All Chapters of Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier: Chapter 31 - Chapter 40
118 Chapters
Pagi Kelabu
Carlen terbangun saat seseorang memercikkan air ke wajahnya. Sambil memicingkan mata, samar-samar dia melihat sosok seorang gadis sedang membawa segelas air. “Anike? Kau sudah bangun?” tanyanya dengan suara parau.“Aku Lula,” jawab sosok itu.“Lula?” Carlen bangkit, lau mengucek-ucek matanya. “Di mana Anike?”“Justru itu yang ingin kutanyakan padamu. Aku kemari hendak mencarinya, tapi malah kamu yang tidur di kamar Anike,” ujar Lula. Dia memperhatikan setiap sudut ruangan, lalu kembali fokus pada Carlen. “Bajumu berserakan di mana-mana. Apa tadi malam kalian berdua ….”“Begitulah,” balas Carlen malas.“Ya, ampun! Senangnya aku!” Lula bersorak sorai, sampai lupa kalau dirinya sedang membawa gelas. “Lantas, di mana Anike sekarang?”“Ck, kau lihat kan, kalau aku baru bangun tidur,” gerutu Carlen. “Berbaliklah dulu
Read more
Menjemput Anike
“Lula?” Anike menelan ludah saat adik bungsu Carlen sudah berdiri anggun di hadapannya.“Kenapa kau pergi dari rumah? Carlen khawatir setengah mati,” ujar Lula tanpa basa-basi.“Untuk apa dia khawatir? Toh, tadi malam kakakmu sudah mengatakan kalau kami akan berpisah hari ini.” Anike memalingkan muka. Tak berani menatap ke arah Lula sama sekali.“Benarkah?” Lula maju selangkah. Bola mata hazelnya lekat menatap Anike sambil berusaha memahami apa yang baru saja Anike ucapkan.“Kalau memang Carlen berniat untuk berpisah, kenapa pagi ini dia terlihat sedih dan gusar?” Lula memicingkan matanya. “Dengar ya, Anike. Aku mengenal kakakku sejak kecil. Dia memang aneh dan galak, tapi aku bisa menilai bahwa kepanikannya saat kamu menghilang itu nyata. Dia benar-benar khawatir padamu,” imbuhnya.“Aku ….”“Siapa tamunya, Ke?” sela Tiara, yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Anike. “Siapa dia?” Tiara menatap Lula curiga.“Adik bungsu Tuan Carlen,” jawab Anike pelan.“Oh, jadi ini yang merusak hid
Read more
Kecewa
“Oh, tidak bisa! Anda tidak bisa seenaknya membawa pergi adik saya. Sekarang, tinggalkan tempat ini sebelum saya melaporkan anda pada polisi! Saya tidak takut meskipun anda kaya raya dan berkuasa sekalipun!” ancam Tiara tak gentar.Carlen tak menanggapi. Dia hanya memandang Tiara dengan sorot tenang, tanpa mengucapkan sepatah katapun. “Jangan membuat segala sesuatunya menjadi sulit, Nona. Aku tidak ingin membuat keributan,” ujarnya kalem.“Apa anda mengancam saya?” Intonasi Tiara semakin meninggi.“Bukankah anda yang lebih dulu mengancam saya?” balas Carlen santai.Kedua tangan Tiara terkepal. Jikalau bisa, ingin rasanya dia memukul wajah tampan pria di hadapannya itu. Akan tetapi, Tiara mengurungkannya karena membayangkan berapa jumlah ganti rugi yang harus dia berikan untuk Carlen, andai pria bule itu menuntutnya.“Kalau memang anda peduli pada Anike, tolong tinggalkan dia dan biarkan adik saya hidup bahagia.” Nada bicara Tiara melunak.“Darimana anda tahu jika dia akan hidup bahagi
Read more
Serbet dan Minyak Tawon
"Tolong, jangan mempersulit hidup saya, Tuan Marten. Saya hanya ingin pulang sekarang," pinta Anike memelas. "Aku hanya menyapamu, Anike. Aku tidak bermaksud apa-apa," elak Marten."Aku sudah tidak memiliki hubungan apapun dengan keluarga anda. Tuan Carlen sudah memutuskanku," jelas Anike dengan dada sesak."Apa?" desis Marten. "Kukira kalian berdua ...." Dia mengarahkan telunjuknya pada Anike."Tidak apa-apa, Tuan. Aku sudah sangat paham di mana posisiku," ujar Anike sambil tertawa lirih. "Sudahlah, aku pulang dulu. Kakak sudah menunggu.""Tunggu!" cegah Marten. "Biar aku yang mengantarmu.""Tidak usah! Aku tidak ingin merepotkan siapapun lagi!" tolak Anike seraya berusaha membuka gerbang otomatis yang masih terkunci."Ck." Marten menggeleng pelan. Dia terheran-heran melihat sikap Anike yang keras kepala. "Kau bukan manusia super yang bisa menarik besi setebal itu," ejeknya sembari masuk ke dalam pos, lalu menekan tombol buka otomatis.Gerbang pun terbuka pelan."Kau tunggulah di sit
Read more
Martabak Manis
Sepulangnya Marten, Anike sibuk membereskan kontrakan Tiara. Mulai dari menyapu, mengepel dan merapikan semua barang-barang, hingga memasak untuk makan malam.Tepat pukul lima sore, tempat tinggal Tiara itu sudah tampak rapi dan bersih. "Akhirnya, beres juga." Anike mengempaskan napas lega.Tak lupa dia menyiapkan dua cangkir teh panas untuk Tiara dan dirinya sendiri. Biasanya sebentar lagi Tiara akan datang."Ah, Teteh datang," ucap Anike saat dia mendengar ketukan pelan di pintu depan. Dia sempat heran karena Tiara mengetuk pintu rumahnya sendiri."Tumben pakai ketuk-ketuk sega ...." Anike tak melanjutkan kalimatnya karena ternyata bukanlah Tiara yang berada di balik pintu, melainkan Gama, kekasih sang kakak."Hai, Tiara ada?" tanya Gama."Masih belum pulang, Kak. Mungkin Teteh lembur," jawab Anike ramah."Oh, lembur mendadak, ya?" Gama menggaruk kepalanya. "Tiara sepertinya lupa mengabariku. Padahal aku membawakan martabak manis kesukaannya," ujar Gama sedikit kecewa.Anike melirik
Read more
Terusir
Jam beker berdering nyaring di atas nakas. Dengan mata yang masih terpejam, tangan Anike meraba-raba hingga menemukan tombol untuk mematikan alarm.Matanya terpicing mengamati jarum jam. "Masih pukul empat," gumam Anike pelan. Namun, dia tetap harus bangun dan menyiapkan segalanya sebelum Tiara berangkat bekerja.Anike memulai dari membereskan kamar, menyapu lantai dan menyiapkan sarapan di dapur. Hidangan matang, bersamaan dengan Tiara yang keluar dari kamar sambil menguap."Untung ada kamu, Ke. Aku capek banget tadi malam, jadi bangun kesiangan," ujar Tiara."Nggak apa-apa, Teh. Mumpung aku di sini. Mandi dulu sana," suruh Anike yang sibuk menata meja makan."Ya, sudah. Aku mandi dulu, ya." Tiara tersenyum, lalu beranjak ke kamar mandi.Tak berselang lama, terdengar ketukan kencang dari arah pintu depan. "Siapa yang bertamu pagi-pagi begini?" gerutu Anike. Serbet dapur dia letakkan di pundak saat membuka pin
Read more
Mual?
