All Chapters of Murid Kesayangan: Chapter 11 - Chapter 20
135 Chapters
Bab 11. Mengesankan Atau Mengejutkan?
Tatapan yang Josie tujukan padaku sangat jelas menunjukkan dia tidak suka aku menyebut namanya. Sayangnya aku tidak mungkin menarik kata-kataku. Dan aku memang sengaja ingin tahu hasil kerja Josie. Jujur saja, aku mengambil resiko Josie akan makin tidak menyukai guru musik yang keren ini. Bisa jadi setelah ini, justru Josie akan membentengi diri lebih kuat dan tidak ingin disentuh atau sebaliknya. "Pak, saya mulai sekarang?" Monika mengangkat tangan. "Ya, oke. Silakan." Aku mengangguk dan meminta Monika maju ke depan kelas. Dengan gitar di tangan, Monika maju duduk di kursi di depan tak jauh dari mejaku. Monika terlihat tenang. Dia mulai memetik gitarnya dan terdengar dentingan lagu daerah Sumatera Barat. Kambanglah Bungo. Manis juga dia memainkan lagu itu. Lumayan juga permainan gitar Monika. "Oke! Pembukaan yang baik dari Monika. Thank you sudah menyiapkan diri dengan baik." Aku cukup puas dengan apa yang Monika tampilkan. Segera arah pandangku bergeser, pada Istanti yang sudah
Read more
Bab 12. Senyum Pertama dari Josie
Langkahku begitu cepat menuju ke belakang sekolah. Kebun cukup luas terhampar di depanku. Beragam tanaman dari jenis perdu hingga pohon besar ada di sana. Sebagian tanaman buah seperti rambutan, jambu, dan juga mangga. Mataku segera mencari deretan pohon mangga yang tinggi. Aku masih ingat jelas, di foto yang Resti tunjukkan seperti apa posisi pohon dan dahan tempat Josie duduk di atasnya. "Sepertinya bagian paling belakang. Memang jarang orang datang ke sana. Tempat paling nyaman untuk bersembunyi dari keramaian," kataku dalam hati. Aku kembali melangkah, makin dalam menjelajahi kebun sekolah. Pohon-pohon mangga mulai gampak di depanku. Dan ... aku menghentikan kakiku. Pohon yang paling ujung dan paling tinggi, di atas sana terlihat Josie. Dia duduk di atas dahan yang lumayan besar dan kokoh, di bagian tengah pohon itu. Posisi Josie membelakangi aku. Dia tidak mungkin sadar ada yang datang ke tempat dia menyepi. Perlahan aku mendekati pohon itu. Saat hampir sampai di bawah pohoh,
Read more
Bab 13. Pelukan Hangat
Aku tak bergeming, masih menatap mata bulat dan indah di depanku. Rambut indah dan halus Josie, membuat wajahnya semakin cantik. Apalagi tidak ada tatapan ketus yang hampir selalu dia munculkan. "Pak ..." Josie memanggilku. "Ya?" ucapku masih dengan posisi sama. "Aku mau turun. Aku ga mungkin lompat," ujar Josie. Tangannya menunjuk ke arah tanah di bawah pohon. "Oh, ya, oke." Aku seperti tersadar. Segera aku bergerak dan mulai menuruni pohon. Josie dengan cepat juga mengikuti langkahku. Dia lincah sekali, ringan saja dia membawa dirinya turun dari pohon yang lumayan tinggi. Tapi tiba-tiba, saat dia hampir mencapai tanah, kaki kirinya sedikit salah menapak. Josie berusaha meraih dahan paling dekat, ternyata tidak terjangkau. Josie pun nekat melompat. Aku dengan sigap menangkap tubuh Josie agar jangan terjerembab ke tanah. Josie berada dalam pelukanku seketika. Wangi lembut menyapa penciumanku. Parfum khas remaja. Harum yang menyegarkan. Tangan Josie memeluk pinggangku. Kami sali
Read more
Bab 14. Avin, Cepat Datang!
