Share

3. HARI PERNIKAHAN

Author: Purple Rain
last update Last Updated: 2025-09-09 15:30:04

Hari itu akhirnya tiba.

Langit kota Braveheart berwarna kelabu, seakan ikut merayakan sebuah pernikahan yang bukan dilandasi cinta, melainkan kontrak dan ambisi. Di pelataran gedung megah milik keluarga Bumiputera, karpet merah terbentang, lampu kristal berkilauan, dan tamu-tamu berbusana glamor mulai berdatangan.

“Kamu nggak ngundang aku, Eve? Sekali seumur hidup, aku ingin jadi bridesmaid di pernikahan kamu.” Percakapan sembunyi-sembunyi itu dilakukan Evelyn lewat telepon seluler untuk memberi kabar pada Ane.

“Sekali seumur hidup? Tapi pernikahan ini hanya sebatas—”

“Aku nggak mau denger alasan apapun. Aku akan datang, meskipun tanpa undangan.” Ane berhasil memotong kalimat Evelyn.

“Ane….” ia mengalah, helaan napasnya terdengar berat. Evelyn tahu, jika tidak ada yang bisa membuat Ane Jesslyn berhenti begitu saja dengan semua ambisinya.

Dan pagi ini….

Evelyn berdiri di balik pintu ruang rias, tubuhnya kaku bagai patung. Gaun pengantin putih bertabur payet membalut tubuhnya indah, tapi di matanya, gaun itu tak lebih dari rantai emas yang mengikat.

Jemarinya gemetar ketika Martha membantu menata veil panjang yang menjuntai hingga lantai. “Jangan terlalu banyak berpikir, Nona,” bisik Martha lembut, seperti mencoba menenangkan. “Hari ini adalah hari baru di hidup Anda.”

‘Hari baru? Untuk memulai hidup di penjara,’ (batin Evelyn getir).

Cermin besar di hadapannya memantulkan wajahnya sendiri—pucat, mata sedikit sembab karena malam tanpa tidur. Ia berusaha tersenyum, tapi senyum itu terasa asing bahkan bagi dirinya sendiri.

Pintu terbuka, dan Arka berlari masuk, bocah kecil itu mengenakan setelan rapi dengan dasi kupu-kupu hitam. “Mamaaa!” serunya girang, matanya berbinar.

Evelyn tertegun. Anak itu menghampirinya dengan langkah riang, lalu menggenggam tangannya erat. “Cantik sekali… seperti bidadari.”

Air matanya hampir menetes, tapi Evelyn cepat mengedip, menahannya. Ia berjongkok, merapikan dasi Arka. “Kamu juga tampan sekali, Nak. Benar-benar gentleman kecil.”

Arka terkekeh bangga, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Evelyn, berbisik polos, “Aku senang sekali punya mama. Nanti jangan tinggalin aku, ya.”

