Adit mulai mengepalkan tangan, urat di pelipisnya menegang. Napasnya memburu, rahangnya mengeras. Sarah yang berdiri di sebelahnya langsung mengusap lengan Adit pelan, lalu menariknya sedikit mundur.“Dit …,” bisiknya dengan nada menahan. “Udah. Jangan di sini. Aku nggak mau ada ribut-ribut di rumah. Takut Hardian dengar.”Adit menoleh sebentar, matanya masih menyala penuh emosi, tapi ia menangkap kekhawatiran di wajah Sarah. Ada ketegangan yang berat di ruangan itu, seperti udara yang dipenuhi listrik sebelum badai. Sarah terus menatapnya, seolah memohon agar ia tak meledak di depan Damar.“Kamu kan harus kerja,” lanjut Sarah dengan nada tegas tapi halus. “Jam satu harus sampai kantor, kan?”Adit menghela napas panjang, berusaha meredakan bara yang hampir menyala. “Iya,” jawabnya singkat.Ia melirik Damar sekali lagi. Tatapan itu dingin, penuh sindiran tak terucap. “Aku pamit, Tante,” ucapnya pada Sarah, lalu melangkah pergi. Namun sebelum melewati ambang pintu, Adit menoleh sekilas
Dernière mise à jour : 2025-08-08 Read More