All Chapters of Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih): Chapter 11 - Chapter 20
120 Chapters
11. Mahkota yang Tak Seharusnya
"Sofia, bisa aku memelukmu?" bisik Rayhan saat malam semakin larut. Sofia yang mendengar itu sedikit gugup. Badannya gemetaran, tangannya mengepal kuat suasana berubah jadi panas. Rayhan masih menunggu jawaban istrinya. Biar bagaimana pun, dia lelaki normal. Setelah resmi menikah, hanya bersentuhan tangan dan baru dua kali mengecup kening istrinya. Rayhan paham, Sofia juga butuh proses. Maka dari itu, dia berusaha untuk bersabar hingga Sofia sudah siap. "Kamu sudah tidur, ya?" tanya Rayhan lagi. Kali ini Sofia berani menjawab. "B-belum."Rayhan sedikit mendekat kemudian kembali bertanya. "Boleh mas memelukmu? Tenang saja, aku hanya memelukmu dari belakang. A-aku janji tidak lebih dari itu."Sofia berpikir sejenak. Tak ada salahnya jika hanya memeluknya. Toh, mereka juga sah. Sofia membalikkan tubuhnya lalu mendekatkan diri ke dalam tubuh Rayhan. Getaran terasa di antara ke duanya. Dengan sedi
Read more
12. Berterus Terang
"Sofia, bangun. Kita shalat tahajjud," bisik Rayhan di telingan Sofia. Sofia masih tertidur pulas. Rayhan menjadi tidak tega untuk membangunkannya kembali. Senyum terukir indah di wajah Rayhan. Dia begitu bahagia setelah ibadah bersama semalam. Rayhan melenggang pergi untuk mandi kemudian melaksanakan shalat tahajjud. *Sofia mengerjab kala sayup-sayup terdengar suara seseorang yang sedang melafazkan kalam Allah. Dipandanginya wajah yang beberapa hari ini menjadi suaminya. Kalau bisa jujur, di dalam hati Sofia belum hadir sedikitpun rasa cinta untuk Rayhan. Hatinya masih saja tertuju hanya untuk Rayyan. 'Ragaku memang miliknya. Akan tetapi, hati ini masih milik Rayyan. Apa aku berdosa, Ya Allah?" bisik Sofia dalam hati. Sofia juga kadang tak mengerti apakah ini dosa atau bukan. Namun, menjalani biduk rumah tangga dengan seseorang yang sangat asing baginya sungguh sangat menyiksa. Terlebih
Read more
13. Berpikir Keras
"Kamu kenal dia, Mas?" tanya Sofia saat mereka sudah menjauh dari Afifah. "Kamu cemburu?" goda Rayhan. Hal itu membuat Sofia sedikit salah tingkah. Tidak. Sofia sama sekali tidak cemburu melihat kedekatan mereka. Hanya saja, Sofia tidak ingin mengetahui kenyataan bahwa Afifah adalah bagian dari masa lalu suaminya. Bagi Sofia, bisa jadi Afifah seperti Rayyan yang memiliki tempat khusus di hatinya. Siapa yang bisa menjamin bahwa tidak ada sesuatu di antara ke duanya. Melihat bagaimana tatapan Afifah pada suaminya dan pengakuan Afifah tentang sosok yang dia kagumi dulu."Apa kamu cemburu?" tanya Rayhan kembali. Sofia terhenyak dari lamunannya. "Tidak. Aku hanya bertanya," jawabnya cepat. Rayhan menggenggam tangan istrinya begitu erat. Senyum di wajahnya terukir. Rayhan berpikir, Sofia sudah mulai sedikit membuka hatinya. Rayhan membawa istrinya duduk di taman dekat mesjid pesantren. Ditata
Read more
14. Penolakan
