All Chapters of Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier: Chapter 11 - Chapter 20
118 Chapters
Insiden di Kamar Mandi
Anike duduk terpekur sendirian di depan meja yang terletak di sisi jendela. Kedua tangannya menopang kepala yang terasa cenut-cenut. Bagaimana tidak? Carlen memberikan kriteria wanita yang terasa sama sekali tak masuk akal untuk dijadikan pasangan. “Ke mana aku harus mencari?” gumam Anike. Pikirannya mendadak buntu. Di saat kalut seperti itu, tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka. Dengan santainya Carlen masuk dan berbaring begitu saja di atas ranjang yang seharusnya menjadi tempat tidur Anike. “Eh, Tuan? Kok di sini?” tanyanya. “Memangnya kenapa? Ini bagian dari rumahku juga,” sahut Carlen ketus. “Ta-tapi, anda ‘kan sudah memberikan kamar ini untukku,” protes Anike tak terima. “Ah, kau ini. Cerewet sekali.” Carlen yang semula berbaring, segera bangkit dan melepas T-shirt putihnya. Pria itu kembali bertelanjang dada, seperti pada saat mereka terkunci di dalam ruang pendingin. “Astaga ….” Anike begitu terpana melihat penampakan di hadapannya. Usia yang terlampau matang, tak membua
Read more
Mencari Pinjaman
“Kalau begini terus, lama-lama aku akan meminta pada Abah dan Emak untuk mencoretmu dari kartu keluarga!” omel Tiara tanpa jeda. “Bagaimana bisa kamu memecahkan guci senilai lima ratus juta?”“Namanya juga tidak sengaja, Teh,” sesal Anike. “Kamu itu benar-benar nggak mikir. Dilahirkan cuma buat bikin susah orang lain saja!” Tiara melampiaskan kekesalannya.“Begini, Teteh carikan aku pinjaman, nanti aku yang melunasi,” cetus Anike setengah memaksa.“Cari pinjaman ke mana uang sebanyak itu. Kalau punya otak tuh dipakai, Anike!” Kesabaran Tiara mulai habis. Kepalanya terasa begitu panas dan berat memikirkan tingkah laku adik satu-satunya itu.“Pinjol juga bisa, Teh. Yang penting ada uang sejumlah 500 juta,” desak Anike tanpa memedulikan amarah Tiara yang sudah berada di ubun-ubun.“Lebih baik aku nggak punya adik lagi!” Tuuuuut &he
Read more
Ingin Berdua
“Ah, masa, sih?” Anike mengernyit tak percaya. “Pandu itu sepertinya tidak suka kalau kakakku dekat dengan Diana. Ada saja tingkahnya untuk menjauhkan mereka. Aku juga pernah melihat Pandu sedang beradu mulut dengan Diana,” tutur Lula. “Oh, ya? Mereka bertengkar tentang apa?” tanya Anike penasaran. “Aku sempat mencuri dengar, tapi yang sampai di telingaku hanyalah Diana yang mengatakan bahwa Pandu itu seperti pacar Carlen saja. Pandu selalu melindungi Carlen sepenuh hati. Begitu yang Diana bilang,” jawab Lula. “Maksudnya … Tuan Carlen dan Pandu itu sebenarnya ….” Anike sengaja tak melanjutkan kalimatnya. Dia malah menggerakkan kedua tangannya yang menguncup, sebagai isyarat gerakan ciuman. “Mungkin saja,” desis Lula. “Karena itulah aku sangat membutuhkan bantuanmu, Anike,” ujarnya kemudian dengan sorot mengiba. Lula kemudian meraih tangan Anike dan menggenggamnya erat. “Aku hanya ingin melihat kakakku hidup normal, menikah dengan wanita dan membangun sebuah keluarga. Bukan pernik
Read more
Ciuman Pertama
