Semua Bab Pendekar Kujang Emas: Bab 11 - Bab 20
618 Bab
11. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas
Jurig Lolong tiba-tiba memekik keras. Makhluk itu dengan cepat berlari ke arah Lingga dengan wajah murka. Ki Petot yang berada di tangannya dibuat terombang-ambing ke kiri dan kanan. Jurig Lolong tanpa ampun langsung menghantam palu godam ke arah Lingga. Akan tetapi, Lingga sudah lebih dahulu melompat hingga posisinya sejajar dengan wajah Jurig Lolong. Kujang emasnya segera tertuju pada makhluk hitam itu. Secara mengejutkan, petir  keluar dari ujung kujang dan langsung menyambar Jurig Lolong. Jurig Lolong meraung keras. Tubuhnya berubah kaku dan setelahnya menghilang bagai debu tertiup angin. Untungnya, Ki Petot sama sekali tak mendapatkan efek apa pun dari serangan tersebut. Meski begitu, tubuhnya meluncur cepat ke bawah. Lingga dengan cepat menangkap tubuh Ki Petot, lalu membaringkannya di tanah. “Lingga,” gumam Ki Petot. Lingga mengarahkan kujang emas itu ke arah Ki Petot, dan secara ajaib benda itu menyembuhkan luka dan menghilangkan
Baca selengkapnya
12. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas
Darah langsung menyembur dari mulut dan punggung Ki Petot ketika tangan Kartasura berhasil melubangi dadanya. Kuku beracun itu kini bersiap untuk mengincar jantungnya.Ki Petot segera memfokuskan kekuatan di kedua tangan dan kaki. Dalam sekajap, tubuhnya tiba-tiba menghilang dan kembali muncul di belakang Kartasura. Berperang dengan rasa sakit yang teramat sangat, kakek tua itu langsung menyerang mantan muridnya dengan membabi buta. Kedua tangan dan kakinya mengeluarkan cahaya putih seperti cakar harimau.“Ah!” Kartasura kontan memekik kencang. Sayap kelelawar dan taring di giginya mendadak hilang, bola matanya pun kembali normal. Tak lama setelahnya, ia ambruk di tanah dengan kondisi punggung yang penuh dengan luka cakaran.“Ku-kurang ... kurang ajar kau, Aji Panday!” maki Kartasura seraya memaksakan diri menoleh ke belakang.Ki Petot tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menghabisi lawan. Dengan darah yang kian deras menyembur dari
Baca selengkapnya
13. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas
Malam kembali menguasai langit. Cahaya lampu obor tampak menerobos celah-celah kecil sebuah bangunan besar di tengah hutan. Tampak seorang pria bertubuh tinggi tengah mondar-mandir dengan kedua tangan berada di belakang punggung. Matanya memidai tajam ke sekeliling.Pria itu mengembus napas panjang, kemudian duduk di kursi singgasana. Tatapannya menyisir satu per satu bawahan yang tengah berlutut di depannya. “Aku bisa merasakan jika sesuatu yang berbahaya telah terjadi beberapa hari kemarin,” ucapnya.Empat orang yang tengah berlutut di depannya saling menoleh, tetapi tak berani mendongak, terlebih menyela ucapan pria yang tengah duduk di kursi singgasana. “Aku bahkan bisa merasakan darahku mendidih saat ini,” lanjut pria berkulit kemerah-merahan itu. Kuku-kuku jarinya mendadak memanjang sesaat. Ada kilat kemarahan yang terpancar di kedua bola matanya. Sebagai manusia setengah iblis, ia tidak pernah merasa segelisah ini.Pri
Baca selengkapnya
14. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas
