Tinta di atas kertas itu mengering cepat, tapi perasaan Aira justru sebaliknya, membasahi dadanya dengan penyesalan yang bahkan belum sempat ia kenali.Tangannya gemetar saat meletakkan pulpen itu kembali di meja.Klik.Suara kecil saat pena ditutup itu menggema seperti palu godam yang memaku dirinya sendiri.Leonard Alvero mengambil lembar perjanjian itu dengan tenang. Matanya menelusuri tanda tangan Aira sejenak, lalu melipat kertas itu perlahan."Mulai saat ini," ucapnya datar, "hidupmu ada di tangan saya."Kata-kata itu meluncur bagai pisau yang menggores luka tak terlihat di dada Aira. Dia menunduk, bibirnya bergetar, tapi tak menjawab.Di sampingnya, ayahnya memandang dengan wajah bersalah, campur antara syukur dan ngeri yang membuatnya pucat. "Terima kasih, Tuan...," suaranya parau, "tolong... selamatkan istri saya."Leonard Alvero menatapnya datar, lalu menekan tombol di meja. "Raisa," panggilnya singkat. Perempuan yang tadi menghadang Aira segera masuk. "Urus semua biaya ruma
Last Updated : 2025-10-08 Read more