"A-anda mau apa? Kenapa ingin berduaan?" Anike langsung menarik selimut hingga sebatas dada.Namun, Carlen tak segera menjawab. Dia malah berbalik dan mengunci pintu kamar Anike, lalu mengempaskan diri di samping istrinya dalam posisi setengah berbaring."Apa sakitmu masih lama? Kalau bisa jangan lama-lama, kerjaan masih banyak," celoteh Carlen tanpa beban.Anike menggeser tubuhnya agar menjauh dari Carlen. Dia baru berhenti setelah dirinya benar-benar berada di tepi ranjang. "Aku sakit juga gara-gara anda. Masa malam-malam disuruh membersihkan kamar yang kebanjiran," gerutu Anike."Sudah kubilang, kalau tidak mau tidak usah dikerjakan," sahut Carlen enteng sambil terus mendekat pada Anike yang sudah terpojok."Tidak usah dikerjakan, tapi harus membayar denda," cibir Anike."Memang begitu peraturannya, kan?" Carlen tak mau kalah."Anda tenang saja, Tuan. Aku jarang sakit. Kalau sakit pun tidak pernah lama. Lagipula, aku ingin cepat-ce
Read more
Strategi Pandu
"Benarkah, Pak Pandu?" Sorot mata Anike seketika berbinar. Secercah semangat muncul di paras cantiknya. Sesaat kemudian, Anike kembali memasang ekspresi serius. "Lalu, bagaimana cara Pak pandu dalam membantu saya?""Eh, tunggu, tunggu!" sergah Anike ketika Pandu sudah bersiap membuka mulut.Anike bergegas mendekat ke arah pintu, kemudian menguncinya rapat-rapat. "Nah, sudah aman. Sekarang, silakan lanjut," ujarnya sambil duduk kembali di tempatnya semula."Jadi begini, Nyonya." Pandu yang berdiri di hadapan Anike, tiba-tiba merogoh sesuatu dari saku celana. Dia mengeluarkan beberapa lembar kertas yang terlipat rapi, lalu menyerahkannya pada Anike."Apa ini?""Itu informasi dan data pribadi tentang Diana Paramitha. Saya juga melampirkan foto terakhir Diana," jawab Pandu pelan."Untuk apa?" Anike mengernyit keheranan. Sekilas dirinya memperhatikan foto seorang wanita yang teramat cantik."Seperti yang sudah saya dengar bahwa Tuan Carlen
Read more
Ultimatum
"Apa maksudnya, Tuan?" Pandu mencoba bersikap tenang. Dia tersenyum kalem sembari melirik pada sang atasan. Sementara Carlen tak segera menanggapi pertanyaan Pandu. Dia tetap menatap lurus ke depan. "Aku mulai tertarik pada Anike. Ada sesuatu yang ada di diri gadis bar-bar itu yang menarik perhatianku. Aku tidak akan berhenti sampai berhasil menaklukkannya," ujarnya beberapa saat kemudian."Syukurlah, akhirnya anda berhasil membuka hati, Tuan." Pandu tersenyum simpul, tetapi Carlen membalasnya dengan sorot mata tajam, seakan menembus jauh ke dalam jantungnya."Kau sudah paham kan kalau aku tidak mau siapapun menghalangi jalanku? Sekalipun itu orang terdekatku," tegas Carlen."Tentu, Tuan. Saya sangat mengerti. Sampai kapanpun, saya akan tetap loyal pada anda," timpal Pandu."Hm." Carlen tertawa kecil, lalu terdiam hingga mobil yang mereka tumpangi tiba di tempat tujuan. Carlen menghabiskan hari dengan meninjau pabrik pembuatan suku cadang yang berdiri di atas tanah seluas hampir lima
Read more
Meier Bersaudara
"Ke Jerman, Tuan? Bukankah anda memberi tugas pada saya untuk mengurus pembebasan lahan?" tanya Pandu tak mengerti. "Masalah pembebasan lahan akan kuserahkan pada mantan sales di sebelahku ini saja," jawab Carlen seraya melirik pada Anike. "Ta-tapi ... Tuan ...." "Bukankah kau sudah berjanji untuk selalu loyal padaku, Pandu? Sekarang saatnya kau membuktikan perkataanmu," potong Carlen. Hening sejenak. Pandu tak mengeluarkan sepatah kata pun, sampai terdengar desahan pelan dari asisten pribadi Carlen itu. "Baiklah, Tuan. Saya akan menyiapkan dokumen-dokumen saya secepatnya, paling tidak seminggu sampai saya siap berangkat ke Jerman," jelas Pandu. "Oke, selama rentang waktu itu, kau tidak perlu datang ke rumah. Cukup selesaikan pekerjaanmu di kantor saja. Jangan meninggalkan beban sedikitpun sebelum pergi," titah Carlen. Pandu terdengar mengempaskan napas panjang, lalu menjawab, "Iya, Tuan." "Bagus." Carlen tersenyu
