Semua Bab KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri: Bab 31 - Bab 40
81 Bab
Harapan.
Pengusaha sukses Hanung Adijaya baru saja dibekuk polisi terkait kasus pembunuhan yang menimpa adik keduanya, Hendra Adijaya yang sudah tertunda lebih dari sepuluh tahun, setelah kematian terduga yang merupakan istri keduanya. Bukan hanya itu, Amira Hasna Adijaya yang merupakan anak tiri dan keponakannya itu juga menuntutnya dengan tuduhan KDRT. Berita hari ini menambah catatan panjang tentang rahasia kelam keluarga konglomerat tersebut yang selama ini disembunyikan dari pub--Seketika layar berukuran 42 inci yang terletak di ruang tengah apartemen tersebut berubah hitam, ketika Amira lekas menekan tombol power pada remot sebelum sempat sang pembawa berita menyelesaikan laporan yang dia bawakan mengenai kondisi keluarganya saat ini. Perempuan dengan jilbab putih itu terlihat mengempaskan diri ke sandaran kursi dan menatap lurus langit-langit di kamar apartemennya."Baru segini kalian sudah mengatakan tentang catatan panjang rahasia kelam. Bagaimana kalau kabar tentang kemandulan dan
Baca selengkapnya
Membersihkan Nama Keluarga
Pagi hari di Villa yang merupakan basecamp Al CS, terlihat kelima pemuda yang seminggu terakhir ini bekerja keras mengumpulkan bukti-bukti yang melibatkan Hanung dalam pembunuhan Hendra sepuluh tahun lalu--berhamburan dari kamar masing-masing. Wajah lelah, kantung mata, serta berbagai keluhan badan mereka serukan satu per satu di atas meja makan berisi nasi padang dengan teh manis hangat yang sudah siapkan beberapa dari mereka. "Woah, sumpah gila sih. Keren beud Non Mimi kemaren. Badan gue sampe dibuat gemeter kayak denger teks proklamasi," seru Jojo yang mengawali percakapan mereka pagi ini. "Please, deh perbandingan lu, Jo. Berlebihan. Walaupun harus gue akui semua lelah ini terbayar saat liat Pak Hanung mati kudu di hadapan Non Mira," sahut Yoga. "Bener banget, Brai. Nggak sia-sia perjuangan kita selama seminggu kerja rodi sampe ngunsep-ngunsep ke parit nyari ketiga saksi. Palagi pas Non Mimi ucapin terima kasihnya bener-bener tulus dengan senyum yang hampir bikin gue diabetes,
Baca selengkapnya
Pengakuan
Di sebuah gazebo villa dengan desain paviliun yang terletak di tengah- tengah taman berumput hijau itu, lima orang pemuda dengan dua wanita terlihat tengah asik bercengkerama. Membahas banyak hal yang sudah mereka lalui selama hampir dua bulan bekerja sama, sembari menikmati pizza dan secangkir kopi panas. Tenaga dan waktu yang terkuras selama lebih dari tujuh pekan itu tak terasa saat kekeluargaan bertambah erat di antara semuanya. Terbukti dengan gelak tawa dan canda yang tercipta menambah hangat suasana di sana. "Non Mimi!" Panggilan lelaki bertubuh tinggi kurus itu mengalihkan perhatian Amira dari ponsel di genggaman tangannya yang tengah menunjukkan sebuah pesan chat dari seseorang yang jauh di sana. "Ya, Jo?" Amira meletakkan ponsel tersebut di pahanya. "Mau cerita." Jojo terlihat ragu-ragu untuk kembali memulai percakapan."Cerita apa?" Pertanyaan itu entah kenapa membuat Jojo semakin gugup, hingga berakhir dengan menggeser tubuhnya mendekati Yoga. "Brai, lu duluan!" ujarn
Baca selengkapnya
Maaf
