Setelah dikhianati calon suami yang membawa lari tabungannya, Anike Nareswari mengira bahwa ia bisa selamat setelah diterima bekerja sebagai asisten pribadi Tuan Besar Meier. Sayangnya, ia justru tak sengaja membuat kesalahan di hari pertamanya bekerja, hingga mendadak harus jadi istri kontrak pria itu! Apa sebenarnya alasan Tuan Meier mengajukan kontrak tersebut? Dan, apakah Anike bisa lepas darinya?
View MorePanasnya matahari tidak menghalangi Anike yang baru pulang dari tempatnya bekerja untuk menuju wedding organizer yang dipilih calon suaminya.
Namun, pegawai itu justru meliriknya sekilas saja sebelum akhirnya membalas singkat, “Hai.”
Anike terdiam mendapati sikapnya tak seramah seperti saat pertama kali Anike dan Indra datang ke sana. Namun, Anike tak mau ambil pusing. Mungkin, perempuan di depannya ini sedang ada masalah.
“Oh, iya. Saya sedang menunggu Indra datang ke mari. Bagaimana kalau kita ngobrol dulu sebentar tentang–”
“–Maaf, Mbak Anike. Mbak sudah menyalahi perjanjian,” sela sang pegawai .
“Maksudnya?” tanya Anike tak mengerti.
“Bukankah kami sudah menekankan agar Mbak Anike membayar sebesar 50% di awal sebagai DP, tapi kenapa Mbak tidak juga melunasinya?”
Nada bicaranya terkesan malas.
Mendengar itu, Anike sontak mengernyitkan kening. “Tidak mungkin, Mbak. Saya sudah mengirimkan uang kepada Indra untuk dibayarkan kepada pihak WO. Jumlahnya sesuai dengan pihak WO minta. Itu sudah dari dua hari yang lalu. Indra mengatakan bahwa dia sudah ….”“Kalau begitu, ada baiknya Mbak Anike tanyakan lagi kepada Mas Indra. Lagi pula, kami adalah WO profesional. Kami sudah memiliki banyak klien. Tidak hanya dari kalangan menengah ke bawah. Namun, banyak juga klien kami yang berasal dari kalangan menengah ke atas. Jadi, kami tidak mungkin melakukan kecurangan,” papar pegawai tersebut.
Selesai berkata demikian, ia pun menatap kembali layar komputer di hadapannya.
Anike terdiam. Ia begitu terkejut mendengar informasi baru tersebut.
Perlahan, Anike keluar dari sana, lalu kembali mencoba menghubungi Indra. Namun, panggilannya tetap tidak tersambung.
Karena sudah kehilangan kesabaran, Anike memutuskan untuk mendatangi tempat tinggal pria itu. Namun, setibanya di sana, Anike menemukan tempat itu tampak sepi.
“Cari siapa, Mbak?” tanya seorang wanita paruh baya saat melihat Anike yang terus berdiri di depan rumah yang Indra tinggali.
“Saya mencari Indra, Bu,” jawab Anike pada wanita yang menyapanya tadi.
“Oh, Mas Indra sepertinya pergi semalam. Perginya juga terburu-buru. Kalau saya tidak salah dengar, dia akan ke Surabaya karena istrinya sudah melahirkan anak kedua mereka.”
"Anak kedua?" ulang Anike tak percaya. "Ta-tapi saya calon istrinya, Bu."
Wanita di hadapannya tampak terkejut. "Wah, kurang tahu, ya. Saya cuma sempat mendengar dia bicara begitu di telepon," sahutnya meninggalkan Anike.
Lagi, perempuan itu berusaha menghubungi Indra. Akan tetapi, panggilannya itu lagi-lagi gagal tersambung.
Menahan lemas di sekujur tubuh, Anike pun melangkahkan kaki menyusuri trotoar jalanan yang padat.
