Sabrina duduk gelisah di ruang tunggu kantor Damian. Gaun merah menyalanya, yang tadi terasa percaya diri, kini seperti jebakan yang menjerat tubuhnya. Gerah. Menyesakkan. Sudah hampir tiga puluh menit ia menunggu, tiap detik menetes seperti jarum menusuk kulit. Sekretaris Damian sesekali meliriknya—tatapan meremehkan yang membuat darahnya mendidih.Pintu ruangan Damian akhirnya terbuka. Pria itu keluar dengan senyum tipis, tak sampai ke mata.“Maaf membuatmu menunggu, Sabrina. Masuklah.”Sabrina bangkit, merapikan gaunnya, lalu melangkah masuk. Ruangan Damian rapi, dingin, modern, kontras dengan ruang kerja Kana yang hangat dan klasik. Damian menutup pintu, duduk di kursinya, dan menunjuk kursi di depannya.“Jadi,” ujarnya, tenang tapi tajam, “apa yang membuatmu datang? Aku tak suka membuang waktu.”Nada itu menusuk harga diri Sabrina. Ia menarik napas dalam.“Aku tahu rencana kamu untuk menjatuhkan Kana.”Alis Damian terangkat. “Oh, ya? Menarik. Dari mana kamu tahu?”“Setelah pulang
Last Updated : 2025-08-14 Read more