All Chapters of Bukan Mantan Biasa: Chapter 101 - Chapter 110

Tak lama setelah Devina pergi, dari luar terdengar suara seorang wanita yang terdengar cemas bertanya, "Permisi, apakah Nona Devina ada di sini?"Brielle menoleh ke arah pintu. Seorang gadis berdiri di sana sambil memeluk sebuket besar bunga mawar. Sepertinya menyadari suasana di dalam ruangan tidak begitu baik, gadis itu buru-buru tersenyum dan berkata, "Maaf, mengganggu."Setelah itu, dia pun pergi sambil tetap memeluk buket mawar tersebut.Brielle tidak perlu menebak untuk tahu siapa pengirim bunga itu.Raka pun tidak menunjukkan sedikit pun rasa bersalah. Dia hanya berkata datar, "Malam ini ibuku yang akan menjaga Anya, jadi kamu nggak perlu terlalu khawatir.""Suruh adikmu antar Anya ke belakang panggung. Aku mau bawa Anya pulang," tegas Brielle menatapnya."Biarkan Anya menonton konser ini sampai selesai baru pulang," Raka tetap bersikeras."Kalau kamu nggak mau meneleponnya, aku akan cari sendiri." Brielle memang sudah tidak berharap padanya. Dia tahu, Raka pasti ingin Anya meny

Keesokan sore, barulah Syahira mengantar Brielle dan Anya pulang. Anya yang bermain sepuasnya terlihat sangat gembira. Dia melompat-lompat sambil berseru, "Papa, Papa, aku pulang!"Brielle awalnya mengira Raka tidak ada di rumah. Namun, suara langkah dari lantai dua membuatnya menoleh. Raka berjalan menuruni tangga."Papa, aku kenal satu bibi cantik lagi. Dia baik sekali sama aku. Aku suka banget sama dia dan lain kali aku mau main lagi ke rumahnya," kata Anya dengan penuh semangat.Mendengar ucapan putrinya, Brielle langsung paham. Bagi Anya, siapa pun yang menunjukkan kebaikan padanya akan langsung menjadi bibi baik di hatinya. Namun, Anya masih terlalu kecil untuk membedakan siapa yang benar-benar tulus dan siapa yang berbahaya. Brielle harus melindunginya dari iblis seperti Devina.Libur panjang pun berakhir dengan cepat. Pada hari ketiga, Brielle mengajak Anya makan siang di rumah Keluarga Pramudita, tapi sore harinya dia sudah membawa putrinya pulang.Meira semakin menunjukkan ke

Tak lama kemudian, dua gadis kecil itu kembali asyik bermain bersama. Namun, hati Raline mulai terusik. Kenapa ada ikat rambut wanita di mobil Lambert?Jangan-jangan ... dia sedang punya pacar?Pikiran itu membuat napasnya tercekat. Dia diam-diam melirik profil wajah Lambert yang tampan dari samping, hatinya mendadak gelisah. Siapa wanita yang berhasil menarik perhatiannya?Di toko mainan mal, kedua anak perempuan itu sibuk memilih barang. Saat itu, ponsel Lambert berbunyi. Dia sempat berkata pada Raline, lalu keluar toko untuk menerima telepon.Raline pun memanfaatkan kesempatan itu. Dia menarik Vivian mendekat sambil tersenyum. "Vivian, bilang sama Bibi, akhir-akhir ini Paman ketemu sama wanita siapa saja?"Vivian mengedipkan mata besarnya, lalu menggeleng. "Nggak ada, kok!""Kalau begitu, ada Bibi yang main ke rumah Paman?""Nggak ada."Raline diam-diam menghela napas lega. Kalau begitu, hubungan Lambert dengan pemilik ikat rambut itu sepertinya belum sampai ke tahap serius. Masih a

Harvis mengambil kontrak itu dan membukanya pada halaman pernyataan pengalihan. "Ayahmu yang memberi izin pada Raka untuk memegang sampel donor ini. Secara hukum, pemberiannya sah."Air mata Brielle menggenang saat menatap halaman itu. Di sana memang tertera tanda tangan ayahnya.Kenapa? Bagaimana Raka bisa membuat ayahnya mau mengalihkan sampel sumsum tulang milik ibunya? Apa yang telah dia lakukan untuk menekan ayahnya?Brielle memejamkan mata, setetes air mata jatuh. Dia teringat, demi pernikahannya dulu, ayahnya pernah beberapa kali berbicara serius dengan Raka. Jangan-jangan ....Jangan-jangan itu juga salah satu syarat kenapa Raka mau menikahinya?Brielle menutup kontrak itu dan menggenggam erat tangannya. "Aku mau menemuinya dan menanyakan langsung. Sampel sumsum Ibu nggak boleh dia donasikan tanpa izinku. Aku nggak akan mengizinkannya.""Brie ...." Harvis memanggilnya pelan, tetapi Brielle sudah melangkah cepat keluar ruangan dan menutup pintu dengan keras.Harvis tahu, begitu

"Pak Raka, istri Anda sudah menjadi bagian dari tim risetku. Dia punya hak untuk tahu." Suara Harvis terdengar tenang di seberang.Langkah Raka terhenti, sorot matanya menjadi semakin tajam. "Pak Harvis, aku menaruh investasi 100 triliun di penelitianmu, bukan untuk membiarkanmu memakai koneksi pribadi demi memasukkan orang yang nggak layak ke dalam laboratorium.""Pak Raka, istri Anda sama sekali bukan orang yang nggak layak. Saya harap Anda ....""Hah! Jadi menurutmu kamu lebih mengenal istriku daripada aku sendiri?" Raka menyelipkan tawa dingin di ucapannya."Pak Raka, kalau saja Anda mau meluangkan waktu untuk benar-benar memahami istri Anda, saya yakin pandangan Anda padanya akan berubah," jawab Harvis tenang."Aku nggak perlu kamu ajari bagaimana mencintai istriku. Yang aku mau, kamu menolak keikutsertaannya dalam penelitian kali ini," suara Raka berubah dingin."Sayangnya itu bukan kewenangan saya. Profesor Louie yang memintanya bergabung di laboratorium," balas Harvis.Tatapan