All Chapters of MENGAPA CINTA MENYAPA: Chapter 41 - Chapter 50
137 Chapters
Cemburu
"Kamu hapal banget.""Maklum, kami sering ketemu di beberapa kesempatan. Bukan cuma di Bangkok atau  Jakarta saja. Eh, dia itu seperti kamu, Ran.""Seperti aku? Apanya?""Cantiknya, juteknya. Heran, apakah wanita cantik itu identik dengan bawel ya?" Rania tertawa keras. "Mulai deh. Aku nggak jutek koq.""Idih, itu sih kata kamu. Yang nilai kan orang lain." Benar juga, kata Rania membatin."Sudah tau kan bahwa minggu depan kita business trip lagi ke Bangkok? Kalau kamu diketemuin Khun Nichaon, wah pasti rame.""Aku masih belum begitu hapal namanya lho. Yang aku tahu nama belakangnya itu ada porn-nya." Verdi kini melihati Rania dengan tatap aneh."Kenapa, Ver?""Kamu hanya hafal 'porn' saja. Bukan berarti kamu suka yang 'porn' kan?" Ledekan itu membuat Rania jadi gemas dan langsung mencubit punggung telapak tangan V
Read more
Sebuah Perhatian Khusus
“Aku pulang sebentar lagi.” Rania melemaskan otot leher sebelum kembali menghadap laptopnya. „Berkas apa itu di tangan kamu?“„Peraturan Personalia yang baru. Udah baca?“ „Nanti aja.“„Ini isinya tentang hak dan kewajiban karyawan perusahaan. Mustinya kamu baca dan pelajari,“ katanya serius. “Mmmm, kamu mau kopi susu?”Alis mata Rania terangkat. “Kopi susu di tanganmu itu buatku?”Rania hanya bercanda sebetulnya. Ia kaget ketika Verdi ternyata mengangguk. “Ya. Mau?”Sebelum Rania memberikan jawaban penolakannya, ia telah menaruh cangkir kopi itu di meja.“Ini serius buat aku?” Kepala Verdi bergerak kesana-sini, seolah-olah mencari seseorang, sebelum kemudian balik bertanya.“Nggak ada orang lain di tempat ini kan?”Rania tersedak. Senyum kecilnya menimbulkan dekik keci
Read more
Gara-gara Macet
Pasca hujan deras, kemacetan di belantara beton bertingkat bernama Jakarta, benar-benar sudah mencapai tahap menjengkelkan. Pembangunan pelbagai infrastruktur, jalur bis, renovasi jembatan, pengerjaan gorong-gorong, dan genangan banjir di beberapa titik memperparah arus lalu lintas. Hari Jumat ini kemungkinan merupakan salah satu hari macet daerah, yaitu daerah DKI. Tak cuma karena tiga jenis pengerjaan di atas namun juga  berhubung hari itu adalah akhir pekan yang akan dilanjutkan dengan libur panjang di hari Seninnya. Rania yakin bahwa ada ribuan orang yang memiliki rasa gundah seperti dirinya saat melihat antrian kendaraan di jalan raya yang masih belum juga menunjukkan tanda akan berkurang. Padahal waktu saat itu menunjukkan lebih dari pukul sembilan malam. Ia sudah keluar kantor dari sejak dua puluh menit lalu dan berada di dalam mobilnya. Namun, sungguh menjengkelkan, sampai saat itu ia masih berada di pelataran parkir menuju pintu keluar kompleks ged
Read more
Romansa Dalam Sebuah Perjalanan (1)
  Alur mata Rania mengikuti saat Verdi melangkah menuju ke jalan raya untuk memulai perjalanannya berjalan kaki.   Mobil di depan bergerak maju. Tiba-tiba suara klakson terdengar di belakang kendaraan. Pengemudi city car di belakang memberi tanda agar Rania memajukan pula kendaraannya. Rania tidak segera maju dan ini menimbulkan jarak antara kendaraannya dengan kendaraan di depan. Sebuah ide melintas. Rania kembali membunyikan klakson panjang. Panggilan klakson itu untuk Verdi.   Ia beruntung. Di antara belasan kepala yang berpaling, salah satunya adalah Verdi sendiri yang menoleh ke arahnya dengan rasa ingin tahu. Rania memberi isyarat agar Verdi datang mendekat. Saat pria itu melangkah ke arahnya, klakson dari mobil city car kembali terdengar. Rania membuka pintu, keluar dari mobil dan berteriak pada pengemudi itu.   "Kalau nggak sabar terbang saja, Oom!" bentaknya gemas. "Kalau gue gerak, toh elo juga ngg
Read more
Romansa Dalam Sebuah Perjalanan (2)
Sudah lebih dari sepuluh menit Rania berjalan kaki bersama Verdi menyusuri trotoar yang dipadati orang dan pedagang kaki lima. Ia agak heran juga bahwa Verdi bersikap beda dengan saat mereka masih di parkiran gedung. Pria itu kini tidak banyak berbicara."Kamu keberatan jalan kaki bareng aku?" Pertanyaan itu mengagetkan Verdi. "Ah nggak.""Kamu keliatan lagi banyak pikiran.""Tahunya?""Kamu ngejawab setelah aku nanyain kamu tiga kali."Ucapan itu mengagetkan Verdi. "Masa' sih? Pertanyaan yang sama?" Ketika Rania mengangguk, Verdi jadi merasa bersalah. Pergolakan batin karena melihat pemandangan di lantai tiga sebuah hotel rupanya membuat ia tidak menyadari bahwa Rania telah sekian kali menanyainya. Ia harus secepatnya melupakan apa yang tadi ia lihat karena ia bisa saja salah lihat. Verdi juga sadar bahwa ia perlu membuat alasan yang tepat kenapa bisa sampai mengabaikan Rania. “A
