LOGINWarning, mengandung konten dewasa! Dalam permainan penuh tipu daya, satu hasrat terlarang bisa mengubah segalanya. Dipaksa menikah dalam perjodohan dengan seorang pewaris kaya yang tidak ia cintai, Lena bertekad untuk melarikan diri. Rencananya? Menyamar sebagai wanita yang tidak menarik agar suaminya muak dan segera menceraikannya. Namun segalanya tak berjalan sesuai rencana. Neil River—paman dari suaminya yang misterius—adalah pria kejam dan berbahaya yang tahu jauh lebih banyak daripada yang seharusnya. Bukan hanya menyadari penyamaran Lena, ia juga mengetahui kehidupan gandanya sebagai pemilik misterius klub karaoke elite yang dibicarakan para pria secara diam-diam. Alih-alih membongkarnya, Neil justru tertarik. Ia menggoda Lena, hingga wanita itu terjebak dalam permainan berbahaya—di mana batas antara moral, nafsu, dan cinta mulai kabur. Bisakah Lena melepaskan diri dari pesona pria yang seharusnya tak pernah ia cintai—paman dari suaminya sendiri? “Jadi? Kau berhasil merayu suamimu hari ini?” “Tidak, Om. Aku sudah dandan cantik sejak subuh tadi, tapi… dia tetap saja jijik melihatku.” “Lalu bagaimana kalau… aku yang tergoda?” “Om… bercanda, kan?”
View More“Jadi… kau… sudah menerima lamaran Pak Gubernur itu?” tanya Lena tidak percaya.“Iya.” Selena menjawab cepat, matanya berbinar. “Aku sudah menerimanya, dan pernikahan kami akan diadakan bulan depan.”Lena tertegun. “Kenapa cepat sekali? Kau bahkan belum mengenal putri satu-satunya itu, kan?”Selena mengedikkan bahunya, seolah itu hal kecil. “Entahlah. Katanya dia ingin bulan depan aku ikut dengannya. Dan tentang putrinya… kurasa gadis itu sudah dewasa dan tahu kalau ayahnya butuh pendamping hidup.”Lena menatap lebih dalam, curiga sekaligus khawatir. “Apa… kau yakin, Selena?”“Tentu saja.” Selena memperbaiki poni, lalu tersenyum puas. “Aku akan menjadi wanita nomor satu di kota ini dan aku akan jadi wanita kaya. Apalagi yang aku kejar, Lena?”Lena menghela napas berat. “Apa… ini tentang harta?”“Tentu saja, Lena.” Selena tertawa kecil. “Dan… kebetulan Pak Ferdinand juga tampan, bukan?”Lena tersenyum lembut, meski hatinya tak sepenuhnya tenang. “Aku harap… kau bahagia, Selena.”“Ya, k
Lena membuka pintu ruang kerjanya dengan langkah ringan. Ia baru saja selesai melakukan percakapan dengan Neil beberapa jam yang lalu dan hatinya masih terasa hangat. Namun begitu pintunya terbuka, ia langsung tertegun.Di kursi tamunya, seorang gadis berambut panjang terurai, bermake up natural namun tetap glamor, duduk sambil melambaikan tangan.“Hai… lena… apa kabarmu?” sapanya ceria.“Selena?” Lena menutup pintu perlahan sambil terpana. “Kau… pulang? Kupikir kau akan menetap di Jerman.”Selena terkekeh sambil mengibaskan rambutnya. “Aku tidak betah di sana. Awalnya aku sempat bekerja sebagai model… tapi sepertinya aku tidak akan melanjutkannya lagi. Aku… bosan.”Lena menghampiri dan duduk di sampingnya. “Tapi kariermu sudah bagus di sana…”“Aku tahu.” Selena mengangkat bahu santai. “Tapi hidup di sana sangat dingin, orangnya terlalu kaku, makanannya… ya ampun, aku hampir mati kelaparan karena rindu makanan Indonesia.” Ia menepuk perutnya sendiri sambil menghela napas dramatis.Len
