Share

Part 2

Penulis: Rindu Rinjani
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-29 08:31:38

Di batas kota...

Lalu lintas terpaksa ditutup oleh petugas polisi. Hanya ada mobil polisi dan ambulance saja yang diperbolehkan berada di sana.

Keadaan di sana begitu ricuh, sebuah sean mewah dengan logo macan kumbang tampak terbalik dan nyaris saja masuk ke jurang. Di depannya ada pohon besar yang baru saja tumbang dan menimpa bagian mobil mewah itu. Di belakangnya tampak truk trailer yang oleng akibat tabrakan yang barusan terjadi.

Dalam mobil hitam itu tampak seorang lelaki muda yang masih mengenakan sabuk pengaman dan tak sadarkan diri. Wajahnya penuh darah akibat pecahan kaca, bahkan sebagian kepalanya nyaris keluar melalui jendela samping. Petugas terlihat sedikit kesulitan untuk mengeluarkan lelaki itu.

Lelaki yang celaka itu Maxim, salah satu pengawal Don Ramford yang saat itu mendapatkan tugas untuk membawa mobil mewah itu ke bengkel dan melakukan service reguler. Maxim memang berstatus pengawal bagi Don Ramford. Namun dalam kenyataannya lelaki itu lebih sering diperlakukan selayaknya pesuruh yang selalu mengerjakan hal yang remeh.

Semua karena Maxim adalah pengawal yang paling lemah diantara yang lain. Lelaki itu mudah lelah dan tak pernah menang setiap kali ada latihan pertandingan bela diri. Saat latihan fisik pun ia selalu berada di urutan paling belakang.

Alasan yang membuat Don Ramford bersedia menerimanya sebagai pengawal adalah, karena lelaki itu memiliki kepatuhan yang tinggi, dan mudah untuk diperalat. Apalagi, saat itu Maxim memohon dengan sangat agar bisa diterima menjadi pengawalnya.

                        ***

Perlahan Ernest membuka kedua matanya, kemudian menoleh ke arah kanan dan kiri. Sekelilingnya berwarna putih dan asing baginya. Bahkan ia bisa melihat kabut di depannya dengan jelas.

Kejutan yang ia terima tak hanya di situ, Ernest yang biasanya hanya berbaring lemah di ranjang empuknya pun bisa menggerakkan tangan bahkan duduk. Pria matang itu mengangkat telapak tangannya dan membolak-balikkannya.

Ia tersenyum lalu sedikit tertawa dan berkata, “aku … aku bisa duduk dan menggerakkan tanganku. Aku sudah membaik.”

Raut wajah yang cerah terlukis pada kulitnya yang putih. Ia mencoba mengangkat tangannya dan menyentuh wajah dan rambut pirangnya untuk meyakinkan diri kalau ia memang sudah bisa menggerakkan tubuhnya.

“Aku bisa … aku bisa melakukannya!” serunya sendirian.

Pria berusia kepala empat itu pun mencoba untuk menggerakkan kakinya dan menekuk lutut. Semuanya terasa ringan dan mudah untuk digerakkan. Wajahnya yang dulu selalu suram dan pucat karena penyakit yang dideritanya secara menahun pun sudah tak lagi ia rasakan.

Ernest melihat ke arah sekeliling lagi, mencoba mencari dimana tongkat penyangga yang beberapa bulan lalu pernah ia gunakan, tapi ternyata nihil. Ia tak menemukan apapun di sana selain kabut yang mengitari dirinya. Anehnya kabut itu terasa hangat menyentuh kulitnya yang pucat.

Pria bertubuh rata-rata itu pun mencoba untuk berdiri tegak, lalu melangkahkan kakinya yang telanjang secara perlahan, dan ia berhasil.

“A … aku bisa berjalan lagi? Ini sungguh ajaib,” gumamnya sendirian.

Ia pun melangkah lagi, sambil mencoba untuk memikirkan dimana ia berada saat ini.