"Terbuat dari apa dirimu ini, Mira?" ujar Zara sembari memeluk sahabatnya, sepeninggal Al CS. "Selain bermental baja kau juga berhati beton.""Haha ...." Amira tertawa mendengar perumpamaan Zara. "Bodoh memang, bagaimana bisa selama ini aku berpikir kau baik-baik saja." Zara membenamkan wajahnya di ceruk leher Amira yang tertutup kerudung instan berwarna toska. "Hei, kenapa tiba-tiba kau jadi seemosional ini?" Amira menarik diri dan menangkup wajah Zara. "Entahlah, aku hanya kembali mengingat obrolan kita dalam perjalanan tadi. Arrghh ... bagaimana bisa kau menutupi semua ini dariku?Bahkan selama kau di luar negeri kita sering mengobrol melalui telepon dan video call, bisa-bisanya aku menyadari bahwa kau sempat depresi." Zara mulai terisak. "Sudahlah. Sekarang aku baik-baik saja berkat waktu dan pengobatan. Alhamdulillah di sana juga aku tidak sendiri, Zara. Masih banyak orang baik di sana. Ada Nicholle, Azriel, dan--"Sebuah panggilan telepon seketika menginterupsi keduanya. Ter
Baca selengkapnya
Diam-Diam Menghanyutkan
"Aku tinggal, ya, Al. Tolong laporkan bila ada sesuatu yang mencurigakan. Jaga jarak dengan para polisi penjaga. Jangan sampai mereka tahu kalau diam-diam kita mengawasi Pak Hanung. Aku cuma tak ingin mengambil risiko kejadian sembilan tahun lalu terulang kembali karena kelalaian mereka." Di sebuah koridor sepi dalam rumah sakit ternama itu Amira memberi instruksi pada kepala pengawalnya. Terlihat di sana Al baru tiba bersama Dede yang sudah menyamar mengenakan pakaian OB. Setelah mengetahui bahwa Hanung siuman tadi, kondisinya benar-benar masih lemah. Lelaki paruh baya berusia lima puluh delapan tahun itu juga hanya mampu menangis tanpa suara sembari menatap Amira dan sempat mengucapkan kata maaf dengan terbata. Tujuannya meminta Al dan Dede datang, karena entah kenapa dia tak bisa lagi sepenuhnya percaya pada pihak kepolisian, setelah Lena--ibunya meninggal dalam tahanan bahkan sebelum sidang dan sempat mengajukan pembelaan. Kecuali Zara tentu saja. "Baik, Non. Saya akan berusa
Baca selengkapnya
Sebuah Petunjuk
"Ya elah baru aja mau santai-santai sambil berenang, udah dipanggil nugas lagi," gerutu Dede sembari menyapu di sekitar Koridor tempat Hanung dirawat."Nggak usah ngeluh, De. Inget kesepakatan nomber satu dalam kontrak kerja kita," sahut Al yang masih terjaga dengan sapu di genggaman tangannya. "Jam kerja kita bisa cuma 7 jam, 12 jam, bahkan 24 jam dalam sehari sesuai perintah Non Amira, karena situasi genting selalu datang sewaktu-waktu," terang Dede. "Nah, itu hapal, " ejek Al. "Iya, iya. Sorry dah, Bang.""Agak maju dikit coba! Deket pada polisi penjaga itu." Al mendorong bokong Dede dengan ujung sapu. "Cari tahu kira-kira mereka ngobrolin apaan.""Dih, kok Abang kepo." Dede mengernyitkan dahi. Al menghela napas sejenak, sebelum memukul pelan bahu Dede. "Lo paham, nggak, sih tugas kita itu apa?" Suara Al mulai meninggi. "Iya, iya, sorry. Gitu aja ngam--"Ting! "Astagfirullah." Seketika Dede terlonjak saat melihat pintu lift yang baru saja dilewatinya tiba-tiba terbuka. Terl
Baca selengkapnya
Bekerja Keras
Suara stilleto yang beradu dengan ubin terdengar nyaring di koridor rumah sakit. Langkah kaki jenjang itu terlihat berayun cepat menuju sebuah ruang ICU. Raut cemas seolah tak bisa disembunyikan perempuan berparas jelita tersebut saat melihat salah satu dari kelima pengawalnya terbaring tak berdaya di atas brankar dengan kondisi kritis.Terlihat pula seorang lelaki dengan wajah penuh lebam yang setia menunggu sang pasien tanpa menghiraukan dirinya sendiri yang juga terluka. "Astagfirullah bisa-bisanya para polisi itu lalai dan meninggalkan tempat penjagaan. Entah bagaimana kalau aku tak memerintahkanmu dan Dede datang, Pak Hanung bisa saja tinggal nama." Napas Amira memburu, mati-matian dia berusaha mempertahankan agar emosinya tidak meledak kini. Al bangkit dari tempatnya, lalu mendorong kursi di samping brankar untuk Amira duduki. "Duduk dulu, Non!" titahnya. Amira menurut dan duduk di samping brankar sembari menatap Dede dengan cemas. "Orangnya persis sekali dengan foto yang Non
