Sherin membeku di tempat, napasnya tercekat. Jemarinya reflek menutupi leher, menutupi jejak samar itu, seolah bisa menghapus bukti tersebut.“P-Paman, ini tidak seperti yang kamu pikirkan …,” ucap gadis itu. Suaranya terdengar putus-putus, panik bercampur gugup.Arnold hanya menatapnya, dingin dan tak berkedip. Tatapan itu tatapan itu bagai bilah pedang yang jauh lebih menusuk dari pada kata-kata. Keheningan ini lebih menyesakkan daripada caci maki.“Tidak usah melihatku seperti itu. A-Aku … tidak menjual diri!” tukas Sherin, suaranya pecah oleh emosi.Sudut bibir Arnold melengkung tipis, tetapi seringai itu justru terasa lebih menghakimi. Ia tidak perlu bicara; satu alis yang terangkat saja sudah cukup membuat Sherin semakin tertekan.“Ini... ini semua ulah mantan sialanku itu,” Gadis itu mencicit, berusaha keras membela diri.Mendengar kata “mantan” meluncur dari bibir istrinya, mata Arnold perlahan menggelap. Namun, masih tidak ada komentar yang terucap dari bibirnya, seolah menung
Last Updated : 2025-09-08 Read more