“Tapi ini dimana ya? Apa aku di rumah sakit? Jika ya kenapa tidak ada alat-alat medis maupun brankar? Jika di rumahku, kenapa tak ada perabotan dan semuanya berwarna putih? Apa aku benar-benar sudah dibuang oleh Vanessa ke tempat yang jauh?” pikirnya sambil menahan amarah mengingat apa yang diam-diam dilakukan sang istri bersama Leon Ramford.

Tiba-tiba Ernest teringat akan kalimat terakhir yang dibisikkan oleh Leon Ramford beberapa saat lalu. Saat itulah tangannya mengepal kuat dan napasnya memburu. Amarah yang berkecamuk di dadanya begitu besar tiap kali ia mengingat perkataan Ramford di telinganya.

“Huh, persetan dengan dimana aku sekarang, yang terpenting saat ini aku harus mencari Olive dan Daniel. Mereka harus segera kuselamatkan dari kejahatan yang akan dilakukan oleh Vanessa dan Leon,” gumamnya kemudian melangkah ke sembarang arah.

Pria itu terus berteriak, meneriakkan nama kedua anaknya. Sementara Vanessa? Ia sudah tak peduli lagi akan nama itu. Sudah tak ada tempat bagi seorang pengkhianat seperti istrinya yang cantik itu.

“Olive … Daniel!” serunya, tapi tak ada jawaban sama sekali.

Ernest terus saja melangkah dan meneriakkan nama kedua anaknya. Lagi-lagi ia tak mendapatkan jawaban dan hanya melihat kabut putih yang terasa hangat di tubuhnya.

“Olive, Daniel kalian dimana? Ayo ikut ayah, kita akan hidup bersama dengan bahagia. Ayah akan selalu menjaga kalian semua!” teriaknya.

Entah berapa lama Ernest berkeliling di tempat asing itu. Berapa langkah kaki yang telah ia ciptakan dan hasilnya masih nihil. Ia pun menjatuhkan tubuhnya hingga posisi berlutut. Lelah dan mungkin frustasi karena tak menemukan kedua buah hatinya.

Saat itulah dari arah di depannya cahaya putih muncul dengan begitu menyilaukan, dan membuat Ernest harus menutupi sebagian matanya dengan telapak tangan. Cahaya itu pun perlahan-lahan meredup dan menampilkan bayangan seseorang yang berjalan diantara kabut yang hangat itu.

“Si … siapa disitu?” tanya Ernest.

Pria bermata cokelat itu pun mendekat ke arah bayangan yang berada di tengah kabut dengan langkah kaki yang lebar. Ia menginginkan jawaban dari apa yang berada di otaknya saat ini.

Bayangan itu pun semakin mendekat pada Ernest dan membuat jarak mereka berdua semakin lama semakin dekat. Saat itulah Ernest dapat melihat dengan jelas, di hadapannya ada seorang pria seusianya. Pria itu berpakaian serba putih dan sekelilingnya tampak bercahaya. Pria asing itu pun tersenyum dengan tulus padanya.

“A … Anda siapa? Bisakah Anda memberi tahuku dimana aku? Atau mungkin Anda bisa mengatakan padaku dimana kedua anakku berada, aku harus menyelamatkan mereka semua,” kata Ernest dengan nada bicara yang terlihat begitu khawatir.

Pria itu tidak menjawab pertanyaan Ernest, ia hanya mengarahkan jari telunjukkan ke arah kanan, seketika itu dari satu kabut muncul gambar kedua anaknya yang menangis histeris. Kedua anak itu berada di samping tempat tidur sambil mengguncang-guncangkan tubuh seseorang. Yang mengejutkan dirinya, tubuh yang ia lihat tengah diguncang oleh Olive dan Daniel adalah tubuhnya.

Beribu pertanyaan pun muncul di kepalanya. Ia berada di sini, tapi kenapa kedua anaknya dapat mengguncang-guncangkan tubuhnya yang terbaring di tempat tidur.

Pria di hadapannya pun kembali mengarahkan telunjuk ke samping gambar Olive dan Daniel. Di situ terlihat jelas bagaimana istrinya Vanessa dan Leon Ramford tampak bermesraan di ruang duduk dengan keadaan nyaris tanpa busana.

