Semua Bab Ipar Pergi Saat Kami Tak Punya Uang Lagi: Bab 41 - Bab 50
71 Bab
Bab 41. Ah, Itu Hanya di Bayangan
"Mas, ternyata mereka tidak semenakutkan bayanganku." Aku melontarkan kata kepada Mas Farhan tentang ibu-ibu yang datang tadi sore. Bagiku, itu sesuatu yang mengejutkan, didatangi mereka bahkan membeli daganganku.Kami berbincang sebelum berangkat tidur, Lisa dan Fikripun sudah tertidur pulas. Disaat inilah, kami mempunyai waktu berdua untuk bertukar pikiran sembari menonton acara televisi. "Memang Dek Fika membayangkan apa?" tanya Mas Farhan sembari menerima teh yang aku sodorkan.Aku mendudukkan diri disofa sebelahnya, dan menghadap ke Mas Farhan yang menikmati acara tembang kenangan. "Terus terang. Dari penampilan mereka, aku merasa minder, Mas. Aku seperti upik abu dihadapan mereka. Bagai langit dan bumi.:Mas Farhan malah tertawa, kemudian menghadapkan diri kepadaku. "Kalau upik abu, sebentar lagi jadi Cinderella, dong.""Mas! Aku serius.""Mereka dandan seperti itu juga pas keluar rumah, Dek. Kalau di rumah, ya, biasa saja.""Walaupun keluar rumah, aku tidak seperti itu. Bias
Baca selengkapnya
Bab 42. Musibah
"Mbak Fika, baru saja aku mau nyusul," ucap Santi setelah berteriak kaget. Aku yang membuka pintu, bersamaan dengan Santi yang juga membuka pintu akan ke luar rumah. Aku mengerutkan dahi, menerka apa penyebab dia akan menjemputku. "Mas Farhan tadi telpon, Mbak. Katanya penting. Sudah aku bilang kalau mungkin sebentar lagi datang, tapi tetap tidak sabar," jelas Santi. Dia menyodorkan ponsel yang dia genggam sedari tadi. Memang, aku ke rumah Jeng Risma tidak membawa ponsel, toh tidak akan lama. Pikirku begitu. Aku langsung membuka ponsel. Ada beberapa kali panggilan tak terjawab dari Mama, juga Mas Farhan. Sesaat sebelum pesan whatsapp yang berderet ini aku buka, masuk panggilan telpon dari Mas Farhan.Setelah menjawab salam, Mas Farhan berbicara, "Dek Fika, aku di jalan menuju pulang. Tenang, ya, Mas segera sampai."Ponsel menggelap, Mas Farhan terdengar terburu-buru menutup sambungan telpon ini. Sekarang, tersisa aku yang termangu kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi. A
Baca selengkapnya
Bab 43. Terikut Sibuk
Sambil menatap dengan penglihatan yang masih buram aku bertanya, "Memang Dek Arif kenapa?"Mas Farhan tersenyum, kemudian menangkup tanganku. "Alhamdulillah. Istriku ini, walaupun kesal ternyata masih penuh rasa sayang kepada keluarganya.""Dek Arif kenapa, Mas?!" tanyaku sekali lagi, ingin menjawab rasa penasaran yang tadi tertunda.Mas Farhan menghela napas sebelum cerita, seakan mencari kata yang tepat untuk memulainya. "Dek Arif sekarang sudah stabil, begitu juga istrinya. Mereka mengalami kecelakaan mobil.""Ya, Allah. Trus?!" teriakku dengan mata membulat sempurna. Berita tentang kecelakaan selalu membuat kaget."Untungnya Mama dan si kecil tidak ikut. Mungkin karena ini, Mama panik. Di kota besar yang tidak ada sanak saudara." Memang, Mamaku itu gampang panikan. Aku tidak membayangkan keadaannya sekarang, anak yang diagung-agungkan mengalami kecelakaan."Keluarganya Dewi banyak, di sana," celetukku masih menyisakan kesal di hati. Hati jahatku masih mengutarakan kekesalan, 'Kala
Baca selengkapnya
Bab 44. Melepas Kangen