Aku tidak percaya dengan yang Resti ucapkan. Resikonya bisa sampai Josie dikeluarkan dari sekolah? Sebenarnya seserius apa masalah yang terjadi pada murid antik itu? "Kamu yang bener, Res. Masak iya, sampai bisa keluar sekolah?" ujarku dengan alis menyatu. "Pak, aku juga ga yakin. Tapi kemungkinan itu bisa aja, kan? Orang dia ada di sini, tapi kayak tubuhnya doang. Jiwanya entah ngabur ke mana. Makanya kayak ada di dunia lain, tuh anak," tukas Resti. "Kamu bisa nggak jadi temannya? Dengan begitu ada yang menyemangati dia. Mulai bisa adaptasi di sini." Aku memandang Resti. "Aduh, Bapak Avin yang baik dan murah hati ... Tugasku nambah, nih, Pak? Kalau aku ga dapat nilai A aku ngambek, deh." Resti cemberut. Aku terkekeh melihat reaksi Resti. Benar-benar ini murid tidak ada jaim-jaimnya biar di depan guru. Terlalu bebas, seperti tidak bisa tahu batas. Aku ini gurunya, bukan temannya. "Kamu itu anaknya supel. Oke, satu sisi kamu juga cuek. Tapi kamu sampai niat menyelidiki Josie, bera
Read more
Bab 15. Berjanjilah, Demi Aku ...
Ambulans meluncur ke rumah sakit. Lola dan aku ikut di belakang dengan mobil Tante Merlin. Lola tampak sangat cemas. Kata-kata perawat membuat Lola makin kuatir. Aku pun merasakan yang sama. Kondisi Tante Merlin memang mengawatirkan. Hanya bisa berharap, Tante Merlin cukup kuat dan bisa bertahan. Lola sudah tidak ada papa lagi. Mama dan papanya berpisah saat Lola masih duduk di sekolah dasar. Satu-satunya orang tua yang Lola punya hanya Tante Merlin. "Vin, aku takut." Lola memandangku. Kami menunggu di luar ruangan ICU. Kalimat itu yang kesekian kali Lola ucapkan. "Kalau mama ga bertahan, aku gimana?" kata Lola dengan hati pedih. "Tante Merlin pasti bertahan, aku yakin," ucapku. Aku berusaha agar Lola tetap tenang dan tidak terlalu cemas. Sekalipun aku juga tidak tahu apakah Tante Merlin akan bisa kuat dengan kondisinya yang sangat mengawatirkan. Sepuluh menit kemudian, aku dan Lola dipersilakan masuk ke ruangan untuk melihat Tante Merlin. Peralatan medis bertebaran di tubuhnya.
Read more
Bab 16. Mata Sayu Itu Sembab
Aku masih tak percaya dengan yang Lola katakan. Dia tidak ingin menemani Tante Merlin di saat seperti ini? Bukannya sebelumnya dia tampak begitu sedih? Bukannya dia takut kehilangan Tante Merlin? Aku masih bisa membayangkan pelukan eratnya padaku, seakan meminta dukuganku agar kuat karena kepedihan hatinya. Belum sampai hari berganti, baru beberapa waktu, Lola lebih memilih pekerjaannya. Aku benar-benar tidak bisa memahami pikiran Lola. Kalau aku tidak salah menyimpulkan, bagi Lola yang paling utama buatnya adalah karir. Bukan mamanya. Juga bukan aku. "Aku tidak bisa menunggu, Vin. Aku harus pergi. Aku janji, jika urusan selesai, aku segera balik. Tapi sangat mungkin aku baru bisa kembali besok pagi." Lola mengangkat tasnya yang ada di kursi di sebelah ranjang. "La, kamu serius? Kamu tega pergi dengan kondisi ini? Kalau Tante Merlin bertanya ..." "Kamu pasti bisa menenangkan mama." Lola menyahut. "Vin, ini juga ga mudah buat aku. Ninggalin mama seperti ini, aku ga tega. Tapi di sis
Read more
Bab 17. Rahasia Pertama Josie
Josie menatapku. Aku yakin dia ingin mengatakan sesuatu tapi ada yang menahannya untuk bicara. "Josie, kamu bilang aja sama Pak Avin. Daripada kamu dipaksa ke guru BK. Kamu mau ketemu Bu Wedari?" Resti memecah kesunyian di antara kami. Josie menoleh pada Resti, lalu mendesah. Napasnya terasa berat. Aku menduga Josie takut mengatakan yang sebenarnya, takut salah percaya pada orang yang dia hadapi ketika dia bicara. "Aku ga tahu ..." Josie tampak ragu. "Percaya sama aku. Aku juga punya rahasia dan Pak Avin ga ember, kok," ujar Resti. Mataku cepat menoleh pada Resti. Rahasia apa? Kenapa Resti bilang begitu? "Baiklah. Aku, aku akan cerita. Setelah sekolah." Josie memutuskan. "Good," sahut Resti. "Kapan saja, asal kamu siap." Aku ikut menimpali. "Udah hampir masuk. Ayo," ajak Resti. Tangannya menggandeng Josie. Josie manut dan tidak menolak. Aku senang. Perlahan, Resti berhasil membuat Josie nyaman dan mau berteman. Aku mengikuti kedua muridku itu menuju kelas. Dua menit lagi bel
Read more
Bab 18. Do You Believe in Me?
