Ruang kerja itu redup, hanya lampu meja yang menyinari tumpukan berkas dan kalender kecil yang belum dibalik. Dari luar, musik karaoke merembes pelan, bercampur gelak tawa tamu yang berbaur dengan parfum mahal. Lena menatap layar komputer yang tak bergerak, kursor berkedip seperti detak cemas di dadanya.“Aku tidak boleh menemui Neil malam ini,” gumamnya, menekan-nekan pelipis. “Tidak malam ini.”Nada dering telepon memecah sunyi. Lena tersentak, kursi berderit. Jemarinya mendekat ke gagang, ragu, lalu mengangkatnya.“Halo?” suaranya pelan.“Nona,” suara dari resepsionis, sopan dan hati-hati, “ini dari meja depan. Tuan Neil sudah datang dan meminta Anda untuk menemaninya seperti biasa…”Lena memejam, menelan gugup. “Bilang kalau aku tidak datang,” ucapnya cepat. “Katakan aku sedang tidak enak badan.”“Hm… baik, Nona.”Sambungan terputus. Lena menahan napas, lalu melepaskannya panjang. Ia menatap jam dinding—jarum detik berlari, memanjang, memperoloknya. Lima menit, tujuh, sepuluh, lim
Terakhir Diperbarui : 2025-10-21 Baca selengkapnya