Ini adalah kebodohan terbesar dalam hidupnya. Anike memang baru mengenal Indra selama kurang lebih tiga bulan. Hanya saja, orang tuanya terus mendesak perempuan itu agar segera menikah, hingga Anike terburu-buru dalam mengambil langkah.
“Astaga! Bagaimana ini?” pikirnya meremas rambut.
Ia teringat jika sudah mengajukan surat pengunduran diri. Kebetulan, Indra memintanya fokus menjadi ibu rumah tangga di rumah pria itu. Indra juga berjanji bahwa dia yang akan melunasi uang kontrakan Anike, hingga mereka menikah bulan depan. Karena itulah, ia berani menguras semua uang tabungannya demi membayar DP yang diminta pihak WO.
Namun, sekarang semua kacau!
Drrt!
Ponsel Anike bergetar. Perempuan itu pun membuka pesan yang baru saja masuk.[ Kakak: Bagaimana Anike? Kau dan Indra sudah jadi ke WO, kan? ]
***
Anike kini tak berani menatap sang kakak yang tampak marah.
Setelah mendapat pesan itu, ia memang langsung menuju kontrakan sang kakak. Ia juga menceritakan semuanya kepada wanita yang lebih tua tiga tahun darinya itu.
“Dari dulu sampai sekarang, kamu itu masih saja jadi gadis bodoh dan gegabah!” marahnya pada Anike. “Berapa kali teteh mengingatkan kamu, agar dipikir baik-baik dulu sebelum mengambil keputusan! Kalau sudah begini, kamu mau apa?”
“Maaf, Teh,” isak Anike tak berdaya, “Sekarang, aku benar-benar tidak punya uang. Semua sudah diambil Indra. Padahal, aku harus memperpanjang bayar kontrakan kamar, kecuali ….” Anike menyeka air matanya.
Dia menatap sang kakak dengan memelas.
Menyadari itu, Tiara langsung memelototi Anike. “Tidak! Aku tidak bisa menampungmu.”
“Dengar, Anike! Teteh tidak mau lagi disangkutpautkan dengan apapun permasalahan hidupmu. Sudah cukup segala kekonyolan kamu selama merantau di kota ini. Dari awal datang ke mari, kamu itu hanya membuat beban hidup Teteh semakin berat!”
Ucapan Tiara begitu pedas pada Anike. Namun, dia harus melakukan hal itu supaya adiknya tersebut sadar dan bisa berubah.
“Aku cuma bingung, Teh. Selama ini Abah dan Emak selalu memaksaku untuk menikah. Mereka tidak mau aku jadi perawan tua,” keluh Anike.
“Memangnya, kamu pikir setiap emak menghubungi teteh, dia tidak memaksa teteh menikah juga?” balas wanita itu cepat. “Bedanya, Teteh sama kamu hanya satu. Ini.”
Tiara menunjuk kepala, yang bisa diartikan sebagai ‘otak’.
"Jadi, bagaimana, Teh?" tanya Anike.
“Kalau aku hanya tinggal selama beberapa waktu di kontrakan Teteh, bagaimana? Setidaknya, sampai aku mendapat pekerjaan. Setelah itu, aku akan pindah,” jelas Anike ragu. Dia tahu bahwa sang kakak tak ingin lagi direpotkan oleh dirinya, yang memang sangat merepotkan.
Mata Tiara makin melotot. “Bisa kamu perjelas dengan kata ‘beberapa waktu’?”
“Sampai …” Anike kebingungan melanjutkan kata-katanya, “sebulan mungkin?”“Tidak!” tegas Tiara. “Teteh memperbolehkanmu menumpang di sini hanya selama satu minggu. Jadi, silakan kamu cari pekerjaan dan mulailah hidup dengan benar. Teteh harap, setelah ini kamu bisa belajar dari kesalahan yang sudah-sudah.”