"Josie ..." Aku dan Resti memanggil bersamaan. "Ga apa-apa. Aku akan mencari tempat lain buat aku ..." "Josephine! I need you to give me time to listen and understand!" Aku mencegah Josie agar tidak meneruskan langkahnya! Josie langsung berhenti. Dia masih berdiri memunggungi aku dan Resti. "Josephine, bukan berarti aku ga percaya. Aku masih harus mencerna semuanya. Please, lanjutkan. Aku janji ga akan menyela hingga kamu tuntas bicara," ujarku. Aku berharap Josie akan berbalik dan kembali ke kursinya. "Josie ... please ..." Resti ikut membujuk. Josie memutar badannya. Dia memandang padaku dan Resti. "Promise, aku ga akan bicara sampai kamu selesai." Aku meyakinkan Josie. Josie kembali. Dia duduk lagi di kursinya. Aku lega dan siap mendengar kelanjutan cerita Josie yang masih misteri buatku. "Aku makin takut tinggal di rumah. Itu rumahku sendiri, tapi aku merasa asing. Tante terus saja menyuruh aku melakukan ini dan itu, membersihkan rumah, menyiapkan makanan, mencuci, dan se
Read more
Bab 19. Kamu Suka Sama Dia?
Dengan pikiran masih penuh, aku meninggalkan sekolah. Tujuanku pulang. Aku tidak ingin ke mana-mana. Masih berkeliaran semua kisah yang Josie buka tentang dirinya. Jika itu benar, betapa perih hidup yang dia jalani selama ini. Sedikit banyak aku bisa paham kalau Josie lelah dan ingin meninggalkan semua kemelut hidupnya. Tapi tidak, tidak semudah itu. Hidup masih berjalan, pasti ada yang baik akan datang. Mobil Bang Edo tampak di depan rumah. Tumben, jam segini calon kakak iparku datang. Artinya Kak Lili juga ada di rumah. "Haa ... haaa ...!!" Tawa lepas terdengar dari dalam rumah. Suara Bang Edo dan Kak Lili tertawa bersama. Aku bergegas melangkah menuju teras. Pintu terbuka. Tampak Bang Edo dan Kak Lili ada di ruang tamu. "Hai! Baru pulang?" sapa Bang Edo. "Aku yang harusnya nanya? Kalian berdua ngapain jam segini di rumah? Jam kerja belum kelar," jawabku. Aku masuk di duduk di kursi tepat di samping Kak Lili. Aku perhatikan di meja penuh dengan goodie bag. Ada yang coklat, put
Read more
Bab 20. Tunggu Aku, Josie
"Kamu memang paling ga bisa liat orang susah. Aku udah hafal tabiatmu yang satu itu. Asal tidak menimbulkan masalah baru saja, Vin." Bang Edo memecah keheningan di antara kami. "Iya, Bang. Aku akan ingat itu." Aku mengangguk. "Sayang, aku harus balik ke kantor. Aku janji paling lambat sebelum jam empat sudah bisa lanjut kerja. Aku pulang agak larut. Jadi ga usah chat atau telpon kalau ga mendesak." Bang Edo berdiri. "Iya, aku ga akan ganggu." Kak Lili menyahut. "Tapi, kalau kirim chat I Love You, ga dilarang. Aku tunggu," sambung Bang Edo. "Duh, bucin ga abis-abis. Bikin jealous kali!" sahutku. Bang Edo ngakak. Dia melambaikan tangan dan berjalan keluar rumah. Kak Lili mengantar ke depan. Aku memilih masuk ke kamar. Lebih baik aku bersihkan badan, istirahat sebentar, lalu mencari strategi bagaimana caranya yang paling tepat bicara dengan wali kelas Josie dan Ibu Kepala Sekolah. Malam ternyata cepat berlalu. Aku tidak juga menemukan cara jitu menolong Josie kecuali bertemu dan b
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status