"Gua cuma butuh waktu. Sedikit lagi, biar dia jatuh lebih dalam.” Evan Raegar Mahesa, atau biasa dipanggil Evan. Laki-laki itu menyalakan rokoknya dengan tenang, asapnya mengepul lambat di antara lampu ruang basecamp yang redup. Matanya kosong, tapi sudut bibirnya melengkung. Riki duduk diam disampingnya. Ia sudah terlalu sering mendengar hal yang sama. “Na itu gampang, terlalu gampang malah. Kayak cewek-cewek bodoh yang haus validasi. Gua senyum dikit, dia luluh. Gua bilang ‘sayang’, dia percaya.” Evan terkekeh, padahal tidak ada yang lucu. "Dan lo tau apa yang paling lucu?” Ia menoleh, matanya menyala di bawah cahaya lampu yang dingin. “Dia pikir dia beda dari nyokapnya. Padahal sama aja, murahan.” “Van...” Riki buka suara, namun setelahnya ia terdiam. Antara ngeri, atau karena sudah tahu tak akan ada gunanya. “Gua pacarin dia bukan karena suka,” lanjut Evan pelan, “tapi karena dia anak dari perempuan yang dulu ngehancurin keluarga gua. Sekarang, giliran gua balas. Pel
Last Updated : 2025-06-20 Read more