Malam berjalan seperti melambat, mengejek aku yang merindu suami padahal hanya ditinggal beberapa hari. Tidak bisa aku bayangkan kalau Mas Farhan bekerja di luar kota dan memaksa kami berpisah berhari-hari, atau malah hitungan bulan.Aku menatap layar ponsel, terlihat wajah Mas Farhan yang tertidur lelap. Mata ini memindahi mata, hidup, bibir, dan rahang yang sudah melekat erat di ingatan. Memberikan candu dan ikatan, memaksa mata, hati dan pikiran ini hanya tertuju kepadanya. Bibir suamiku masih menyungging senyum sisa dari perbincangan kami ini. Video call penawar rindu ini berakhir dengan dengkuran halus darinya. "Di kota besar perempuannya cantik-cantik, modis, dan banyak yang terlihat sexy, kan? Ngaku saja, sibuk di sana sambil cuci mata. Sibuk mondar-mandir, satu dua lebih tujuan terlampaui," ucapku tadi melemparkan tuduhan yang biasanya dilakukan laki-laki. Bisa aku banyangkan, di kota besar semua berlomba menunjukkan kelebihan, tentunya dengan penampian yang maksimal. Apala
Baca selengkapnya
Bab 45. Cerewet Tapi Sayang
Makan bersama malam ini menjadi lebih ramai. Apalagi Lisa, dia tak henti-hentinya melontarkan kata sedap saat menikmati rendang daging titipan neneknya itu. Aku mengambil beberapa foto yang menggambarkan kegembiraaan ini dan mengirim whatsapp ke Mama. [Ma, terima kasih. Rendang dagingnya enak banget. ], send.Lisa yang mendapatiku memegang ponsel langsung menyeletuk, "Ibuk kirim pesan ke Nenek? Caranya gini, kita kirim video. Jadi kelihatan kalau kita seneng banget. Sini, Lisa yang kirim."Dia meraih ponsel yang aku sodorkan. Kemudian mengarahkan layar ke wajahnya sambil berkata, "Ini Lisa. Lisa sukaak banget masakan Nenek. Enak." Di menunjukkan suapan nasi dengan lauk rendang di mulutnya. "Semuanya seneng, Nek. Kapan Nenek main ke rumah Lisa. Lisa kangen didongengin Cindelaras, sambil tiduran dan dinyanyikan lagu jawa," ucap anak perempuanku itu menyampaikan kerinduan. Dia diam mengambil napas sejenak, dan berkata kembali, "Eh, rendangnya top markotop! Terima kasih, ya, Nek. Tuh l
Baca selengkapnya
Bab 46. Positif
Mataku mengerjap malas, kala aroma harum menusuk hidung ini. Memaksa perut untuk menuntutku membuka mata sekarang juga. Aku memicingkan mata, mendapati nampan di atas nakas. Terpampang semangkuk soto yang masih mengepul dan gelas besar berisi teh yang menguarkan harum melati. Seketika, cacing di perut berontak bersamaan, menuntut dipuaskan rasa lapar yang tiba-tiba mendera. "Istriku sudah bangun." Suara Mas Farhan membuatku menoleh ke arahnya. Membulatkan kesadaranku yang baru tertidur ini. Aku duduk dan menajamkan mata ke arah jam dinding. Ternyata sudah dua jam aku tertidur."Sudah segar badannya? Ini sarapan. Mas tadi udah pas rombongnya lewat," ucapnya, sambil meraih nampan dan akan meletakkan dipangguanku."Seperti orang sakit, makan di tempat tidur," tolakku sembari menurunkan kedua kakiku. Tangan ini dicekalnya sebelum beranjak berdiri."Orang kecapekan dan sakit itu tidak ada bedanya. Sama-sama perlu istirahat dan makan yang banyak. Mas suapi?""Ah, Mas. Malu dilihat anak-
Baca selengkapnya
Bab 47. Tak Kenal Maka Tak Beli
Kabar Dek Hana yang positif hamil ini disambut dengan gembira. Bahkan, Mas Farhan merencanakan untuk membuat syukuran, masak nasi kuning untuk dibagi ke tetangga dan dikirim ke masjid."Sekarang saja, Mas. Setelah mendapat persetujuan dan Mas Farhan pun memberi kabar ke ibu mertua, aku segera menyusun daftar belanjaan. Nanti, Santi dan Fariz yang akan ke pasar.Dari kejadian tadi, terlihat jelas suamiku itu sangat sayang kepada Dek Hana. Sikapnya memang kadang tidak peduli, tetapi sebenarnya di Mumpung hari minggu produksi libur. Semua juga ada," ucapku memberi saran supaya syukuran disegerakan. Aku mengerti dalam hati Mas Farhan keluarga adalah segala-galanya.Hari minggu ini, akhirnya dihabiskan dengan kesibukan syukuran dadakan ini. Aku dan Santi memasak dibantu Lisa, sedangkan Fariz dan Fikri bertugas mengantar bungkusan ke tetangga sekitar. Syukurlah, semuanya cepat selesai kalau dikerjakan bersama-sama.Rumah menjadi riuh, apalagi Mas Farhan menjadi bahan olok-olokan. Kata 'posi