Lena menatap jendela luas di apartemennya. Matahari siang menyinari wajahnya lembut, namun hatinya masih berdebar tak karuan. Ia menggigit bibir, menatap Neil yang berdiri tak jauh darinya—pria yang akhir-akhir ini menjadi pusat seluruh pergolakan hidupnya.“Neil…” suara Lena bergetar kecil. “Aku… sudah menandatangani surat cerai dari Axel.”Neil yang sedang membuka coat-nya langsung menoleh cepat. Matanya membesar tak percaya. “Benarkah? Kapan?”“Kemarin.” Lena tersenyum sumringah, tampak lega. “Dan katanya… akan segera diproses.”Neil seakan tidak bisa menahan diri lagi. Ia melangkah cepat dan memeluk Lena erat-erat. Lena bisa merasakan detak jantung pria itu yang seakan ikut melonjak.“Akhirnya…” bisiknya dengan suara serak penuh haru. “Akhirnya aku bisa memilkimu, Lena…”Lena hendak tersenyum, tapi bibirnya terhenti. “Tapi…”Neil melepaskan pelukannya sedikit, menatap wajah Lena. “Kenapa?”Lena menunduk. “Nenekku… sudah tahu kalau kau bukan suamiku.”Neil terdiam sejenak, kemudian
Lena berdiri di depan cermin apartemennya, menatap pantulan dirinya dengan senyum tipis. Ia telah memilih gaun bodycon berwarna merah marun, pas di tubuh, lembut membalut lekuknya. Rambutnya ia biarkan terurai bergelombang, dan lipstik merah muda muda menambah manis wajahnya. Selesai menyemprot parfum di lehernya, ia menatap pantulan dirinya sekali lagi. “Kau sudah bukan Lena yang dulu,” gumamnya pelan. “Malam ini... harus sempurna.” Namun, baru saja ia hendak mengambil tas kecilnya, ponselnya berdering. Nada dering itu — nada khusus yang ia pasang untuk seseorang — membuat jantungnya menegang seketika. Axel. Ia menghela napas pelan, lalu mengangkatnya. “Ya, halo?” sapanya, berusaha terdengar santai. Suara berat dan tenang di seberang sana langsung menjawab. “Sayang, bolehkah kita bertemu?” Lena spontan mengernyit. “Aku? Bertemu denganmu?” tanyanya sedikit ragu. “Ya,” jawab Axel singkat. “Ada hal penting yang ingin kuberitahu. Bisa malam ini?” “Malam ini?” Lena menatap
Udara sore itu terasa lengket di kulit. Rumah keluarga besar itu sunyi, hanya terdengar suara burung di halaman dan jarum jam yang berdetak lambat di dinding. Lena berjalan cepat menuju kamarnya, masih dengan wajah murung dan langkah berat setelah percakapan panjang di ruang tamu. Ia hanya ingin menutup diri, menangis mungkin — atau sekadar menghapus rasa malu yang menyesakkan. Namun sebelum tangannya sempat menyentuh gagang pintu kamar, sebuah tangan tiba-tiba menarik pergelangan tangannya kuat-kuat. “Hei! Kau ini kenapa sih?!” sergah Lena dengan nada marah dan kaget bersamaan. Ia menoleh, dan tentu saja — sosok yang berdiri di hadapannya adalah Axel. Pria itu menatapnya tajam, mata abu-abu kebiruan itu berkilat aneh, seperti menyimpan sesuatu yang serius. “Ssst.” Axel meletakkan telunjuk di bibirnya, memberi isyarat agar Lena diam. “Jangan berisik.” Lena menepis tangannya kasar. “Lepas! Aku tidak mau bicara denganmu lagi.” “Tunggu dulu.” Axel menahan napas sebentar, lalu be
Lena mematung di depan pintu besar rumah keluarga suaminya. Jantungnya berdetak tak beraturan, tangan yang memegang gagang pintu sedikit bergetar. Ia tahu, begitu masuk ke rumah itu, semua bisa berantakan. Riasan palsunya—bekas jerawat, rambut dikepang dua, kacamata tebal—semua itu hanyalah tameng untuk menjaga jarak dari suaminya.Namun begitu pintu terbuka, napas Lena seakan terhenti.Di ruang tamu yang megah, duduk tiga sosok yang membuat darahnya seketika berhenti mengalir: Richard, mertuanya yang berwibawa dan dingin; Elizabeth, sang mertua yang selalu menatapnya penuh perhitungan; Axel, suaminya yang bersikap seolah dunia ini miliknya; dan—astaga—Nenek Vero.Lena mematung. “Ne—Nenek?”“Nah... ini dia, Lena sudah pulang,” ujar Elizabeth sambil bangkit dari sofa dengan senyum yang tampak dipaksakan. Ia meraih tangan Lena, menariknya masuk ke ruang tamu.Nenek Vero menatap Lena dengan ekspresi terkejut luar biasa. Matanya membulat, meneliti cucunya dari ujung rambut yang dikepang d






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments