Isvara mengangguk. Tidak cepat, tidak ragu, hanya pelan dan pasti. Itu cukup. Itu satu-satunya izin yang Alvano butuhkan. Saat bibirnya menyentuh kulit wanita itu, pertama di bahu lalu turun ke lekuk leher, Isvara mengerang kecil. Suara itu rendah, tertahan, tapi cukup membuat Alvano menahan napas keras. Tubuh wanita itu mengejang, lalu melengkung tanpa sadar, jemarinya mencengkeram seprai erat-erat. Napasnya putus-putus, seperti tidak tahu lagi harus bertahan pada apa selain pria di atasnya. Di mata Alvano, Isvara adalah segalanya malam ini. Kulitnya yang hangat, dadanya yang naik turun cepat, matanya yang bening menatap penuh rasa percaya. Dan yang paling membuatnya nyaris kehilangan kendali adalah suara kecil itu. Suara Isvara saat mendesah pelan, nyaris memohon. Itu lebih memabukkan daripada alkohol paling keras sekalipun. Isvara tak banyak bicara, hanya menatap Alvano dengan wajah merah padam, bibir terbuka menahan napas. Namun, matanya jelas tak menolak. Malah menanti, se
Huling Na-update : 2025-06-28 Magbasa pa