Pagi itu, hutan yang semalam menjadi ladang darah tampak seolah tak bersalah. Cahaya mentari menembus celah dedaunan, burung-burung bernyanyi, dan embun bergulir di ujung daun. Namun bagi Bayangan Hutan, kedamaian itu terasa seperti ejekan. Luka di tubuh mereka terlalu segar, luka di hati mereka terlalu dalam.Di dalam gua, Aruna terbangun lebih awal. Tubuhnya masih sakit, setiap gerakan menimbulkan perih, tapi matanya penuh tekad. Ia menatap tangannya sendiri, yang masih berlumur bekas darah meski sudah dicuci semalam. “Aku melukai Rakas dengan tangan ini,” gumamnya lirih. Ada kebanggaan, tapi juga rasa takut—karena ia tahu itu hanya permulaan.Jendra masuk membawa seember air. Ia berhenti sejenak, melihat Aruna yang duduk termenung. “Kau tidak perlu memaksa bangun. Tubuhmu butuh istirahat.”Aruna tersenyum tipis. “Kalau aku menunggu sampai benar-benar pulih, dunia sudah keburu terbakar.”Jendra menghela napas panjang. “Keras kepala, seperti biasa.” Ia meletakkan air, lalu duduk di s
ปรับปรุงล่าสุด : 2025-10-01 อ่านเพิ่มเติม