Semua Bab Mr. Wolfy and His Siren Mate (INDONESIA): Bab 101 - Bab 110
131 Bab
101. Omega Bergabung dalam Misi
“Apa yang kau lakukan edi luar sana? Mengapa kau sangat lama?” tanya Seth, saat Linea baru saja kembali setelah pamit untuk berjalan-jalan menghirup udara segar. Linea mulai merasakan tubuhnya menjadi ringkih dan mudah sakit, itu sebabnya ia menyempatkan diri setiap sore hari untuk sekadar menghirup udara segar di luar atau pergi ke taman seorang diri. “Aku hanya keluar sebentar. Apakah ada masalah?” tanya Linea. Seth hanya mendengkus. “Di mana Lyra? Aku tak melihatnya sejak kemarin.” “Kau masih memeliharanya di rumah ini, padahal kau sendiri tidak memerhatikannya sebentar pun. Apakah kau ingin orang lain terus yang melakukannya? Kau sudah menyewa pembantu rumah tangga untuk bayi itu seolah ia putrimu sendiri. Aku tidak memahami apa yang ada di kepalamu, Linea!” Seth menggerutu dan sengaja menunjukkan bahwa ia sangat tidak menyukai keberadaan Lyra di rumahnya. Linea sudah terbiasa dengan gerutuan Seth dan ia tak akan terpengaruh sedikit pun, terlebih
Baca selengkapnya
102. Omega Bergabung dalam Misi (2)
Ronan sudah berdiri di tempat di mana Ivory tepatnya telah mengawasi Linea berdasarkan titik ordinat yang diberikan oleh sahabat lautannya. Namun, Ivory tak segera meninggalkan lelaki itu melainkan memberi keterangan lebih banyak mengenai Linea dan Seth. “Kau mungkin butuh ini untuk memastikan seperti apa karakteristik Linea dan Seth. Kau harus berhati-hati untuk ini, Ron,” ucap Ivory memberikan instruksi dan peringatan pada lelaki yang seolah dengan sengaja mengorbankan dan menyerahkan diri pada musuh yang mereka buru agar bisa menyelamatkan Lyra. Ronan hanya mengangguk mendengar peringatan dari Ivory, sembari tetap mengedar pandangan ke berbagai penjuru dengan mata serigalanya untuk melihat perubahan sekecil apa pun agar ia bisa mengawasi tempat itu. Penciumannya ia pertajam untuk mengendus aroma tubuh Linea melalui benda yang sempat ditinggalkan oleh wanita itu di tempatnya yang lama—beruntung Ivory menemukan dan menyimpannya untuk ia jadikan sarana dalam me
Baca selengkapnya
103.
“Kenapa mereka lama sekali, Max?” tanya Ivory yang tak sabar dan makin gelisah saat tak juga mendapat kabar dari Mirielle. Mereka tak tahu apa yang tengah dihadapi gadis itu dan Ron dan semakin gelisah karena tak mengetahui apa pun. Ia berusaha menghubungi Mirielle, tetapi tak bisa terhubung. “Mungkin Elle sekarang sedang menggunakan selubung pelindung. Dan hal ini membuatku makin gelisah. Max, lakukan sesuatu!” Namun, Max masih bersikap tenang, karena ia yakin kalau adiknya mampu mengatasi semua. Sayangnya, tidak dengan Ivory. Ia tak tahan untuk keluar dari mobil dan mendatangi tempat di mana Mirielle dan Ronan berada. “Ivy, tenanglah. Elle akan baik-baik saja. Aku yakin itu. Lagi pula ia tidak sendirian melainkan bersama Ron. Kau tahu, Ron itu sangat andal dalam pertarungan. Itu sebabnya kakek memilih dia untuk menjadi pengawal Elle.” “Tapi aku sungguh cemas, Max. Bagaimana kalau ternyata—“ Ivory menghentikan kalimatnya karena penglihatan yang sebelumnya tidak terhubung dengan Mi
Baca selengkapnya
104.