"Kau hendak tinggal berdua dengan Anike?" Marten tertawa mendengar pertanyaan Carlen. Diperhatikannya wajah sang kakak yang tampak tegang. "Tidak masalah, kan? Kami berdua sama-sama lajang," sahutnya enteng sembari hendak berlalu dari Carlen. Akan tetapi, baru satu langkah, Carlen sudah mencekal lengan Marten dan mencengkeramnya erat-erat. Rahangnya mengeras sambil menatap Marten tajam. "Jangan macam-macam, atau ...." "Atau apa?" potong Marten. Dia menunggu tanggapan dari Carlen yang ternyata tak melanjutkan kata-katanya. Carlen tiba-tiba mundur perlahan, lalu berbalik meninggalkan Marten. Seperti biasa, pria rupawan itu mengurung diri di dalam ruang kerja. Segala cara dia lakukan agar tetap fokus pada setumpuk berkas dan dokumen yang sudah menunggu. Namun, wajah cantik Anike tak mau hilang dari pikiran. "Ah, kurang ajar sekali wanita itu. Sudah berpisah, masih saja mengganggu hidupku!" Carlen menggerutu sendiri. Pada akhirnya, Carlen mengalah. Dia memilih untuk tidak melanjutkan
Read more
Asam Lambung Meresahkan
Anike sontak melotot mendengar pengakuan Carlen. Entah apa lagi yang pria itu rencanakan. “Anda jangan macam-macam ya, Tuan. Jangan membuat ulah di rumah sakit!” tegur Anike. “Aku hanya mengatakan yang sebenarnya,” elak Carlen. “Apa Tuan ini memang suami ibu?” tanya perawat itu memastikan. “Bukan!” “Iya!” Anike dan Carlen menjawab secara bersamaan. “Jadi yang benar yang mana?” si petugas medis memandang ke arah Anike dan Carlen secara bergantian. “Begini, aku tidak suka membuang-buang waktu,” ujar Carlen seraya merogoh sesuatu dari kantong celananya. Dia mengeluarkan dompet kulit mahal, lalu mengambil beberapa lembar uang ratusan ribu. “Tiga ratus ribu tunai, asalkan anda mau menjawab pertanyaan saya. Apakah pasien anda yang satu ini hamil?” tanya Carlen penuh penekanan sambil menyodorkan uang tadi pada si perawat. “Hamil?” ulang Anike keheranan. Dia hendak menimpali Carlen, tetapi dirinya lebih dulu merasakan mual. Sang perawat sigap memberikan wadah bagi Anike untuk mengelua
Read more
Penyesalan
"Ke Jerman?" desis Anike. Seketika rasa mual di perutnya berganti dengan mulas serta melilit."Kau punya paspor, kan?" tanya Marten.Anike menggeleng. "Aku tidak pernah mengurus paspor, Tuan," jawabnya lugu."Kenapa kau tidak mengurus berkas sepenting itu?" Marten menggeleng tak mengerti."Untuk apa? Saya pergi paling jauh cuma waktu mudik lebaran," terang Anike."Kau tidak ada keinginan untuk keluar negeri?" cecar Marten."Ehm, aku tidak pernah membayangkan pergi ke luar negeri, selain untuk menjadi TKW. Namun, aku tidak berminat. Takut dihamili majikan," ucap Anike asal."Ada-ada saja kau ini." Marten tergelak mendengar jawaban Anike. "Sekarang cukup bercandanya. Aku serius mengajakmu ke Jerman," lanjut Marten."Tapi ...." Anike gelisah. Dia tak memungkiri bahwa ajakan Marten benar-benar bagaikan mimpi. Siapa yang tak ingin melancong dan merasakan hidup di luar negeri. Namun, seketika bayangan Tiara dan kedua orang tuanya had
Read more
Ciuman Kedua
“Kamu gila ya, Ke!” Tiara melotot tajam. Baru saja dirinya meminta maaf pada Anike dan menyesali perbuatannya. Akan tetapi, kini Anike kembali melakukan sesuatu di luar nalar, sehingga kembali menyulut emosi Tiara.“Eit, sabar dulu! Aku hanya menumpang di sana. Tuan Marten memberikan satu kamar tamu, Teh. Dia sopan, kok. Nggak pernah berbuat kurang ajar,” sanggah Anike.“Iya, tetap saja, Ke. Orang melihatnya tuh, kamu tinggal berdua sama laki-laki. Walaupun kalian nggak ngapa-ngapain, tapi ….”“Aku sudah tidak peduli omongan orang, Teh. Yang penting aku tidak melakukan sesuatu yang melanggar batas,” potong Anike.“Ya, ampun!” Tiara meraup mukanya kasar. “Ini nih, yang membuatku lepas kendali,” sungutnya.“Tuan Marten juga mengajakku ke Jerman, Teh,” ujar Anike yang kembali membuat Tiara terkejut. Seolah sebuah petir besar menyambar ujung kepala Tiara dan membuat ubun-ubunnya berasap.“Untuk apa jauh-jauh ke sana? Apa kamu nggak kasihan dengan Abah dan Emak?” sergah Tiara.“Aku mau car
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status