“Ada apa ini semua, kenapa kedua anakku mengguncangkan tubuhku, sementara aku berada di sini?” tanya Ernest tak mengerti.

Pria berpakaian serba putih itu pun hanya tersenyum singkat kemudian melirik ke arah Ernest.

“Tentu saja kedua anak kecil itu menangisi kematianmu. Dirimu yang di sini adalah arwah yang sudah terpisah dari jasadmu di dunia,” kata pria itu menjelaskan.

“A … aku sudah mati? Arwah?” tanya Ernest yang dijawab anggukan pria di hadapannya.

“Tidak … tidak itu tidak benar!” teriak Ernest yang begitu menggelegar, kemudian tubuhnya kembali jatuh bersimpuh.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sang Pengawal   Part 212

    Sementara itu di pegunungan Aiken Mountain, tempat yang sangat dingin dan selalu dipenuhi kabut sepanjang tahun. Di sebuah area tanah yang lapang penuh tampak sebuah bangunan yang berdiri dengan kokoh. Di situ tempat berdirinya kelompok persaudaraan legenda bintang enam. Tak jauh dari bangunan itu tampak ratusan orang dengan pakaian serba hitam berdiri berjajar. Mereka semua menggenggam pedang dengan erat yang terbuat dari baja.Kesemuanya menunjukkan aura kematian yang sangat kuat, sekuat pedang mereka. Saat mereka memotong besi, sudah seperti memotong ranting, sangat mudah. Hanya dalam hitungan detik saja akan mampu terbelah menjadi dua bagian.Kedua mata mereka memandang begitu tajam seperti iblis dari neraka yang siap untuk menghancurkan.Mereka adalah pasukan kedua yang memang dibentuk oleh Max. Mereka semua gabungan dari pengawal terlatih yang bekerja pada Tuan Ramford.Karir Max sebagai pengawal memang melaju pesat. Dia yang awalnya tidak memiliki kemampuan dan hanya diremehka

  • Sang Pengawal   Part 210

    Seketika pria berpakaian kelabu itu pun ketakutan. Wajahnya semakin lama semakin pucat pasi, “Lepaskan aku! Lepaskan!” Pria itu terus saja berteriak.Sekarang ini dia sedang merasakan aura yang mengerikan dan siap membunuh dari orang-orang yang bersamanya ini. Pria ini sangat yakin kalau orang-orang yang membawanya sekarang sudah sering membunuh orang.Dia pun yakin kalau bukan satu dua atau tiga orang yang pernah dibunuh. Mungkin saja jumlahnya ratusan. Jika tidak, tak mungkin ia bisa merasakan keganasan orang-orang itu.Sikap mereka memang terlihat biasa saja, tapi saat mengeluarkan senjata dan menyeret tubuhnya, semua tampak begitu ringan dan tidak ada kendala sama sekali. Seolah tidak ada beban apa-apa yang dialaminya.Pria bergaya kuno ini sampai tidak berani untu membayangkan apa yang akan ia terima kalau sampai jatuh ke dalam genggaman mereka.Selang beberapa menit kemudian …Bill pun tiba di hadapan Mx, dan ia langsung berkata dengan sedikit tergesa, tapi tidak meninggalkan ke

  • Sang Pengawal   Part 209

    Setelah mendapatkan pukulan maut dari Max, pria berpakaian kelabu itu pun tampak begitu ketakutan. Dia sendiri adalah seorang salah satu master beladiri yang dulu pernah menolong dan mengobati Rex.Kemampuannya tidak bisa disebut sebagai sang ahli amatir atau pemula. Namun juga tidak bisa dikatakan sebagai tingkat utama, karena masih banyak ilmu yang harus dikuasai olehnya.Meskipun begitu, di hadapan Max ia bahkan tidak sanggup untuk menahan pukulan dan langsung terhempas begitu saja hanya oleh sebuah pukulan saja.Sekarang ini, pria berpakaian abu-abu itu sudah terluka sangat parah. Dia sama sekali tidak memiliki tenaga untuk bertarung lagi.Saat ia melihat Max berjalan menghampiri selangkah demi selangkah, wajah pria itu pun semakin terlihat pucat seperti sudah tidak ada aliran darah di sana.Max dengan angkuh datang menghampirinya, dan Ia pun bertanya dengan nada yang dingin, “Siapa yang telah menyuruhmu ke sini dan membunuh putri Nyonya Vanessa?”Begitu mendengar pertanyaan Max,

