Tiga hari setelah pertengkaran itu, Aditya menepati ucapannya.Tanpa banyak kata, tanpa membahas lagi keputusan Aria, ia mengurus segalanya—paspor, penerbangan, rumah sakit tujuan, hingga penginapan mereka selama di Amerika. Seolah dia takut jika sedikit saja ia menunda, maka Aria akan berubah pikiran.Sebelum matahari terbit, mereka berangkat. Aria duduk di kursi roda, mengenakan sweater abu-abu dan syal tipis di leher. Wajahnya pucat, tapi matanya tenang—terlalu tenang.Aditya mendorong kursi roda itu melewati gerbang bandara, diikuti dua koper yang dibawa staf medis pendamping. Tak banyak kata yang mereka ucapkan sepanjang perjalanan. Diam mereka bukan karena canggung, tapi karena ada terlalu banyak yang tak sanggup diucapkan.Tapi entah kenapa, untuk pertama kalinya, ia berharap sesuatu.Bukan keajaiban. Bukan cinta.Hanya … kesempatan kedua. Untuk hidup.Saat mereka akhirnya tiba di Amerika, udara dingin menyergap tubuh yang masih lelah. Udara Baltimore terasa lebih dingin dari y
Last Updated : 2025-10-21 Read more