Sean tidak membuang waktu. Ia langsung meraih tangan Elyssa, genggamannya kuat. "Mari ikut denganku, Elyssa." Suaranya tegas. Tidak memberi celah untuk ditolak."Ke mana, Sean?" tanya Elyssa, terkejut dengan desakan itu."Ke apartemenku! Apartemenku luas, cukup untuk menampungmu!"Elyssa menggeleng kuat, menarik tangannya dan menahan badannya agar tidak terbawa. "Tapi aku gak mau, Sean. Kenapa kamu harus menampungku? Aku punya rumah, Sean," ucapnya, berusaha keras menolak.Mata Sean menatapnya tajam, penuh emosi. "Tapi rumah ini tidak layak disebut rumah, Elyssa!"Mata Elyssa langsung membulat, keningnya berkerut. "Apa maksudmu, Sean?"Sean melangkah maju, mengikis jarak, suaranya meninggi, penuh penekanan. "Rumah itu tempat pulang, Elyssa! Tempat di mana kamu merasa aman, dicintai, dan dihargai! Bukan tempat di mana kamu menangis sendirian di sofa sambil menunggu seseorang yang bahkan tidak peduli apakah kamu sudah makan atau belum!"Sean menghela napas berat, meredakan sedikit amara
Terakhir Diperbarui : 2025-10-15 Baca selengkapnya