  • Sang Pengawal   Part 208

    Cahaya yang terpancar itu mengarah pada leher Olive. Dia pasti mati kalau sampai belati itu memotong urat leher Olive. Gerakannya begitu cepat, sampai tidak ada orang yang sempat melakukan sesuatu.“Aaa tidaak!” Saat itu Daniel berteriak lantang, ia takut jika sesuatu terjadi pada kakaknya. Berbeda sekali dengan Vanessa yang entah dimana keberadaannya sekarang. Mungkinkah wanita itu melarikan diri.Max hanya memaki dalam hati, “Dasar perempuan tidak berguna. Ibu macam apa dia membiarkan darah dagingnya berada dalam bahaya.”Max pun dengan cepat menggeser tubuh kedua anaknya pada Jade yang sekarang berdiri di belakangnya. Jade langsung mendekap anak itu dengan erat. Sekelebat bayangan pun melintas dan berdiri di samping Max.Itu adalah Zack yang bersiap untuk mendampingi Max. Bersama dengan Max ia melayangkan tinju dan Bruk! Sebuah dentuman terdengar sanagt nyaring, seolah-olah seluruh ruangan meledak terkena pukulan Max dan Zack.Max tidak akan pernah memberi ampun pada siapapun yang

  • Sang Pengawal   Part 208

    Hari ini adalah hari ulang tahun Olive. Vanessa telah menyiapkan sebuah pesta besar. Ia menyewa taman hotel Prime Bayview hanya untuk menyenangkan anak perempuannya.Tak heran jika Olive sempat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Ibunya. Sejah ayahnya sakit, ia sama sekali tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ibunya, hanya tekanan dan bahkan hukuman untuknya. Namun bagaimanapun juga Olive adalah seorang anak yang juga membutuhkan kasih sayang orang tua.Meski hari ini Olive merasakan kebahagiaan, tapi sesungguhnya kebahagiaan itu tidak untuknya. Pesta ini dibuat oleh Vanessa demi memperlancar bisnisnya.“Olive, selamat ulang tahun. Jadilah anak yang pintar dan panutan untuk adikmu. Bahagialah selalu Olive,” batin Max yang sedari tadi memperhatikan putri sulungnya dari kejauhan.Saat ini ia sama sekali tidak berani untuk menunjukkan wajahnya di dekat anak itu. Meski sesungguhnya ia ingin memeluk Olive seperti yang biasa dilakukan setiap anak sulungnya berulang tahun. Namun se

  • Sang Pengawal   PArt 207

    Cepat-cepat Max merubah ekspresinya. Ia kembali memasang wajah dingin, jangan sampai Vanessa melihat perubahan pada wajahnya.“Oh, benarkah Nyonya? Saya tidak tahu mengenai kapan ulang tahun mereka, istriku juga tidak bercerita apa-apa,” jawab Max.Vanessa tertawa dingin, “Ha ha sudahlah kau tidak mengetahui ulang tahun mereka itu tidak masalah. Bukankah itu bukan kewajibanmu, lagipula belakangan ini kau lebih sering mengawalku dibanding mengurus kedua anak itu. Sekarang mereka berdua sudah menjadi tanggung jawab istrimu.”“Saya mengerti Nyonya. Hanya saja saya sedikit kaget saat anda menanyakan tentang mereka berdua.”Vanessa mendesah napas panjang, “Yah aku tahu. Meski aku jauh dari mereka dan sudah lama tidak saling menyapa, bahkan aku sempat berpikir untuk membawa mereka ke sekolah asrama saja. Kau tahu kan anak-anak itu sangat berisik!”Max tidak berkata apa-apa. Kalau boleh dikata, dia yang lebih peduli dengan anak-anak dibanding Vanessa. Jade sendiri sudah lama menginginkan keh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status