Benjamin menurut saja, demi Lyra. Dia rela berbuat apa pun. Namun, dia tidak dapat mengendus bau darah putrinya. Dia melengos tanpa berucap apa-apa, saat ini dia dengarkan saja dulu keinginan pasangan gila ini. Kalau Seth memang ingin mempermainkannya, Benjamin tak akan segan membunuh mereka berdua. Seth tersenyum miring keji, sementara Linea menghela napas berat di belakangnya. “Duduklah. Anggap rumah sendiri, Ben.” Benjamin mendesis samar. Dia kurang menyukai sapaan Seth yang sok akrab terhadapnya. Karena sampai kapan pun, vampire dan werewolf adalah musuh abadi. Mirielle menggebuk batang pepohonan pinus dalam pelukannya. “Sial. Mereka masuk ke dalam kabin. Kalau begini, aku tak akan bisa mendengar semua ucapan mereka. Ayo, Ron.” “Tunggu dulu, Elder! Kau mau ke mana? Hati-hati!” “Ssssh! Pelankan suaramu! Ikuti aku saja!” kata Mirielle mengibaskan tangan. Ronan mengikuti Mirielle, mau bagaimana lagi? Ronan agaknya kecewa sebab dia tak memiliki kemampuan hebat seperti elder mud
Baca selengkapnya
105.
“Aku bersumpah akan membunuhmu, Seth! Jangan berani kau lukai putriku, brengsek!!” Seth menghela napas panjang. Senyuman penuh kemenangannya tak pernah pudar. Duduk di sofa mewahnya lagi, dia meneguk gelas sampanyenya. “Yeah. Yeah. Terserah apa katamu. Jangan lupakan itu. Sekarang, pergilah! Lebih cepat kau membawanya padaku, itu lebih baik. Aku harus mendongengkan cerita bagus pengantar tidur putrimu malam ini.” Benjamin merasakan nyeri di dadanya. Ada tekanan membara, membuncah di sana. Mendengar ucapan Seth barusan semakin memedihkan jantungnya. Wajah Benjamin merah padam, urat-uratnya ikut memanas. Dia dibakar oleh amarah namun tak dapat berbuat banyak sebab Benjamin tidak ingin membahayakan nyawa Lyra. “Izinkan aku melihatnya sebentar saja. Aku sangat merindukannya, Seth.” Ucap Benjamin setengah memohon, dia rela mengorbankan harga dirinya agar bisa bertemu Lyra. Rela menundukkan kepala juga suaranya. Kekalahan telak ini harus ditelannya bulat-bul
Baca selengkapnya
106.
“Dan mereka pun hidup bahagia selamanya.” Linea mengakhiri dongengnya. Menyadari suasana menghening, tanpa ada celoteh lucu lagi dari Lyra. “Lyra?” sambungnya menyeru lembut. Linea menutup buku dongeng di tangannya. “Oh, anak ini sudah tertidur rupanya. Begitu damainya wajahmu. Aku selalu suka melihatmu terlelap begini. Rasanya menakjubkan.” Linea baru selesai membacakan satu buku pengantar tidur untuk bayi ini, dan lihatlah dia tertidur dengan damai. Wajah cantik dan mungilnya bercahaya bagai malaikat. Pipinya yang berisi, merona merah. Menaikkan selimut untuk menghangatkan tubuh bayi itu, Linea menghela napas panjang, Entah mengapa dia malah tersenyum. Mengusap pelan punggung mungil, rambut bercahaya, dan tangannya yang menggemaskan. Linea mendesis halus. Tawa bahagianya membuncah. Jemarinya mengelus lembut pipi kenyal Lyra. “Kau ini sangat menggemaskan, Lyra. Kau tahu? Rasanya benar-benar aneh, bagaimana bisa Seth begitu membenci malaikat mungil,
Baca selengkapnya
107.
“Ayo, twinnies. Ini dia. Kalian pasti lapar, ya? Oh, sayangku. Maaf, ya? Aku terlalu lama mengambilkan susu, juga membuat makanan untuk kalian.” Jeremiah menyeru. Di kedua tangannya terdapat botol kembar penuh susu. “Ayo, anak-anak pintar, cerdas, baik hati, kebanggaan orang tuanya.” Jeremiah menyiapkan dua kursi bayi, di atas meja mereka telah tersaji beragam makanan lunak. Ivy selalu mewanti-wanti agar Jeremiah memberikan makanan pendamping menyehatkan untuk mereka. “Pertumbuhan kalian cepat sekali, huh? Duduk yang manis. Kalian memang cerdas. Sabar, ya? Berhubung Ivy dan Max sedang ada misi untuk menyelamatkan Lyra.” Isaac dan Mackenzie yang sempat menangis histeris karena lapar. Mereka duduk di kursi bayi dengan tenang. Mata mereka tertuju pada makanan yang penuh oleh warna-warna cerah. Tangan mungil mereka bergerak, meraup dan melahapnya perlahan. Jeremiah tertawa lebar melihat wajah-wajah mungil mereka berlumuran alpukat mousse. Semb
Baca selengkapnya
108.