Baca selengkapnya
Bab 48. Pengakuan
"Fariz, tidak usah pakai foto, ya. Malu.""Mbak Fika harus mulai siap-siap terkenal. Karena pemasaran itu ada rumusnya, TAK KENAL, MAKA TAK BELI," ucap Fariz menekankan peribahasa yang sudah diplintir."Jadi ini positif foto, nih?" tanyaku masih menggunakan kosakata yang jadi trending topic."Iya, Mbak Fika bos Sederek Kitchen!"Ternyata, adik iparku ini pinter, mengerti tentang pemasaran, foto, pengeditan, dan mengerti harus bantu apa untuk Mbak Iparnya ini. Tanpa disuruh pun, langsung mempunyai inisiatif ini dan itu.Pada hari H, semua sudah bersiap. Fariz sampai ijin tidak masuk kerja, katanya dia ingin mendampingiku. Siapa tahu nanti dapat kunjungan pejabat. Makanya, dia dandan abis dan terlihat rapi dan bersih, bahkan malamnya disempatkan potong rambut.Pagi hari kami sudah bersiap di kecamatan, Pak Lurah pun mengunjungi kami didampingi Pak RT. Ternyata banyak juga UMKM undangan di kecamatan ini. Dari produk minuman, makanan, sampai kerajinan. Sembari menunggu pembukaan, Mas Far
Baca selengkapnya
Bab 49. Harga Teman
Mungkin ini sudah jalannya. Ketika kita di tempat yang lebih baik, semua akan datang membanggakan kita. Apapun alasannya, aku merasa bahagia. Dari pameran itu, aku mendapatkan fasilitas bantuan alat yang disesuaikan kebutuhan, senilai tertentu. Nanti, dari dinas akan datang untuk berkunjung."Fika, selamat, ya. Ikutan seneng punya teman yang berprestasi!" seru Nurul sahabatku sekaligus pemasok bahan-bahan kue. Aku berkunjung sekaligus totalan nota kredit pengambilan bahan."Terima kasih, ya. Ini juga berkat bantuan kamu. Kalau tidak dapat utangan seperti ini, mana bisa cepet jalannya," ucapku sembari menyerahkan nota kredit yang sudah aku rekap, beserta kartu ATM untuk pembayaran.Bahan yang aku ambil dari dia, mendapat tenggang waktu kredit satu bulan. Namun satu atau dua minggu sudah aku setor pembayarannya. Kawatir, uang pembelian sudah terkumpul dan terlihat banyak, padahal di situ masih ada tanggungan yang harus dibayarkan. Bisa menjadi godaan, ingin beli ini dan itu."Tidak di
Baca selengkapnya
Bab 50. Ngambul
“Eh, sudah selesai,” ucap Mas Farhan setelah menyadari aku yang sudah berdiri di dekatnya. Dia menyerahkan helm dan mulai bersiap menyalakan sepeda motor."Mas Farhan, kalau sering pergi sendirian apa pernah ada yang menggoda?" tanyaku setelah diam beberapa saat. Ucapan Nurul membuatku berpikir lebih, apalagi punggung kokoh suamiku ini terasa nyaman dengan harum parfum yang menguar ini. Siapa yang mampu menolak pesonanya?"Tidak ada? Kenapa bertanya seperti itu?" ucapnya sembari menepuk punggung tanganku yang melingkar di pinggangnya. Aku merasakan laju sepeda motor ini mulai melambat, sepertinya Mas Farhan memberi kesempatan untuk berbincang."Berarti, Mas Farhan tidak keren, dong. Buktinya tidak ada yang melirik," ejekku dengan mendekatkan kepalaku ke punggungnya. Senyumku tercipta dengan sendirinya. Perasaan lega akan kecurigaan Nurul, ternyata terbukti. Ini berarti kondisinya aman. Tidak ada yang perlu dikawatirkan."Ya walaupun banyak, masak ya diladeni.""Apa?! Berarti ada?! Sia
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status