Malam itu, hujan turun deras. Petir menyambar di luar jendela kamar pengantin yang kini menjadi ruang penyiksaan batin. Sasa duduk di tepi ranjang, menatap lantai. Gaun pengantinnya sudah diganti dengan piyama putih, tapi wajahnya tetap sama: sedih, takut, dan berharap. Sementara Steve berdiri di depan jendela, menatap kilat yang menyambar langit. “Steve…” suara Sasa pelan, “aku tahu kamu marah. Tapi tolong, jangan benci aku seperti ini. Aku juga tidak ingin semua ini terjadi begini.” Steve menoleh perlahan, sorot matanya dingin, menusuk. “Kau tidak ingin? Lucu. Semua ini tidak akan terjadi kalau kau tidak muncul di kamarku malam itu.” Nada suaranya tajam, nyaris seperti cambuk. Sasa terisak. “Aku tidak tahu apa yang terjadi malam itu. Aku pun tidak ingat banyak, aku juga bingung, Steve—” Steve menatapnya tajam, suaranya meninggi, “Berhenti berpura-pura! Semua ini rencana kalian, ‘kan? Kau, ibuku, semua orang di rumah ini. Kalian jebak aku!” Ia menghantam meja di depan ranjan
Huling Na-update : 2025-11-10 Magbasa pa