Lampu neon berwarna ungu dan biru berpendar di antara kepulan asap rokok. Musik berdentum keras, seakan menelan setiap percakapan menjadi bisikan samar. “Udah, nikmatin aja malam ini. Nggak usah mikirin kerjaan dulu, lagian kamu baru balik dari Therondia.” Evelyn Wijaya menatap kosong ke arah gelas mojito di tangannya. Es yang setengah mencair berputar pelan, persis seperti pikirannya malam ini—kacau, dingin, dan penuh kebuntuan. “Aku harus cari ke mana 150 milyar itu, Ane?” Hidupnya di usia 21 tahun seharusnya tidak sesulit ini. Ia seharusnya bisa bebas memilih jalan yang diinginkannya, tapi kenyataan menamparnya tanpa ampun. “Pelan-pelan, Eve. Aku akan bantu mendapatkan solusinya,” tatapannya serius, seakan telah menemukan jalan keluar bagi masalah yang tengah dihadapi sahabatnya itu. “Kamu? Memangnya kamu bisa?” Evelyn tertawa kecil sinis, seakan sangsi dengan ucapan Ane. Perusahaan keluarganya nyaris bangkrut, rumah mereka terancam disita, dan hutang yang menumpuk membu
Last Updated : 2025-09-05 Read more