Sang Pengawal   Part 208

    Hari ini adalah hari ulang tahun Olive. Vanessa telah menyiapkan sebuah pesta besar. Ia menyewa taman hotel Prime Bayview hanya untuk menyenangkan anak perempuannya.Tak heran jika Olive sempat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Ibunya. Sejah ayahnya sakit, ia sama sekali tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ibunya, hanya tekanan dan bahkan hukuman untuknya. Namun bagaimanapun juga Olive adalah seorang anak yang juga membutuhkan kasih sayang orang tua.Meski hari ini Olive merasakan kebahagiaan, tapi sesungguhnya kebahagiaan itu tidak untuknya. Pesta ini dibuat oleh Vanessa demi memperlancar bisnisnya.“Olive, selamat ulang tahun. Jadilah anak yang pintar dan panutan untuk adikmu. Bahagialah selalu Olive,” batin Max yang sedari tadi memperhatikan putri sulungnya dari kejauhan.Saat ini ia sama sekali tidak berani untuk menunjukkan wajahnya di dekat anak itu. Meski sesungguhnya ia ingin memeluk Olive seperti yang biasa dilakukan setiap anak sulungnya berulang tahun. Namun se

  • Sang Pengawal   PArt 207

    Cepat-cepat Max merubah ekspresinya. Ia kembali memasang wajah dingin, jangan sampai Vanessa melihat perubahan pada wajahnya.“Oh, benarkah Nyonya? Saya tidak tahu mengenai kapan ulang tahun mereka, istriku juga tidak bercerita apa-apa,” jawab Max.Vanessa tertawa dingin, “Ha ha sudahlah kau tidak mengetahui ulang tahun mereka itu tidak masalah. Bukankah itu bukan kewajibanmu, lagipula belakangan ini kau lebih sering mengawalku dibanding mengurus kedua anak itu. Sekarang mereka berdua sudah menjadi tanggung jawab istrimu.”“Saya mengerti Nyonya. Hanya saja saya sedikit kaget saat anda menanyakan tentang mereka berdua.”Vanessa mendesah napas panjang, “Yah aku tahu. Meski aku jauh dari mereka dan sudah lama tidak saling menyapa, bahkan aku sempat berpikir untuk membawa mereka ke sekolah asrama saja. Kau tahu kan anak-anak itu sangat berisik!”Max tidak berkata apa-apa. Kalau boleh dikata, dia yang lebih peduli dengan anak-anak dibanding Vanessa. Jade sendiri sudah lama menginginkan keh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status