Read more
Drama Pagi
"Apa?" Marten terbengong-bengong melihat Carlen merangkul Anike mesra. Dia terus memperhatikan dua anak manusia itu sampai keduanya masuk ke dalam salah satu kamar yang berada di ujung lorong. "Bukankah itu kamar tamu?" desis Marten penasaran. Dia ingin sekali menyelidiki siapa gadis yang dibawa masuk oleh Carlen ke dalam kamar. Akan tetapi, rasa kantuk sekaligus lapar mendera Marten. "Ah, besok sajalah," gumam Marten pada diri sendiri. Sementara itu, Anike merasa risi saat Carlen tak jua melepaskan tangan dari bahunya. "Aku ingin tidur, Tuan. Kalau aku kurang tidur, nanti aku sakit lagi. Kalau aku sakit, aku jadi tidak bisa melaksanakan seluruh perintahmu," bujuk Anike. "Tunggu sebentar, aku ingin menanyakan sesuatu," ujar Carlen sambil memasang raut serius. "Apa?" "Apa saja yang Marten katakan padamu tadi?" selidik Carlen. "Tidak ada. Dia hanya menanyakan namaku. Tuan Marten mengira bahwa aku asistenmu," ungkap Anike. "Lalu, kau jawab apa?" "Ya, kubilang padanya kalau aku as
Read more
Merayakan Keberhasilan
Lula berdiri sambil berkacak pinggang. Dia terlihat segar dan seksi dalam balutan sports bra dan legging berwarna hitam. Dia tersenyum penuh arti seraya melirik pada Anike. Sesekali Lula mengusap peluh yang menetes di dahi."Kenapa kau selalu saja ikut campur, Lula?" gerutu Carlen sambil berdecak pelan. "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya," timpal Lula santai sembari menarik satu kursi dan duduk di dekat Carlen. "Apa maksudnya istri kontrak?" tanya Marten tak mengerti."Istri main-main," sahut Lula sebelum Carlen sempat menjawab. "Lula, diam atau kujewer telingamu!" hardik Carlen."Ah, berarti kalian berdua ...." Marten sengaja menggantungkan kalimatnya. Dia mengarahkan telunjuk pada Carlen dan Anike secara bergantian."Aku akan bercerai dengannya jika waktuku telah habis," sela Anike."Sudah kuduga!" seru Marten antusias. "Carlen tidak mungkin berbuat bodoh dengan menikahi seorang wanita. Dia pembe
Read more
Pesta
Carlen membawa mobilnya keluar dari rute pulang. Seperti yang sudah dikatakannya tadi, dia mengajak Anike untuk makan siang bersama di sebuah restoran Jerman langganannya. Carlen membiarkan Anike memesan apapun yang dia mau. "Makan apa, ya?" gumam Anike seraya mengamati buku menu tebal berukuran besar. "Sudah sepuluh kali kau menanyakan itu," geram Carlen. Lagi-lagi dia harus belajar sabar menghadapi tingkah Anike. "Nama masakannya aneh semua, Tuan. Aku sama sekali tidak paham." Anike menggeleng pelan. "Tidak usah membaca tulisannya. Kau cukup melihat gambar saja!" ujar Carlen ketus. "Oh, iya juga, ya." Anike manggut-manggut, lalu menunjuk satu gambar. "Aku pilih yang ini, Tuan. Mirip kerak telor." "Itu Kartoffelpuffer, atau panekuk kentang," jelas Carlen. "Oh." Mulut Anike membulat saat berkata demikian. "Apakah aku boleh pesan dua?" "Boleh saja." Seulas senyuman samar tersungging dari bibir tipis Carlen. Sembari menunggu pesanan datang, mereka mengobrol tentang banyak hal. Sa
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status