Shangkara tidak melepaskan pelukannya. Bahkan, rasanya semakin erat. Cailin bisa merasakan detak jantung Shangkara yang bergemuruh, cepat dan liar, beradu dengan detak jantungnya sendiri yang berdebar kencang karena amarah dan... sesuatu yang lain.“Lepaskan,” desis Cailin, suaranya tertahan oleh dada Shangkara yang keras. Tapi kali ini, nadanya berbeda. Bukan teriakan, tapi erangan. Erangan yang penuh dengan kelelahan, rasa sakit, dan keputusasaan.“Kau... kau menyakitiku, Shangkara.”Kalimat itu diucapkan dengan lirih, hampir seperti bisikan. Tapi efeknya seperti menyiram air dingin pada Shangkara.“Aku—” Suara Shangkara bergetar. Ia buru-buru melepaskan pelukannya.Ia menarik diri cukup jauh untuk melihat wajah Cailin. Air mata telah membasahi pipinya. Bukan air mata kemarahan, tapi air mata kelelahan yang dalam. Dan yang membuat napas Shangkara tercekat adalah cahaya keperakan samar menyala di sudut matanya yang basah, sisa energi Bulan yang keluar tanpa kendali karena gejolak emo
Last Updated : 2025-10-08 Read more