Sarah baru saja sampai di lantai atas, tapi tiba-tiba ia mengerutkan wajah, menahan sesuatu yang jelas-jelas bukan sekadar rasa lelah. Sebelah tangannya mencengkeram tongkat penopang, sementara kaki kanannya sedikit tertekuk ke belakang, mencoba mengurangi tekanan.Adit yang berjalan di sebelahnya langsung sigap memegangi lengannya. “Hei, kenapa? Kakinya sakit lagi?” tanyanya cepat, matanya menatap khawatir.Sarah menghela napas, mencoba menahan rasa nyeri itu. “Nggak apa-apa … cuma agak nyut-nyut,” jawabnya, meski jelas dari nada suaranya ia sedang berbohong.Adit menggeleng, nadanya setengah mengomel, padahal aslinya peduli. “Sar, kamu keseringan jalan. Padahal kaki kamu itu masih belum pulih bener. Harusnya istirahat lebih banyak, bukannya keliling naik-turun tangga terus.”Sarah mendesah panjang. “Aku nggak bisa, Dit. Kalau cuma diem di kamar, rasanya … kayak nggak hidup. Aku nggak tahan benar-benar diam.” Ia tersenyum kecil, tapi senyum itu rapuh.Adit menatapnya lama. “Ya, tapi
Last Updated : 2025-08-12 Read more