Kata-kata sederhana itu menghujam Evelyn lebih dalam daripada apa pun. Ia hanya bisa mengangguk, meski hatinya remuk.

~~~

Di aula megah, Samudra sudah menunggu. Ia duduk di kursi roda, tubuh tegak dengan jas hitam yang sempurna terjahit mengikuti postur kaku miliknya.

Wajahnya dingin tanpa ekspresi, tapi tatapan matanya tajam mengawasi setiap langkah Evelyn yang akhirnya masuk, digandeng oleh Martha menuju pelaminan. ‘Dia… kenapa mirip sekali dengan Lily?’ (ucapnya dalam hati).

Bisikan tamu-tamu terdengar lirih. Ada decak kagum, ada pula cibiran terselubung.

“Siapa perempuan itu?”

“Katanya bukan dari kalangan kita, tapi berhasil masuk ke dalam keluarga Bumiputera.”

“Ah, uang bisa membeli apa saja.”

Setiap kata menusuk telinga Evelyn, tapi ia tetap melangkah. Dadanya terasa sesak, tapi genggaman kecil Arka di tangannya memberi kekuatan.

Tatapan Evelyn dan Samudra bertemu di ujung altar. Mata pria itu menyiratkan satu pesan yang tak diucapkan: ‘jangan lupa kontrak ini, Evelyn.’

Upacara berlangsung. Kata-kata penghulu terucap lantang, janji-janji sakral yang seharusnya lahir dari cinta malah bergema kaku.

“Saling menjaga, pada waktu susah maupun senang hingga maut memisahkan kita."

Samudra mengucapkannya dengan suara datar namun mantap. Semua tamu bersorak lega.

Lalu giliran Evelyn menerima cincin, jemarinya bergetar ketika Samudra menyelipkan cincin berlian dingin di jari manisnya. Cincin yang berkilau indah, tapi terasa lebih berat daripada beban hidup yang pernah ia tanggung.

“Dengan ini, kalian sah sebagai suami istri.”

Sorak, tepuk tangan, kilatan kamera, bergema dan saling berebut posisi untuk memeriahkan pernikahan sakral hari ini. Namun di hati Evelyn, bukan kebahagiaan yang ia rasakan, melainkan sebuah kekosongan yang dalam.

Setelah acara resmi usai, Evelyn duduk di pelaminan, senyum dipaksakan untuk tamu yang datang menyalami. Di sampingnya, Samudra tetap dengan wajah tanpa celah, dingin dan tak tersentuh.

“Aku ucapkan selamat untuk pernikahan kalian berdua,” seorang pria, berwajah sama dengan Samudera menghampirinya di atas pelaminan. Hampir tidak ada perbedaan di antara keduanya, hanya saja Samudra memiliki jambang tipis yang membuatnya terlihat sedikit lebih dewasa.

Degh…!

Senyum yang semula dibuat-buat oleh Evelyn mendadak pupus. Di hadapannya telah berdiri seorang pemuda yang pernah dikenalnya di Therondia.

“Dia kakakku, itu berarti kamu telah menjadi kakak iparku. Selamat datang di keluarga Bumiputera.” Ia melanjutkan kalimatnya dengan pembawaan tenang.

“Aku Dirgantara, panggil saja, Dirga. Kami kembar identik, jadi aku harap kakak ipar tidak salah orang nantinya.”

“Dirga, hentikan!” geram Samudra dengan sorot mata tajam, ia tidak suka dengan sikap tengil adiknya ini.

“Santai aja, Sam. Aku tahu diri kok, mana mungkin aku menggoda perempuan yang sudah menjadi istri orang?” Dirga tersenyum manis, kemudian melirik sekilas ke arah Evelyn yang masih membeku tak percaya.

Tiba-tiba Arka datang membawa bunga kecil yang ia petik dari taman belakang. Bocah itu menyerahkannya kepada Evelyn dengan senyum terkembang. “Untuk Mama.”

Seketika, Evelyn merasa semua keributan kecil yang terjadi menghilang. Hanya Arka dan senyum polosnya yang terlihat nyata.

Ia meraih bunga itu, menunduk untuk mencium keningnya. Air mata nyaris jatuh, tapi ia tahan. “Makasih Sayang,” ucapnya untuk mencairkan suasana.

Saat bocah kecil itu menoleh, senyumnya kembali terkembang. “Hai, Paman. Kapan Paman datang?” lalu Arka menyapa senang ketika melihat Dirga hadir di antara mereka.

