"Benarkah, Mas?" tanya Tama memastikan, terdengar antusias. "Iya, Sayang. Dia akan datang pukul empat sore. Tolong temani dulu ya sebelum aku pulang kerja," jawab Riko. "Iya, Sayang, tentu," balas Tama sambil mengangguk dan tersenyum lebar, seolah tak sabar. "Ya sudah, aku tutup ya, Sayang. Love you." Mendengar itu, Tama tersipu malu. Ia menggenggam ponselnya yang sudah mati. "Ada apa, Tam?" tanya sang ibu, memecah lamunan putrinya. Tama menoleh. "Ih, kepo!" ejeknya sambil menjulurkan lidah, lalu berlari kecil. Melihat itu, Vita tersenyum kecil dan menggeleng pelan. "Anak itu..." gumamnya. Di dalam kamar, Tama menatap bayangan dirinya di cermin. Pipi merahnya masih terlihat jelas, bahkan semakin memanas tiap kali mengingat suara Riko yang barusan pamit. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya, lalu terjatuh ke atas ranjang sambil berguling-guling. “Jam empat sore… duh, masih lama banget!” gerutunya sambil menatap jam dinding. Jarum pendek masih setia menunjuk angka
Last Updated : 2025-08-25 Read more