“Hamba mohon jangan dengarkan ucapan Kartasura dan pemuda itu, Gusti,” ujar Argaseni. Tubuhnya segera memutar dan menghadap punggung Totok Surya.Totok Surya seketika menoleh pada Argaseni. Dalam satu kediapan mata, pria itu dibuat melayang hingga menabrak dinding bangunan.Kartasura tersenyum tipis saat melihat Argaseni terkapar sembari menahan perih. Pemandangan itu benar-benar menghiburnya saat ini. Sudah lama ia tidak menyukai Argaseni karena pria itu terus meremehkannya.“Lalu di mana anak itu, Kartasura?” tanya Totok Surya.Mendengar hal itu, Kartasura langsung menegang. Bola matanya membulat seperti telur ayam. “Am-ampun, Gusti. A-anak itu ... berhasil membawa kujang emas itu. Saat hamba akan mengejarnya, hamba dihalangi oleh Aji Panday.”“Bodoh!” Totok Surya mengibaskan satu tangan yang menyebabkan Kartasura langsung terlempar ke belakang.Kartasura yang tak siap tiba-tiba sudah menabra
Baca selengkapnya
15. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas
Kartasura dan Argaseni langsung melompat ke tanah lapang. Sementara itu, tiga anggota Cakar Setan dan Wira segera mendekat ke sisi lokasi. Pertarungan itu langsung menjadi pusat perhatian. Dalam waktu singkat, lokasi itu dipenuhi oleh banyak pendekar. “Aku beruntung sekali karena memiliki seseorang untuk menguji kekuatan baruku.” Kartasura terkekeh. “Aku harap kau tidak menyesali perbuatanmu karena berani menantangku. Terakhir kali aku menghajarmu, kau tak sadarkan diri selama dua hari, Kartasura.” Argaseni menyeringai. “Kau bisa memohon ampun dan menangis jika kau merasa tidak bisa lagi bertarung.” “Seperti biasa kau selalu saja banyak bicara. Tapi di pertarungan ini, aku akan membuatmu bungkam selamanya.” Argaseni meludah. “Matilah!” Kartasura dan Argaseni langsung menerjang ke depan. Kedua pria itu menyerang dengan pukulan dan tendangan beruntun. Keduanya tampak imbang untuk sementara waktu. Debu-debu tanah menyesaki area pertarungan hingga
Baca selengkapnya
16. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas
“Sialan kau, Kartasura!” pekik Argaseni dengan wajah memerah. “Aku akan membunuhmu!”Kartasura melompat ke arah Wira. Pria itu kembali ke keadaan semula. Sejujurnya, ia terkejut dengan kekuatan yang dirinya miliki saat ini. Ia sangat sulit menghadapi ular raksasa milik Argaseni beberapa waktu lalu, tetapi sekarang ia dengan mudah mempermainkan mahluk sialan itu. Jadi, inikah kekuatan yang sudah diberikan Totok Surya padanya?Kartasura berjalan ke arah kumpulan anggota Cakar Setan yang masih terbaring di tanah. “Kita tahu siapa yang lebih hebat di sini sekarang,” ujarnya.“Kartasura! Aku tidak akan ....” Argaseni tiba-tiba batuk darah. Matanya menyorotkan pandangan penuh kebencian.Kartasura terkekeh, melewati anggota Cakar Setan tanpa menoleh sedikit pun. “Sebaiknya kita bergegas Wira.”“Baik, Raka.” Wira membuntuti dari belakang. Bibirnya menyungging senyum penuh kepuasan sete
Baca selengkapnya
17. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas
Kerajaan Kalong Setan tampak sepi malam ini, yang terlihat hanya beberapa pendekar yang tengah berjaga di gerbang depan dan belakang. Selepas kejadian semalam, Totok Surya belum keluar dari tempatnya bersemedi. Di sisi lain, empat anggota Cakar Setan tengah berada di tanah lapang bersama kumpulan bawahan mereka. “Kita akan berangkat menuju Ledok Beurit sekarang,” ujar Wulung, “anak buahku yang kuperintahkan untuk menjadi penyusup di pasukan Kartasura mengatakan jika Kartasura dan adiknya sudah berangkat ke Ledok Beurit setelah matahari terbenam.” “Lalu kenapa kau mengumpulkan kita tengah malam, Wulung?” tanya Argaseni dengan mata memelotot, “bisa saja Kartasura dan bocah bernama Wira itu lebih dulu menemukan bocah itu.” “Kau benar-benar bodoh, Argaseni,” maki Brajawesi. “Kau menantangku?” Argaseni segera memasang kuda-kuda. “Kau pikir aku takut?” Brajawesi ikut bersiaga. “Hentikan tindakan kalian.” Wulung menengahi. “Kita di sini untuk