“Baru saja. Arga mau nemenin Paman ambil jus jeruk di sana?” Dirga, pria humble itu bertolak belakang dengan watak Sam yang terlalu dingin dan kejam. Tanganya terulur, tulus.

“Mauuu…” bocah kecil itu melonjak kegirangan, kemudian meraih tangan Dirga dan menggandengnya ke salah satu sudut aula untuk mengambil minuman. Dirga merasa, otaknya terlalu mendidih, ia perlu sesuatu yang dingin untuk menyiram bara itu.

Samudra menyadari momen yang baru terjadi di depan matanya. Rahangnya mengeras, sorot matanya beralih cepat dari Dirga ke Evelyn. Ada sesuatu yang melintas— bukan sekadar perkenalan singkat, tapi juga sesuatu yang tersembunyi.

“Hai, hai, hai... selamat pengantin baru…” Ane datang sesuai janjinya.

“Ane....” lirih Evelyn hampir tidak terdengar.

“Boleh pinjam sebentar istrinya, Tuan?”

Samudra hanya mengangguk, tanpa perlu menjawab.

"Makasih, Tuan..." tanpa takut sedikitpun Ane menarik paksa tangan Evelyn dan berhasil membawanya pergi dari sisi Samudra.

“Sudah gila kamu,” hadik Evelyn sambil mengangkat gaun pengantinnya.

“Memangnya ada yang salah? Aku hadir sebagai sahabat pengantin. Kamu satu-satunya keluargaku, mana mungkin aku melewatkan momen sepenting ini.”

“Iya, tapi nanti kalau dia tanya tentang kamu gimana?” Evelyn memijat pelipisnya, dunia terasa berputar seketika. Kehadiran Dirga, Ane, semua tidak pernah disangka-sangka.

“Kenapa sih? Apa ada masalah?” selidik Ane, ia mengambil satu gelas minuman beralkohol rendah kemudian menyesapnya.

Evelyn terdiam sejenak, ia mengangkat wajahnya yang terlihat lelah. “Pria itu,” ucapnya menggantung, membuat Ane mengernyitkan dahinya.

“Pria itu? Siapa yang kamu maksud, Evelyn?”

“Ternyata mereka kembar.” Kata Evelyn semakin membuat Ane tidak mengerti.

“Kamu ngomong apaan sih?”

Evelyn menghembuskan napas perlahan, “An, Samudra dan Dirgantara. Mereka adalah saudara kembar,”

“What?! Dirga?” mata Ane membola.

“Iya. Kamu masih ingat kan pria yang aku ceritakan waktu itu? Dia adalah Dirga, dan dia datang di pernikahan ini.” Wajah Evelyn terlihat menegang, begitu pula dengan.

"Pria romantis itu?" Ane memastikan.

Evelyn mengangguk pelan, "Iya," jawab Evelyn cepat. "Dan aku terpaksa menikah dengan Samudra, seperti membeli kucing dalam karung." Evelyn menarik napas dalam-dalam, lalu dihembuskan perlahan. "Dia duda dan telah memiliki seorang anak... laki-laki." Lanjutnya dengan gurat penuh tekanan.

Lalu… “Oh… my… God.” Gumamnya tanpa disadari.

Malam hari, setelah semua tamu pulang dan aula menjadi sepi, Evelyn berdiri di balkon kamarnya dengan gaun pengantin yang masih melekat. Angin malam berembus, membawa bau bunga lilac yang sama.

Suara roda kursi berderit terdengar. Samudra muncul di ambang pintu, menatap Evelyn dari kejauhan. “Sekarang kamu resmi menjadi istriku.” Suaranya dingin, tapi terdengar lebih berat dari biasanya.

Evelyn menggenggam pagar balkon erat, matanya menerawang. “Resmi... istri di atas kertas,” monolog Evelyn sebelum berbalik ke arah Samudra.

Samudra mendekat perlahan. Wajahnya tetap dingin, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang samar— campuran amarah, kelelahan, dan luka lama yang tak pernah disembuhkan.

“Jangan bermain dengan api, Evelyn,” katanya tegas. “Aku sudah peringatkan, kontrak ini bukan tentang perasaan. Jangan pernah biarkan hatimu terikat, apalagi lewat Arka atau—.”

Evelyn menoleh, tatapannya tajam, “Atau… apa?” dengan penuh keberanian yang baru tumbuh ia mencoba untuk bertanya. “Saya tidak berani melakukan hal itu, bagaimana pun, Anda sudah menyelamatkan keluarga saya. Terima kasih….”