“Satu minggu?” ulang Anike tidak percaya. “Tapi–”
“--Pikirkan baik-baik caranya,” ujar Tiara jengkel. “Jika tidak, sebaiknya kamu pulang ke Bandung. Si Jajang, juragan toko kelontong itu, sudah siap untuk melamar kamu.”
"Anike!" seru Carlen seraya melemparkan pistol yang berhasil dia rebut dari Diana, ke arah Marten. Marten sigap menangkap pistol tersebut dan menyembunyikannya di balik pinggang. Sementara Maya berteriak histeris melihat Anike yang terkulai. Dia menghambur bersamaan dengan Carlen yang mengangkat tubuh istrinya. Diana sendiri hanya bisa berdiri terpaku. Tubuhnya membeku melihat Anike yang bersimbah darah. "Awasi Diana! Aku akan membawa Anike ke rumah sakit!" titah Carlen yang tak memedulikan apapun lagi. Dia membopong sang istri yang tak sadarkan diri menuju mobil mewah yang masih terparkir di halaman."Ya, Tuhan! Ada apa ini, Tuan?" Yanto berlari tergopoh-gopoh mendekati majikannya. "Siapkan mobil! Antarkan aku ke rumah sakit!" seru Carlen. Tanpa membuang waktu, Yanto segera membukakan pintu mobil dan membantu membaringkan Anike di jok belakang. Dia meletakkan kepala Anike di pangkuan Carlen. Setelah memastikan bahwa Carlen dan Anike berada pada posisi nyaman, Yanto bergegas duduk
"Kenapa, Tuan?" tanya Anike curiga. Diperhatikannya wajah tampan sang suami yang seolah tengah menyembunyikan sesuatu. "Kita harus pulang sekarang," ucap Carlen tanpa menjawab pertanyaan Anike. "Kamu juga Maya. Kemasi barang-barangmu sekarang juga. Kita akan kembali ke Jakarta sekarang sebelum bertolak ke Jerman," ajak Marten. Anike dan Maya tak membantah sama sekali. Setelah memberi pengertian pada Saodah dan Abdul Manaf, serta berpamitan pada para tamu, dua pasang mempelai itu bergegas meninggalkan gedung resepsi. Carlen dan Anike kembali ke rumah Abdul Manaf, sedangkan Marten membantu Maya bersiap-siap. Satu jam kemudian, sopir pribadi Carlen datang menjemput. Mereka masuk ke dalam mobil dengan tergesa-gesa, membuat Anike semakin was-was. "Sebenarnya ada apa ini, Tuan?" desaknya. Carlen yang duduk di samping Anike, hanya bisa menarik napas panjang. Butuh waktu lama baginya untuk menjawab pertanyaan sang istri. "Ini tentang Diana," ucap Carlen pada akhirnya. "Kenapa lagi dia?"