Baca selengkapnya
18. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas
Di halaman padepokan, Kartasura tengah bersemedi. Beberapa ekor kelelawar muncul dari beberapa bagian tubuhnya, lalu terbang ke sekeliling hutan Ledok Beurit. Bayangan-bayangan pertarungannya dengan Lingga dan peristiwa saat anak itu memanggil kujang emas terus bermunculan dalam benak.Kartasura mencoba mengingat ke mana bocah itu pergi setelah dirinya terlempar ke dalam hutan. Saat  menyerang Ki Petot, Lingga sudah tidak berada di padepokan ini.Kartasura kembali membuka mata. Wira sudah berada di depannya dengan posisi berlutut. “Kau menemukan sesuatu, Wira?” tanyanya sembari berdiri.Wira ikut bangkit dari posisinya. “Aku baru ingat dengan kondisi murid padepokan, Raka. Aku sama sekali tidak bisa menemukan keberadaan mereka di tempat ini, begitupun dengan mayat para murid yang tewas. Saat aku berada di gua, samar-samar aku mencium bau beberapa murid, tapi setelahnya aku kehilangan bau mereka.”“Aku juga tidak bisa men
Baca selengkapnya
19. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas
Kartasura baru saja menarik mundur pasukannya dari Ledok Beurit. Kondisi hutan yang ramai dengan para pendekar perlahan sepi. Tak lama setelah kepergian mereka, tiga bayangan tampak berkelebat keluar dari sebuah gua, melompati dahan-dahan pohon, bergerak menuju perkampungan terdekat.Saat pagi mulai menyingsing, tiga orang itu berhenti di pinggiran sungai untuk beristirahat. Satu per satu dari mereka membasahi wajah dan rambut, berbagi minuman. Lokasi mereka saat ini berada di pinggiran Ledok Beurit.“Kita harus segera memberi kabar pada Ki Petot mengenai apa yang kita temukan,” ujar seorang pemuda bercaping hitam.“Apa itu pilihan yang bijak di saat kondisi Ki Petot sedang sakit parah, Indra?” tanya pemuda bercaping putih.“Aku sependapat dengan Arya. Lebih baik kita merahasiakan hal ini sampai keadaan Ki Petot kembali membaik,” sahut pemuda bertubuh kurus tinggi bernama Meswara.“Baiklah,” ujar Indr
Baca selengkapnya
20. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas
Indra, Arya dan Meswara seketika saling melempar pandangan, sedang Jaka hanya diam saat melihat ketiga kawannya seperti tengah berkomunikasi lewat tatapan dan gestur tubuh.“Bagaimana keadaan, Wira?” tanya Ki Petot, “kalian tidak perlu takut. Aku ... tidak akan menghukum kalian.”Indra menyikut Arya dan Meswara bergantian. Mau tak mau ketiganya harus mengatakan kabar mengenai Wira yang mereka lihat saat di Ledok Beurit tadi.“Katakan!” pinta Ki Petot tegas.“Wi-wira berhasil selamat, Ki,” ucap Indra pada akhirnya.“Lalu di mana dia sekarang?” tanya Ki Petot, “kenapa kalian tidak bersamanya?”Indra kembali menyikut Arya dan Meswara. Meski pemuda itu yang pertama kali mengusulkan untuk langsung memberi tahu Ki Petot, tetapi ia menjadi tak tega saat melihat kesedihan yang terpahat di wajah sang guru.“Se-sebenarnya ada hal yang ingin kami sampaikan soal Wira, K
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
62
DMCA.com Protection Status