Kesatria Mawar의 모든 챕터: 챕터 81 - 챕터 90
98 챕터
Bagian 81
“Hatsuyy! Hatsuy!”Debu berterbangan saat lantai di sapu menyebabkannya bersin berkali-kali. Tak ingin menjadi beban, Pangeran Heydar tengah mencoba membersihkan rumah yang tak seberapa luas itu. Dia cukup patuh untuk tidak nekat memotong kayu bakar. Shirin memang melarangnya karena khawatir luka akan kembali terbuka. Sang pangeran pun terus berjibaku dengan alat-alat pembersih dalam waktu yang cukup lama.“Akhirnya selesai juga.”Pangeran Heydar melemaskan otot setelah mengelap meja. Dia pergi ke halaman belakang untuk merendam lap kotor di dalam ember. Namun, baru saja kakinya hendak melangkah kembali ke rumah, firasat buruk melintasi benak. Wajah Shirin membayang.“Ada yang tidak beres .... Ah! Aku harus bergegas.”Pangeran Heydar mengobrak-abrik dapur. Dia mendesah berat ketika hanya menemukan pisau daging di sana. Sebagai pengguna pedang, senjata yang lebih pendek cukup menyulitkan. Namun, Pangeran Heydar ta
더 보기
Bagian 82
Pangeran Heydar menatap Shirin dengan penuh harap. Keresahan merasuki hatinya melihat gadis pujaan terdiam lama, seolah-olah tak mampu melanjutkan ucapan. Debaran jantung cukup keras hingga terdengar samar oleh telinga.Waktu yang berlalu terasa mencekik. Pangeran Heydar menggigit sudut bibir. Namun, dunia seakan runtuh saat dia melihat Shirin menggeleng lemah. Entah kenapa patah hati kali ini jauh lebih menyakitkan daripada pengkhianatan Ghumaysa. Pangeran Heydar semakin menyadari rasa di antara dia dan si peri iblis tak lebih dari hasrat akan godaan kecantikan.“Maaf, aku tidak bisa menjadi kekasihmu, Heydar.” Suara Shirin bergetar hebat.Pangeran Heydar benar-benar tak mengerti. Dia sangat meyakini gadis itu memiliki perasaan yang sama. Pipi merona, sering salah tingkah, sorot mata penuh perhatian selalu ditunjukkan Shirin. Bukankah menjadi tidak wajar jika pernyataan cinta berujung dengan penolakan?Saat memikirkan hal itu, Pangeran Heydar
더 보기
Bagian 83
Waktu berlalu tanpa terasa. Hubungan Shirin dan Pangeran Heydar masih agak canggung. Meskipun berada di bawah satu atap, mereka malah saling menghindar. Shirin menyibukkan dirinya dengan membuat berbagai jenis ramuan obat. Sementara Pangeran Heydar kembali melatih ilmu bela diri dan teknik berpedangnya. Dia bahkan membuat pedang dari kayu untuk menunjang latihan. “Ha! Hyat!”                        Pedang kayu terus dipukulkan ke boneka latihan. Keringat membasahi tubuh kekar Pangeran Heydar. Namun, wajahnya tak tampak letih sedikit pun. Dia memang petarung hebat dari sejak lama. Sungguh sayang, petarung sehebat dirinya pernah terperdaya akibat cinta.Bruk! Bruk! Krak!Boneka kayu latihan patah. Begitu juga dengan pedang kayu di tangan Pangeran Heydar. Dia tersenyum puas. Hasil latihan terakhir cukup baik.
더 보기
Bagian 84
Tes Tes TesRintik hujan mengecup bumi. Shirin tersentak, lalu refleks mendorong Pangeran Heydar. Pipinya yang merona sangat menggemaskan, membuat sang pangeran terkekeh."Rupanya, langit cemburu dengan kita," canda Pangeran Heydar.Wajah Shirin semakin memerah. Dia mencubit lengan kokoh itu dengan gemas. Pangeran Heydar seketika tergelak."Sudah! Sudah! Jangan bercanda! Kita harus segera masuk ke rumah atau akan basah semua."Pangeran Heydar menyeringai nakal. "Hmm ...  sepertinya basah semua tidak buruk juga. Tubuh kekarku akan semakin seksi."Wajah Shirin sudah seperti kepiting rebus. Dia mengibas-ngibaskan tangan di atas kepala, seperti mengusir sesuatu. Sementara rintik hujan sudah membuat titik-titik kecil di rambut mereka.Pangeran Heydar menjadi semakin semangat untuk menggoda. "Bukankah akan romantis berciuman di bawah hujan?" ledeknya.Shirin sudah tidak tahan lagi. Wajahnya benar-benar cemberut, meskipu
더 보기
Bagian 85
Aroma khas seketika menyeruak saat pintu perpustakaan dibuka. Barisan rak penuh buku yang terawat memanjakan mata. Bentuknya dibuat dengan unik. Raja dua generasi di atas Atashanoush merancangnya sendiri karena begitu mencintai buku-buku. Putri Arezha menghela napas berat. Gadis itu tak pernah cocok dengan sesuatu yang berkaitan dengan belajar. Namun, entah kenapa hari ini dia begitu ingin mengunjungi perpustakaan. Mungkin alasannya adalah kesepian. Sang ibu mogok bicara karena masih merajuk setelah mengetahui kematian Putri Kheva. Ratu Azanie menyalahkan Pangeran Fayruza yang tak ikut serta. Akhirnya, mereka menjadi perang dingin. Tinggallah Putri Arezha dan Raja Faryzan pusing tujuh keliling mendamaikan keduanya. "Syukurlah, mereka benar-benar di sini!" seru Putri Arezha riang begitu melihat Kyra dan Ava duduk berhadapan di meja paling pojok. Mereka memang tujuannya. Sejak Gulzar Heer tak sadarkan diri, mereka memang terus berjibaku mencari jalan ke
더 보기
Bagian 86
“Shirin ... Kayvan ...."Suara merdu, tetapi beraksen tegas itu mengusik pendengaran Shirin. Kehangatan melingkupi tubunya, melenyapkan segala rasa sakit yang sebelumnya merajam. Perlahan, dia membuka kelopak mata. Shirin terperenyak.Wajah cantik yang familiar terpampang di depan mata. Sewaktu kecil, dia sangat mengagumi wanita itu. Ratu terbaik yang pernah dimiliki Kerajaan Asytar, berhati lembut dan selalu welas asih terhadap rakyat.Shirin refleks mengepalkan tangan. Dia teringat bagaimana Ghumaysa membuat ratu mereka menderita, hingga bunuh diri di Lembah Mawar. Shirin memang masih berusia 5 tahun saat itu. Namun, dia memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan dapat menyadari masalah yang tengah membebani orang tuanya.Setelah insiden Ratu Daria di Lembah Mawar, amarah Raja Atashanoush meledak. Dia hampir menghancurkan seluruh negeri. Kayvan terpaksa membelenggu sang raja untuk sementara sampai dapat menenangkan diri. Kerajaan Asytar dibayangi k
더 보기
Bagian 87
Pusaran cahaya terus menyeret Shirin. Begitu menyilaukan sampai-sampai dia harus menutup mata. Perlahan, rasa hangat yang melingkupi tubuh memudar dan tersisa di telapak tangan, lebih tepatnya terasa seperti genggaman dari sesuatu yang kokoh."Shirin, kumohon bertahanlah."Suara maskulin yang selalu membuat jantungnya berdebar menyentak kesadaran. Shirin perlahan membuka mata. Wajah cemas Pangeran Heydar menyambutnya. Mata elang yang berkaca-kaca terasa mengiris hati. Dengan susah payah, dia mengangkat tangan, lalu menyeka buliran bening di pipi Pangeran Heydar."Heydar, aku baik-baik saja ...," desisnya lemah.Pangeran Heydar tersentak. Dia mempererat genggaman di tangan kanan Shirin. Sementara itu, tangan kirinya mengusap lembut pipi gadis pujaan hati dengan sedikit gemetar. Dada terasa sesak. Rasa bahagia yang meluap-luap terkadang bisa menjadi sangat menyakitkan.“Kau tahu, Shirin? Selama 2 hari kau tidak sadar, aku ... aku takut sekali.
더 보기
Bagian 88
Mendengar teriakan tuannya, Alizeh yang tengah berlatih di halaman istana melesat cepat ke atas. Tak memerlukan waktu lama hingga dia berdiri di balkon kamar Ghumaysa. Meskipun rasa gugup bercampur takut menyelimuti hati, gadis pengendali angin itu tetap mengetuk kaca jendela dengan tempo tertentu.“Saya di sini, Nona Ghumaysa,” salamnya santun.Prang!Alizeh meringis. Meskipun sudah berusaha membuat perisai angin,  beberapa keping serpihan kaca terlambat dihindari dan menancap di kaki dan lengannya. Dia menggigit sapu tangan, lalu mulai mencabuti stu per satu pecahan kaca. Rasa perih teramat menyiksa, hingga lelehan air mata menuruni pipinya.Namun, Alizeh tak bisa berlarut-larut meratapi rasa sakit. Suara langkah kaki yang khas terdengar mendekat, terasa mengintimidasi. Alizeh seketika melakukan salam penghormatan dengan posisi berlutut. Untunglah, dia sempat menyingkirkan pecahan kaca di lantai dengan embusan angin.Tak
더 보기
Bagian 89
Ghumaysa dan pasukan silumannya melesat cepat menyusuri Sungai Lispen. Dari penerawangannya, vegetasi hutan di sekitar pondok Shirin mirip dengan vegetasi Sungai Lispen. Rasa kesalnya menjadi semakin menjadi-jadi. Bertahun-tahun mencari Shirin, ternyata keberadaan gadis itu sangatlah dekat. “Jika aku bisa mendapatkan kalian berdua, suatu keberuntungan yang luar biasa. Kebangkitan pedang hitam dengan sempurna dan permata manna angin dengan kekuatan luar biasa,” gumam Ghumaysa. Dia terus membayangkan masa depan gemilang, hingga akhirnya mereka tiba di penghujung Sungai Lispen. Sepuluh langkah ke depan adalah air terjun. Ghumaysa mengangkat tangan, sebuah isyarat untuk berhenti. Pasukan siluman dengan patuh berbaris rapi menunggu instruksi selanjutnya. Ghumaysa turun ke sungai. Dia tersenyum semringah saat melihat kain yang terjepit di di bawah batu. Kain itu terbuat dari bahan tidak biasa, hanya dimiliki oleh anggota keluarga Kerajaan Arion. Artinya, P
더 보기
Bagian 90
Kaili memusatkan manna di telapak tangan. Meskipun mungkin tidak akan menyebabkan luka fatal, paling tidak dia bisa memberi kesempatan kepada Ava dan Kyra untuk melarikan diri. Kayvan pernah menceritakannya tentang pengorbanan beberapa pengendali hebat di masa lalu. “Mungkin kali ini adalah giliranku,” gumam Kaili dalam hati. "Kenapa kau bisa ada di sini, Kaili?" Suara merdu yang terdengar tegas dan sedikit ketus membuyarkan konsentrasi Kaili. Bola manna di tangannya seketika terpecah. Serpihannya terlempar ke sembarang arah, membekukan sebagaian rerumputan. Meskipun begitu, ketegangan dan ketakutan sudah raib. Kaili mengenal suara itu. Dia cepat berbalik. Benar saja, wajah cantik Houri sudah menyambutnya. Kaili mengenggam tangan sang peri dan menatap dengan sorot mata memelas. Ava dan Kyra hanya bisa terbengong-bengong menyaksikan hal itu. Mereka memang belum pernah bertemu Houri. "Peri Houri, tolong kami!" pinta Ka
더 보기
이전
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status