Maya ragu-ragu menatap Marten. Pria di hadapannya itu sungguh bersikap di luar dugaan. Pertemuan mereka yang singkat sama sekali tak membuat Marten ragu untuk melamar Maya. "Apa anda yakin, Tuan?" tanyanya hati-hati. "Seratus persen!" jawab Marten tegas. "Meskipun kita baru saja bertemu dan berkenalan?" tanya Maya lagi, sekadar untuk memastikan. "Aku bukan pria plin-plan. Sekali 'iya', maka selamanya akan tetap seperti itu. Aku ingin menikahi dan membawamu pergi," jelas Marten. "Nanti kalau anda tidak cocok dengan sifat dan kebiasaanku, bagaimana? Saya orangnya suka ngambekan," ungkap Maya. "Suka kentut juga," sahut Tatang. "Makannya banyak!" Engkos Kusnandar juga tak mau kalah. "Itu semua adalah resiko yang harus kuterima dengan lapang dada," ucap Marten. "Aku sudah mempunyai modal awal, yaitu perasaan jatuh cinta padamu. Seharusnya rasa itu saja sudah cukup untuk mengatasi semua hal-hal tak menyenangkan yang mungkin muncul di masa yang akan datang," lanjutnya. "Tuan ...." Ma
"Aku pergi dulu," ucap Marten. Dia tak memedulikan tugasnya sebagai pendamping Carlen di pelaminan. Marten malah berlari turun mengejar Maya. "Hei, sedang apa?" sapanya pada gadis cantik itu.Maya sedikit terkejut dan langsung menoleh. "Eh, Tuan," jawabnya balas menyapa. "Sedang membantu menghidangkan makanan untuk para tamu."Buat apa? Sudah ada wedding organizer yang mengurus segalanya. Ikut aku saja," ajak Marten. Dia menggandeng Maya keluar dari gedung, menuju ke taman belakang. "Mau apa ke sini, Tuan?" tanya Maya keheranan."Tidak ada. Hanya ingin mengobrol saja. Di dalam terlalu banyak orang. Selain itu, aku tak suka dipajang seperti patung," gerutu Marten."Itu namanya bukan dipajang, Tuan. Anda itu mewakili keluarga Tuan Carlen,' tutur Maya."Ah, ribet sekali. Aku tidak suka. Seharusnya cukup dua orang itu saling mencintai. Kalaupun menikah, tidak perlu mengundang banyak orang seperti ini. Merepotkan saja." Marten terus mengungkapkan rasa kesalnya."Nanti kalau anda menikah,
"Berikan aku alamatnya!" desak Diana. "Maaf, saya sendiri juga tidak tahu," jawab Yanto. "Jangan bohong kamu, ya!" Diana nekat maju, mendekati Yanto. Tanpa ragu, dia menarik krah seragam satpam yang Yanto kenakan. "Cepat berikan alamat mertua Carlen! Atau aku akan ...." "Ada ribut-ribut apa ini?" tanya seseorang, memotong kalimat Diana begitu saja. Wanita itu segera melepaskan cengkeramannya dari Yanto dan menoleh ke arah suara. "Oh, Pak Pandu rupanya." Diana tersenyum sinis. "Silakan anda pergi dari sini kalau tidak ingin saya panggilkan polisi," ancam Pandu dengan raut datar. "Anda tidak bisa memaksa saya!" Diana malah mengangkat dagu, seolah menantang Pandu. "Anda sudah cukup banyak membuat masalah, Bu Diana. Mulai dari menjebak Tuan Carlen, melukai, menipu serta terlibat dalam penculikan terhadap Nyonya Anike. Jika Tuan Carlen berkenan memproses kasus ini ke jalur hukum, maka saya dapat memastikan bahwa anda akan mendekam lama di penjara. Apalagi koneksi Tuan Carlen terhada
Beberapa hari telah berlalu, kini Marten telah terbiasa melakukan segala pekerjaan rumah tangga. Mulai dari menyapu, mengepel dan mencuci piring. Dia bahkan bisa mencuci bajunya sendiri dengan cara manual. Selama waktu itu, dia juga semakin akrab dengan Maya. Seperti siang itu saat mereka berdua berbincang santai di teras depan. "Kapan teh Anike datang?" tanya Maya basa-basi. "Kabarnya sih hari ini. Tadi dia meneleponku," jawab Marten. "Anda sampai kapan di sini?" tanya Maya lagi. "Mungkin sampai selesai resepsi. Kenapa?" Marten balik bertanya. Dia mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Maya dan menatap paras cantik itu dengan sorot penuh kekaguman. "Tidak apa-apa." Maya menggeleng pelan seraya memalingkan muka. Dia sama sekali tak terbiasa beradu pandang dalam jarak yang sedekat itu. "Apa kamu mau ikut denganku?" tawar Marten tiba-tiba, membuat Maya langsung menoleh ke arahnya. "Ikut? Ke ... kemana?" tanya gadis lugu itu terbata. "Kita ke Jakarta dulu, setelah itu aku akan men
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments