"Sayang," bisik Jesika dengan suara gemetar di telepon, nadanya serak."Kau nggak pernah membentakku. Sama sekali nggak. Apa yang sebenarnya terjadi?"Suara Febrian terdengar rendah dan tajam dari seberang."Kau mau tahu kebenarannya, Jesika? Kebaikan hatimu yang berlebihan itulah yang membuat Jumadi jadi monster. Dan kalau sekarang kita nggak hentikan itu, kitalah yang akan menanggung akibatnya."Jesika terperanjat, napasnya tercekat. "Tapi dia anak kita, Febrian, satu-satunya putra kita!""Tepat sekali!" bentak Febrian, suaranya meledak."Dan kalau kau nggak hentikan aliran uang itu, lain kali yang akan kita lihat adalah Jumadi yang terbaring di peti mati!"Suara Jesika meninggi, bergetar dengan amarah."Beraninya kau, Febrian Kusuma! Kau nggak pernah peduli padanya! Hatimu selalu untuk Jasmin!""Kau ini gubernur yang hebat, jadi bertindaklah seperti itu dan lindungi anakmu sekali saja dalam hidupmu yang menyedihkan ini!"Ada keheningan sejenak, lalu Febrian menggeram sambil mondar-m
อ่านเพิ่มเติม