Samudra acuh tentang ketulusan yang diucapkan Evelyn kepadanya. “Jauhi Dirga! Aku tidak suka kamu dekat dengannya.”

“Tuan Dirga? Bukankah dia adalah adik Anda, Tuan?” kedua alis Evelyn menukik tajam.

“Dia pria berengsek. Aku tidak mau sifat berengseknya menular dan mengkontaminasi pernikahan kita,” tatapan Samudra begitu mengintimidasi di balik kursi rodanya.

‘Berengsek? Kontaminasi? Ngomong apaan sih dia?’ (tanya Evelyn dalam hati).

Keheningan jatuh. Hanya suara detak jam tua yang menemani malam pernikahan mereka— malam yang bukan awal kebahagiaan, melainkan pintu menuju badai yang lebih besar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Untuk Tuan Lumpuh    40. HAVE FUN TONIGHT

    Explicit!Rate: 21+Harap bijak dalam memilih bacaan.🍁🍁🍁​Samudra merasakan getaran halus dalam tubuh Evelyn saat wanita itu mengucapkan "Aku sudah memilihmu." Itu bukan hanya kata-kata—itu adalah sebuah deklarasi yang menyakitkan, sebuah penarikan garis tegas antara masa lalu yang dirindukan dan masa depan yang dipilih. Itu adalah tanda bahwa ia akhirnya membiarkan Dirga pergi.“Bagaimana kalau kita bersenang-senang di sini? Biarkan mereka pesta di bawah tanpa kita,”Evelyn tersenyum manis, “Bilang aja kalau Mas mau dienakin,” canda Evelyn sambil menyentil ujung hidung Samudra.“Mas yang akan enakin kamu. Gimana, hem… masih bisa terjaga, satu atau dua jam ke depan?” bisiknya menggoda.“Ah! Masss… nakal, ih!” gigitan kecil di bagian telinganya membuat Evelyn memekik kecil.​Kelembutan yang diberikan Samudra hanyalah pendahuluan. Saat ia memeluk Evelyn dari belakang, tangannya yang besar dan hangat menangkup perut Evelyn yang membuncit, ia tidak hanya memberikan kenyamanan; ia mene

  • Pengantin Untuk Tuan Lumpuh    39. AKU TELAH MEMILIHMU

    ​Koridor panjang itu diselimuti kehangatan temaram dari lampu dinding bergaya klasik, jauh berbeda dengan kilau kristal yang membutakan di ruang pesta. Bagi Evelyn, koridor ini terasa seperti batas antara dua dunia: dunia gemerlap yang menuntut senyuman palsu dan dunia sunyi tempat ia bisa menjadi dirinya sendiri, seorang wanita hamil yang lelah dan berduka.​Martha berjalan mendampinginya, langkahnya pelan dan penuh perhatian.​"Nyonya muda, apakah Anda membutuhkan teh hangat? Atau mungkin saya siapkan kompres untuk kaki Anda?" bisik Martha, nadanya dipenuhi keibuan yang tulus. Kepala pelayan itu sudah lama melayani keluarga Bumiputera dan telah menyaksikan setiap babak dalam kehidupan anak kembar itu—termasuk kisah cinta rahasia yang berakhir dengan perpisahan yang menyakitkan.​Evelyn menggeleng perlahan. "Terima kasih, Martha. Aku hanya ingin istirahat lebih cepat malam ini.”​Saat mereka mencapai tangga besar menuju kamar tidur, Evelyn berhenti sebentar. Ia menoleh ke belakang, k

  • Pengantin Untuk Tuan Lumpuh    38. KEPUTUSAN YANG TERLAMBAT

    Sorak sorai dan ucapan selamat membanjiri Dirga dan Queen Aurora. Lampu kristal di langit-langit seakan ikut berkilauan merayakan pengumuman bahagia tersebut.​Samudra tertawa lepas, menepuk bahu adiknya kembarnya dengan rasa bangga. "Dirga! Ini berita yang luar biasa! Selamat! Queen, selamat datang di keluarga besar Bumiputera! Kami harus segera merencanakan pesta besar-besaran untuk kalian!"​Queen tersenyum anggun, memeluk Samudra singkat, lalu beralih menyalami Tuan Bumiputera dan Nyonya Celine yang terlihat sangat gembira. “Selamat ya, Sayang. Kamu… sangat cantik.” Puji Celine pada calon menantunya.​Evelyn menatap adegan itu, merasa seolah ia sedang mengamati drama di panggung yang jauh. Tidak ada air mata, tidak ada tarikan napas kaget, hanya keheningan di tengah keramaian.​Ia mengarahkan matanya ke Dirga.​Dirga membalas tatapannya. Matanya yang tajam dan dewasa kini diselimuti oleh lapisan pelindung, tetapi Evelyn bisa melihat, di sudut terdalamnya, ada penyesalan yang tert