Read more
Romansa Dalam Sebuah Perjalanan (3)
Berhasil. Rania terselamatkan tanpa mereka berdua terjatuh.“Kamu nggak apa-apa?”Rania yang masih nampak pucat hanya mengangguk.“Nggak luka?”“Nggak. Aku hanya malu.”“Malu?”“Ya.”“Kenapa?” “Verdi,” Rania bicara lamat-lamat, “kamu memeluk aku di tengah keraramaian.”Verdi tersadar dan buru-buru melepas pelukannya sehingga mereka kini kembali berdiri di atas trotoar.“Maaf,” kata Verdi yang nampak sedikit malu.Beberapa orang sekitar mereka memang melihat kelakuannya tadi. Beberapa tersenyam-senyum dan ada pula yang menggeleng-geleng kepala. Seperti halnya Verdi, Rania juga nampak kikuk. “Dasar ojek,” Rania merutuk kecil. Matanya mencari-cari motor yang tadi hampir mencelakainya. Tapi motor tadi memang tidak lagi nampak.Mendengar gerutuan tadi,
Read more
Tukang Ojeg Tampan (1)
Rania mengerenyitkan kening. Saat turut melihat ke arah bawah, ia terperangah. Rania seketika mengerti mengapa Verdi harus menunggu ia memunggunginya.“Kakimu nggak apa-apa?”“Nggak,” katanya. Verdi mengangguk, berbalik badan, dan melangkah semakin menjauh. Saat melintas sebuah pangkalan ojek, dua dari salah seorang pengojek menegurnya dengan logat Betawi yang kental.“Lah, lah, lah. Itu ceweknya koq ditinggalin gitu aje, Oom?“Verdi berhenti melangkah sembari menoleh ke si penanya. “Memang kenapa?”“Koq kenape? Ya, jangan dong. Koq ente tega banget sama cewek sendiri.”“Cewek? Bukan, kami hanya teman.” “Bukan? Oh… bagus lah kalo ente masih inget bini di rumah,” pengojek kedua menimpali dengan logat Betawi yang tak kalah kentalnya.Kepala Verdi mendadak pening. Kedua pengojek ini sok tahu betul sih.
Read more
Tukang Ojeg Tampan (2)
“Serius,“ tandasnya sembari naik ke atas motor dan siap menghidupkan motor kembali.Rania mendekap tangan di dada. Menatap Verdi tanpa ekspresi.“Alasan untuk kamu diculik cukup kuat lho. Kamu cantik.“ Rania berpikir keras di dalam hatinya. Minum apa sih pria itu sampai berubah menjadi perayu kampungan seperti itu?“Tuhhh kan kamu nggak percaya,“ cetus Verdi.Rania mengangguk-angguk walau ia merasa ada alasan yang nampaknya menggelikan.“Jadi kalau denganmu keadaannya lebih baik?” tanyanya kemudian.Verdi kembali hanya tersenyum-senyum. “Ya begitulah.”“Ada pilihan lain?”“Rasanya nggak.” Uh! Rania gemas. Tapi Verdi benar. Ia memang tidak punya pilihan kecuali mau melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sekian kilometer.“Dijamin aku nggak ngebut,” katanya lagi.Ran
Read more
Romantisme Mie Tek-Tek
Suara klakson sepeda motor terdengar.Rania terkaget. Rencananya untuk mengganti baju dan mengurangi polesan make-up serta-merta dibatalkan. Ini karena sudah sepuluh menit sejak ia tadi masuk ke dalam rumah dan itu sudah pasti menimbulkan pertanyaan pada diri Verdi mengapa ia belum juga keluar. Verdi pasti tak mau mengambil resiko jika ia ternyata malah tertidur! Sembari menuju teras rumah, tak henti-hentinya ia menggeleng kepala atas keanehan sikapnya. Saat pintu gerbang di depan terkuak, Rania terkejut melihat pemandangan di depannya.Verdi tengah duduk di sebuah bangku penjual mie tek-tek yang nampaknya baru ia panggil. Sepiring nasi goreng di tangannya masih mengepulkan asap. Asyik sekali ia menyantap sehingga dirinya baru menyadari kehadiran Rania setelah ia berada sangat dekat. Rania teringat sesuatu. Ini sudah pukul sepuluh malam. Ya, tidak seharusnya Verdi makan selarut ini karena itu pasti mengganggu kesehatan
Read more
Bon Appetite
Saat menumis, air mata Rania terasa begitu pedih sehingga mau tidak mau ia harus membutuhkan bantuan Verdi untuk menyeka air mata yang sempat keluar. “Perih?“ tanya Verdi saat melihat air mata Rania siap bergulir di ujung matanya.Rania hanya mengangguk.“Aku nggak bawa tisyu atau saputangan,“ kata Verdi perlahan sebelum kemudian melap air mata tadi dengan buku jari telunjuknya.“Maaf,“ katanya nyaris tanpa suara. Hati Rania berdesir. Sebuah perasaan aneh melambung, naik, membuncah, dan  menggoncang emosi. Getaran jutaan syarafnya serta-merta melepas hormon endorfin. Merasuk hingga ke alam bawah sadar, membangkitkan sensasi bahagia. Saat Verdi tadi menyatakan maaf, Rania hanya kembali mengangguk tanpa nada protes. Ia lantas kembali bekerja mengaduk-aduk nasi goreng yang jauh dari selesai. Verdi berpura-pura tidak tahu ketika sebuah senyum kecil mengembang di w
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status