Baca selengkapnya
Musuh dalam Selimut
"Kalian pulanglah, aku baik-baik saja di sini. Ada perawat dan dokter yang berjaga, Dona juga akan menginap malam ini." Hanung menatap Rama dan Amira bergantian. Lelaki paruh baya itu berangsur pulih setelah kemarin siuman. Meskipun masih lemah terbaring, tapi dia sudah bisa berkomunikasi dengan lancar. "Aku akan pergi setelah Anda makan, Pak." Amira tetap kukuh pada pendiriannya dan tak beranjak sedikit pun dari ruangan itu. Perempuan itu menatap lurus paman sekaligus ayah tirinya yang tak menjawab. Sampai saat ini Amira percaya bahwa Hanung tak benar-benar jahat. Sebuah keadaan sulit telah mendesaknya untuk melakukan hal-hal keji tersebut. Dia yakin pembunuhan itu juga tak sengaja, ada semacam dorongan atau sebuah provokasi yang membuatnya kehilangan kendali. Hal itu bisa dibuktikan dengan trauma lelaki ini terhadap pisau. Bahkan pisau daging untuk memotong steak saja Hanung tak mau menggunakannya lagi. Selalu para pelayan yang membantunya. Tak jarang juga Amira melihat tangan
Baca selengkapnya
Sisi Kelam Dunia Bisnis
Di dalam kamar dengan nuansa putih gading itu perempuan dengan balutan gaun pesta A-line yang dihiasi brokat yang menawan, menatap suasana malam dari balkon kamar. Cahaya bulan ditemani gemerlap bintang membuat pekatnya sang malam tak terasa mencekam.Kedua jemari lentik berhias cincin berlian yang melingkar di salah satu tangannya terlihat menggenggam sebuah gantungan boneka usang. Pikirannya jauh berkelana menyusuri masa silam. Saat gantungan tersebut Hanung berikan setelah menjemputnya dari upacara kenaikan kelas tujuh, sekitar tiga belas tahun lalu. Bibir tipis yang dilapisi lipcream berwarna pink soft itu menyunggingkan senyum samar. Kekuatan yang telah dia kumpulkan selama sembilan tahun ini terasa tak ada apa-apanya bila dihadapkan dengan pilihan antara mengedepankan ego atau perasaan. Sebagai seorang perempuan yang dilahirkan dengan kepahaman dan kasih sayang dari sang ibu, membuatnya harus menyerah dengan dendam dan memilih memaafkan meski apa yang dia ucapkan terkadang masi
Baca selengkapnya
Mencari Saksi
"Gotcha!" Suara pekikan Ilham di kamar itu seketika mengejutkan Jojo yang baru saja hendak terlelap dengan handuk kecil yang masih melingkar di leher setelah selesai gym dan mandi. Lelaki berkulit putih itu mengguncang tubuh Jojo dengan wajah semringah meskipun lingkaran hitam di bawah matanya terlihat makin kentara. "Dapet, Bang!""Apaan, sih, Ham? Lu masang togel online lagi?""Astagfirullah, bukanlah. Gue pan udah tobat. Ini tentang pelaku yang udah nusuk Bang Dede."Mendengar itu sontak Jojo bangkit dari posisi berbaring memeluk guling. "Serius lu?"Ilham mengangguk mantap. "Yah, dia tinggal di Tangerang. Anaknya satu baru mau masuk SMA, istrinya sakit paru-paru dan harus buru-buru dioperasi.""Ya udah langsung kita kasih tahu Bang Al aja!""Jangan!""Lah?" Jojo mengernyit dahi"Bang Al belum pulih sepenuhnya, kalau dia yang ke sana takutnya tuh penjahat sompret langsung sadar. Bang Jojo sama Bang Yoga aja yang berangkat sono, besok gantian gue tidur, ngantuk beud sumpah," ke
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status