[Temui aku di perpustakaan]Rayyan mengembuskan napas kasar saat membaca sebuah pesan yang masuk dua puluh menit lalu.Tangan kanannya memijit kuat kepalanya. Berulang kali dia mencoba untuk berpikir jernih namun tak bisa. Akhirnya Rayyan memilih untuk mengabaikan pesan itu.*"Mbak, telurnya gosong," tegur salah satu santri ndalem yang sedang membantunya memasak. Sofia tersentak dari lamunannya. Tangaannya dengan cepat mematikan kompor. Bau hangus menyeruak di dalam ruangan. Sofia mundur perlahan kemudian digantikan oleh santri yang menegurnya tadi. "Ada apa, Nak?" tegur Umi dengan lembut. "Kamu sakit?" tanya Umi Aisyah lagi saat tam mendapag jawaban dari menantunya. Umi Aisyah memandangi wajah menantunya yang sedikit pucat. Segera dia membawanya ke meja makan untuk duduk sebentar. Umi Aisyah memanggil salah satu santri lalu menyuruhnya untuk membawakan segelas air putih. Umi mem
Read more
15. Sofia Terluka
"Ada apa, Dek?" tanya Rayhan khawatir saat mendapati istrinya terduduk di lantai. "Aku baik-baik saja, Mas."Rayhan tidak semudah itu percaya. Akhir-akhir ini Sofia terus menangis tanpa dia tahu apa penyebabnya. Rayhan membawa tubuh Sofia di dalam pelukannya. Sungguh, dia tidak tahu harus berbuat apa. "Rindu bunda?" tanyanya lagi. Sofia tetap memilih diam. Saat ini hatinya begitu terluka. Pertanyaan dari suaminya pun dia abaikan. Rayhan dengan sabarnya tetap menunggu jawaban dari istrinya. Baginya, dia harus mencari tahu penyebab Sofia akhir-akhir ini menangis. *Sofia gegas menuju ruang makan setelah membersihkan diri. Berulang kali dia mengecek matanya yang tambak sedikit membengkak karena terus-terusan menangis. Dia tidak ingin mertuanya tahu. Setelah yakin semua tampak baik-baik saja, Sofia melangkah dengan penuh keyakinan. Di ruang makan tampak para santri ndalem
Read more
16. Dua Garis Biru
Dua minggu semenjak kejadian itu hubungan  Rayyan dan Sofia semakin menjauh. Rayyan selalu berusaha menghindari Sofia di mana pun dia berada. Berada di dalam satu atap adalah ujian terberat bagi mereka. Bertemu setiap hari bahkan harus menahan api cemburu kala Sofia mengurus suaminya di depan Rayyan. Tak menampik, semua itu justru membuat Rayyan sedikit terusik. Namun, sebisa mungkin Rayyan menghilangkan perasaannya. Berbeda dengan Sofia. Bertemu dan tidur bersama dengan laki-laki yang mirip dengan masa lalunya membuatnya semakin susah melupakan Rayyan. Terlebih, mereka selalu di pertemukan secara tidak sengaja. "Hoek. Hoek." Sofia sejak subuh sudah merasakan mual yang luar biasa. Sebisa mungkin dia menahan diri agar tak terlihat seperti orang sakit. Saat ini dia berada di kamar sendiri. Rayhan yang sudah lebih dulu keluar dari kamar tak mengetahui keadaan istrinya. Wajahnya memucat denga
Read more
17. Suami Siaga
"Mas, aku ingin makan rujak," rengek Sofia. Rayhan yang baru saja mendengarkan setoran hapalan mendudukkan dirinya di sofa. Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam. Rayhan menarik napas dalam kemudian mengembuskannya. "Ini sudah larut, Dek. Pedangang rujak sudah pulang sejak tadi," bujuk Rayhan. "Tapi, Mas, aku ingin sekali makan rujak."Rayhan akhirnya mengalah. Dia bangkit dari tempat duduknya kemudian berlalu meninggalkan Sofia. "Mas." Rayhan membalikkan badan. "Pakai sepeda ya?" pintanya. "Dek, ini sudah larut loh. Mobil saja ya?" pintanya. Sofia mengerucutkan bibirnya kemudian meninggalkan Rayhan.Rayhan menarik napas lebih dalam lagi. "Baiklah."Senyum di wajah Sofia tercipta. Dia melepaps kepergian suaminya dengan suka cita. Tangannya mengelus perutnya yang mulai nampak masih rata. Usia kandungan delapan minggu membuat ngidam
