“Jangan bergerak, Dewi — satu gerakan, dan seluruh gudang ini jadi lautan api.” Suara itu datang dari gelap, tenang seperti nafas orang yang sudah lama hidup di bawah bayang-bayang. Lampu neon di atas terguncang pelan, memantulkan kilau minyak dan debu pada tumpukan palet kayu. Di ujung gudang, di balik deretan drum berkarat, sosok itu berdiri setengah tersenyum — punggungnya mirip bayangan yang dulu pernah menenangkanku di malam-malam badai. Dewi membeku. Jantungnya melonjak bukan karena takut akan peringatan, tapi karena pengenalannya tak pernah semudah itu: garis rahang itu, bekas luka kecil di alis kiri, cara bahunya membungkuk saat menatapnya — Rizal Rahman, ayah yang hilang selama belasan tahun. Bau rokok tua dan minyak tanah melekat pada jaketnya, seperti prasasti bahwa waktu tak pernah benar-benar menghapus seseorang. Ia melangkah maju, suara kakinya seperti jam yang berdetak lambat di telinga Dewi. Di sela-sela palet, ia meletakkan sesuatu di palang kayu — sebuah kotak log
Last Updated : 2025-09-25 Read more