“Jadi, Elle akan melanjutkan pencariannya ‘kan? Dia telah berjanji padamu ‘kan? Elle akan membawa Lyra kembali ke rumah ‘kan? Kenapa kau diam saja? Katakan sesuatu? Kau membawaku pulang, tapi Lyra ada di sana. Kau membuatku meninggalkannya, Max!” Ivory meradang. Sepanjang perjalanan pulang, Ivory memberondong Max dengan pertanyaan yang sama berkali-kali. Max sampai lelah menjelaskannya. Walau Ivory jauh lebih tenang sekarang, tetap saja kegelisahan dan kepanikannya di luar batas kewajaran. Menetap di sana hanya perburuk situasi. Max mempercayakan urusan ini pada Mirielle dan Ronan. Max berulang kali kesulitan menenangkan Ivory yang histeris tadi. Ini pertama kalinya, Max melihat keputusasaan Ivy teramat sangat, nyatanya bisa membawa bahaya bagi semuanya. Max tidak bisa mempertaruhkan Mirielle atau Ronan yang masih berjuang di sana untuk menemukan Lyra. Pada akhirnya Max memutuskan membawa Ivory pulang bersamanya ke rumah. Terlalu lama di sana membuat
Baca selengkapnya
109.
“Lyra?!” Elle setengah berbisik, dan terperanjat dari ambang pintu kamar. Namun, langkah kakinya terhenti sebab di kamar sebelah; Seth juga Linea sedang bertengkar karena sesuatu. Dengan kecemasan tidak terkira, Mirielle memerhatikan Lyra yang terlelap di atas tempat tidur, kamar itu punya lima tempat tidur bayi khusus. Sepertinya baru dibangun dan dicat ulang; mengingat Linea sedang hamil besar. Dia pasti sengaja mempersiapkan kamar bayi ini untuk janin yang tengah di kandungnya. Lyra terlihat damai memeluk boneka gajah di sampingnya. Elle bersyukur, Lyra baik-baik saja. Sepertinya Lyra dirawat dengan baik oleh Linea. Mirielle tidak mendeteksi adanya luka atau apa pun yang janggal di tubuh mungil Lyra. Seth kentara benar membenci Lyra, suaranya yang meninggi itu siratkan kebencian mendalam, dan berkali-kali memaksa Linea untuk membuangnya. Linea menentang keras keinginan Seth. “Dasar tidak waras!” kutuk Elle di dalam batinnya.
Baca selengkapnya
110.
“Gagal! Selalu gagal!” Mirielle menggeram jengkel, dan agak putus asa. Tangannya meninju dinding geram. Napasnya memburu, menguras seluruh energi untuk mengeluarkan serangannya. “Kekuatan sihirku belum kembali sepenuhnya. Sebenarnya, aku masih berada dalam pemulihan. Aku mencobanya puluhan kali tetap saja tidak bisa menembus dinding sihir sialan ini!” Mirielle bingung, dia mondar-mandir kebingungan sembari memijit pangkal hidung. Berusaha merumuskan rencana dan memikirkan sesuatu. Mirielle pandangi wajah cantik Lyra yang tertidur lelap sambil berdiri putus asa di ambang pintu. Mirielle menghela napas panjang. Dinding sihir ini terlampau kokoh dan Mirielle tidak paham mengapa begitu sulit untuk menghancurkannya? “Sangat menyebalkan! Kenapa harus di saat-saat genting begini? Tidak bisakah aku melakukannya dengan benar?!” Bulu mata Lyra yang lebat itu merunduk. Wajah mungilnya terlihat damai dalam tidurnya. Mirielle bisa mendengar helaan napas Ly
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status