Read more
18. Cinta yang Tak Pernah Ada
"Tapi, kamu tidak masalah kan berada di sekitar Rayyan?"Pertanyaan Rayhan sontak membuat Sofia terkejut.Di dalam benak Sofia dia takut kalau Rayhan sebenarnya tahu tentang hubungan mereka. "M-maksud, Mas?"Rayhan terdiam sejenak pandangannya berfokus pada langit-langit kamar. "Maksud mas ..... kamu tidak apa kan berada satu atap dengan ipar? Ya, biasanya setiap orang memiliki privasi. Bisa jadi kamu kurang nyaman berada di sekitar Rayhan yang bukan muhrim kamu."Sofia bernapas lega. Dia hampir saja gegabah untuk menjawab. Sofia semlat berpikir Rayhan sudah mencium bau-bau kedekatan mereka. "A-aku tidak apa-apa, Mas. Sungguh."Rayhan tersenyum lega. Selama ini dia berpikir sikap Sofia seperti itu karrena tidak nyaman dengan kehadiran Rayyan. Tangannya mengelus elan kepala yang berbalut khimar berwarna peach itu. "Mas janji akan selalu membahagiakan kamu. Kalau kamu tidak nyaman akan
Read more
19. Usaha Sofia
Sofia terus merenungi curahan hati suaminya. Dia tak menyangka Rayhan merasakan sikapnya. Sofia sudah berusaha untuk menghadirkan cinta di dalam hatinya. Akan tetapi perasaannya pada Rayyan justru masih ada. "Nak, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Bunda Halimah saat mereka datang menjenguk Sofia. Ayah, Bunda, Mas Alfi dan Mbak Sarah hari ini datang berkunjung. Saat ini hanya  ada Sofia yang tengah berdua dengan Bunda.Halimah,  yang lain sedang menikmati obrolan ringan di ruang tengah. "Sofia baik-baik saja, Bunda.""Hubungan kalian baik-baik saja 'kan?" Sofia mengangguk seraya berusaha tersenyum. "Kamu nyaman tinggal di sini?" tanya Bunda Halimah lagi."Nyaman, Bunda.""Meskipun seatap dengan ..... "Bunda Halimah sengaja menggantung ucapannya demi melihat respon dari Sang putri. Sofia memilih bungkam. Dia juga tidak tahu jawaban apa yang cocok. 
Read more
20. Detik-detik Menegangkan
"Alhamdulillah, bayinya sehat, Ustaz," ucap dokter Widya. Salah satu dokter langganan keluarga Sofia. "Alhamdulillah," ucap mereka bersamaan. "Dok, kalau boleh tahu, calon bayi kami jenis kelaminnya apa ya?" tanya Rayhan penasaran. Dokter Widya tersenyum menanggapi. "Saya cek dulu, ya, Ustaz."Dokter Widya menggerakkan kembali alat di sekitar perut Sofia. Pandangannya berfokus pada layar monitor berukuran 14 inch. "Menurut hasil USG, bayinya berjenis kelamin laki-laki, Ustaz.""Alhamdulillah. Bisa jadi penerus pondok," ujar Ustaz Luthfi."Apapun jenis kelaminnya patut kita syukur, Abi. Hal yang terpenting adalah ibu dan bayinya sehat," tegur Umi Aisyah. Rayhan tersenyum melihat kedua orang tuanya. Berbeda dengan Sofia, sejak tadi dia hanya bisa tersenyum simpul. Dokter Widya yang menyadari sikap yang ditunjukkan Sofia berusaha berpikir positif bahwa itu  adalah bawaan
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status