All Chapters of Baju Bekas Untuk Anakku: Chapter 21 - Chapter 30

Beberapa hari berlalu setelah pertengkaran pagi itu. Di rumah kontrakan, Haris dan Risa masih diliputi suasana canggung. Mereka berusaha bersikap seperti biasa di depan Rania, tapi keduanya tahu ada sesuatu yang belum selesai di antara mereka.Sementara itu, di rumahnya yang besar dan sepi, Salma menjadi semakin murung. Pertengkaran dengan Haris membuatnya kehilangan semangat hidup. Ia jadi sering melamun, tatapannya kosong, dan nafsu makannya hilang. Rumah yang biasanya ramai dengan tawa cucu-cucunya kini terasa sunyi dan hampa.Pagi itu, Lia datang berkunjung. Keponakan Salma, anak dari kakak perempuannya yang sudah lama meninggal itu memang akhir – akhir ini jarang sekali bernjung kerumahnya. Lia sudah menganggap Salma seperti ibunya sendiri, dan ia selalu berusaha untuk menjenguknya setiap ada kesempatan."Assalamualaikum, Bulek," sapa Lia sambil duduk di sebelah Salma. "Bulek kok kelihatan lesu gitu? Sakit?"Salma tersenyum lemah. "Nggak apa-apa, Li. Bulek cuma lagi nggak enak b

Haris terdiam cukup lama, menatap Risa yang menggenggam tangannya erat. Ia bisa melihat ketulusan di mata istrinya, sebuah ketulusan yang tak pernah pudar meski berkali-kali Salma, ibunya sendiri, menyakiti hatinya. Rasa malu dan bersalah semakin menghimpit dadanya. Bagaimana bisa ia begitu buta hingga tak menyadari betapa beruntungnya ia memiliki Risa?"Baiklah," ucap Haris akhirnya, suaranya nyaris berbisik. "Kamu benar, Dek. Mama lebih penting dari apapun. Tolong rawat mama ya?"Risa tersenyum lega mendengar ucapan Haris. Ia menggenggam tangan Haris semakin erat, seolah menyalurkan kekuatan dan semangat. "Tentu, Mas. Aku akan merawat mama sebaik mungkin. Kamu nggak perlu khawatir."Haris menatap Risa dengan tatapan kagum dan penuh cinta. "Mas nggak ngerti lagi sama kamu, Dek. Kenapa kamu masih mau merawat Mama, padahal dia udah sering banget nyakitin kamu? Mas aja kadang nggak habis pikir sama sikap Mama ke kamu."Risa tersenyum lembut. "Mas, Mama mema

Risa segera menghampiri Salma di kamar. "Ada apa, Ma? Mama butuh sesuatu?" tanya Risa dengan nada khawatir."Risa, tolong teleponkan Lia , bisa?" pinta Salma. Ia sengaja tidak menjelaskan alasannya.Risa mengerutkan keningnya, merasa sedikit aneh. "iya, Ma. Memangnya ada apa?""Sudah, teleponkan saja dulu. Mama perlu sedikit sama Lia," jawab Salma, berusaha menyembunyikan kecemasannya.Risa mengangguk dan segera menghubungi Lia, menyerahkan ponselnya kepada Salma setelah tersambung.Salma menerima telepon itu. "Lia, ini Bulek. Bisa tolong Bulek sangat mendesak? kamu bisa nggak datang sekarang? Tapi kamu diem – diem aja, ini rahasia, jangan sampai Risa tahu," ujar Salma dengan nada berbisik dan memohon.Lia, yang selalu siap membantu Salma, merasa ada sesuatu yang penting. Ia segera menyanggupi permintaan itu tanpa banyak bertanya."Baik, Bulek. Lia ke sana. Tenang saja, Lia tidak akan bilang pada siapa-siapa," jawab Lia dengan nada me

Sesampainya di rumah, Lia belum sempat mengganti pakaiannya ketika ponselnya berdering. Nama "Bulek Salma" tertera di layar. Dengan ragu, Lia menggeser tombol hijau."Assalamualaikum, Bulek," sapa Lia, berusaha terdengar senormal mungkin."Waalaikumsalam, Lia. Gimana Angga? Udah kamu kasihkan uangnya?" tanya Salma, suaranya terdengar lemah namun penuh harap. "Rini gimana keadaannya? Udah baikan?"Lia terdiam sejenak. Jantungnya berdegup kencang. Ia tahu Salma sedang menunggu jawaban yang melegakan, namun ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Angga sudah memohon padanya untuk merahasiakan kebohongan ini. Di sisi lain, ia tidak ingin membuat Salma semakin sakit karena kepikiran."Ehm... Anu, Bulek... Uangnya udah Lia kasih ke Angga kok," jawab Lia hati-hati, memilih kata-kata yang aman."Alhamdulillah. Terus Rini gimana, Li?" Salma mendesak, rasa khawatirnya jelas terdengar.Lia semakin bingung. Ia harus berbohong, tapi ia tidak tahu ha

"Buat Angga. Mama khawatir dia sama Rini belum makan. Rini kan lagi sakit," jelas Salma.Nisa mendengus kesal. "Mama kok masih aja mikirin Mas Angga sih? Dia aja nggak pernah mikirin Mama. Waktu tau Mama sakit, dia nggak ada tuh jengukin Mama, malah ngeles pakek bilang Mbak Rini sakit segala." protes Nisa.Salma terdiam sejenak. Ia tahu Nisa benar. Angga memang jarang sekali menjenguknya, apalagi membantunya. Namun, sebagai seorang ibu, ia tetap merasa khawatir pada anaknya itu."Mama tahu, Nisa. Tapi tetep aja Mama khawatir sama dia. Kamu tolong bungkusin ya. Kasihan kalau mereka kelaparan, masak kamu tega lihat Mas dan ponakanmu kelapanaran." pinta Salma, bersikeras.Nisa menghela napas panjang. Ia merasa kesal dengan sikap Salma yang selalu memanjakan Angga. Namun, ia tidak bisa menolak permintaan ibunya."Iya deh, Ma. Nisa bungkusin," jawab Nisa akhirnya, dengan nada sedikit kesal.Dengan berat hati, Nisa membungkus sebagian sayur sop ay