  • Pengantin Untuk Tuan Lumpuh    37. KEMBALI BERTEMU

    ​Di Braveheart, Evelyn terbangun dari tidur singkat. Ia merasa lebih kuat. Ia berjalan menuju jendela dan melihat keindahan taman yang terawat.​Terdengar ketukan di pintu.​"Masuk," katanya, suaranya mantap.​Pintu terbuka, dan Samudra masuk. Tatapannya dingin, namun ada keraguan yang tersembunyi di matanya.​"Hai," sapanya, nadanya terdengar canggung.​Evelyn berbalik, menatapnya lurus. Di hadapannya, ia melihat pria yang harus ia coba cintai. Pria yang akan menjadi ayah dari anaknya.​"Hai," jawab Evelyn. Ia berdiam di tempat, menyentuh perutnya yang masih rata.​Samudra terdiam. Ia hanya melihat perubahan dalam diri Evelyn yang begitu rapuh.​”Mas, aku—”“Aku tahu. Semua perempuan akan melakukan hal yang sama, jika ada di posisimu.”​Samudra melangkah mendekat, tangannya terangkat, menyentuh pergelangan tangan Evelyn dengan lembut.​"Mulai sekarang, aku akan menjagamu," bisik Samudra.🍁🍁🍁Delapan bulan kemudian di kediaman Bumiputera.​Waktu terasa berjalan dengan kecepatan gan

  • Pengantin Untuk Tuan Lumpuh    36. LEMBARAN BARU EVELYN DAN DIRGA

    ​Dirga berjalan menyusuri jalanan yang ramai, namun hatinya terasa sunyi. Langkahnya tidak lagi tergesa-gesa; tidak ada lagi misi yang mendesak, hanya penerimaan yang berat. Ia menolehkan kepala sedikit, memastikan siluet mobil Louis telah sepenuhnya menghilang. Hanya ketika ia yakin Evelyn sudah cukup jauh, barulah ia menghela napas panjang, menghembuskan seluruh beban yang selama ini ia pikul. ​Ia meraih ponselnya, mencari sebuah nama. Ia tahu, setelah semua drama ini, ia harus menghadapi konsekuensi yang lebih besar dari sekadar perpisahan. ​"Halo, Louis?" Suaranya terdengar datar, kembali ke nada formal yang efisien. ​"Ya, Dirga. Kami sudah di jalan raya utama, sebentar lagi akan sampai di Braveheart," jawab Louis dari seberang, nadanya penuh rasa hormat. "Evelyn baik-baik saja, dia sudah mulai tenang." ​"Bagus," kata Dirga. "Tolong. Tetap awasi dia sampai benar-benar aman di sana. Pastikan tidak ada satu pun orang Samudra yang tahu tentang pertemuan kita," Dirga melirik k

  • Pengantin Untuk Tuan Lumpuh    35. BERKORBAN UNTUK BERTAHAN

    Dirga menyelesaikan pengepakan dengan cepat, mengemas kenangan sekaligus harapan. Gerakannya tenang, efisien, seolah-olah dia sedang menjalankan sebuah misi penting yang hanya bisa dilakukan olehnya.​Ketika ia menutup resleting koper terakhir, ruangan itu kembali diselimuti keheningan yang kini terasa berbeda—bukan lagi karena ketegangan, melainkan karena penerimaan yang dalam dan menyakitkan.​Dirga berbalik, meraih kedua koper itu dengan satu tangan, sementara tangan kirinya yang terluka sedikit gemetar menahan beban. Ia berjalan menuju Evelyn yang masih berdiri di tepi sofa, menatapnya dengan mata yang dipenuhi lapisan kaca.​"Semuanya sudah siap," katanya, suaranya mantap namun penuh kelembutan. "Louis menunggu di bawah. Dia akan mengantarmu dengan aman."​Evelyn melangkah mendekat, tanpa sadar menyentuh punggung tangannya sendiri yang tadi menahan luka Dirga.​"Ga," panggilnya, suaranya lebih stabil sekarang, "Katanya kamu sendiri yang anter aku..."​"Sudah diurus, Eve. Jangan k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status