Semua Bab Pembalasan Istri Yang Terluka : Bab 21 - Bab 30

"Dia menemui kamu dan memberikan ini?" tanya Arsa sambil mengangkat tinggi amplop yang ia pegang dan didapatkan dari Andira.Setelah Arsa pulang, Andira mengajak makan malam dan mandi terlebih dahulu. Andira ingin memberitahukan saat waktu yang pas mengenai kehamilan Jenna. Ia menunjukkan amplop keterangan dari rumah sakit besar yang Jenna tinggalkan untuknya. Sengaja ia minta dari Jenna karena ingin ditunjukkan kepada Arsa."Dia bilang kalau dia hamil. Dan ... aku meminta dia melakukan serangkaian prosedur tes DNA." Beri tahu Andira.Arsa menatap istrinya takut. "Sayang ... bukankah itu, terlalu kejam?" Andira tersenyum miring. "Tidak tahu dia siapa sebenarnya. Belum tentu yang tidur dengan dia itu, hanya kamu prianya."Andira berpikir bahwa Jenna belum tentu wanita baik-baik. Jika wanita itu bisa tidur dengan suaminya, bukan berarti tidak tidur juga dengan pria lain. Andira juga belum menyelidiki masa lalu Jenna sepenuhnya. Sebelum berhubungan dengan suaminya, berhubungan dengan s

"Anda tidak salah, meminta saya untuk menikah dengan Mas Arsa?" Jenna tak percaya dengan ucapan yang dilontarkan oleh ibu dari pria yang ia cintai. Ia pernah berpikir bahwa, ibu Arsa akan menghardik, mencaci maki dan menghinanya jika mereka saling bertemu. Walaupun dalam hati ia merasa senang sekaligus terkejut, tapi ada rasa khawatir."Kamu tidak salah. Saya bicarakan sekali lagi supaya kamu yakin." Mira menampilkan senyum manis. "Saya akan mendukung kamu untuk menikah dengan Arsa. Bagaimana? Masih tidak percaya? Atau kamu ragu-ragu dan menilai saya memiliki konspirasi lain dibalik ini?"Jenna tertawa kecil. Ia merasakan banyak kupu-kupu hinggap diperut. Memang ini yang ia harapkan. Mendapatkan dukungan, minimal dari ibu kandung Arsa. Ia tak pernah menyangka bahwa keinginannya akan dikabulkan semudah ini. Bersanding dan hidup bersama pria yang ia cintai, adalah impiannya. Terlebih lagi sekarang, ada benih yang tumbuh di rahimnya. Tak kan mungkin ia diam saja dan membiarkan sang an

Andira mondar-mandir mengelilingi ranjang tempat tidurnya di kamar, sembari menggigit ibu jarinya. Sesekali matanya menatap pada jam dinding. Saat ini sudah tengah malam. Tapi Arsa belum juga pulang setelah mengantar Mira. Andira tak bisa menghubungi sang suami. Karena Arsa tak membawa ponsel. Selain itu juga suaminya berangkat terburu-buru untuk mengantar pulang Mira. Tidak biasanya Arsa selama ini jika ia telah mengantarkan ibunya pulang.Firasat tak nyaman, menyergap seluruh relung hati. Entah apa yang dikatakan oleh Mira saat Arsa masih di sana. Tapi Andira berharap, bahwa suaminya tidak menuruti apa yang diminta oleh Mira mengenai hal yang dibahas dimeja makan tadi, arena ia tahu bahwa, Arsa memiliki pendirian yang teguh. Suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya. Terlihat sang suami dengan wajah tenang, masuk ke dalam kamar. Seketika menghelan nafas lega karena sang suami telah pulang. Ia khawatir bahwa Arsa tidak pulang dan lebih memilih menginap di rumah ibunya hingga ter

"Zeya .... Darrel ...."Mira memasuki rumah putranya dengan menggunakan kebaya warna cerah dan kain batik. Wajahnya juga terlihat cerah berseri. hari ini ia bermaksud untuk menjemput sang putra kesayangan."Mana Ayah kalian?" tanya Mira pada kedua cucunya."Masih di kamar, Nenek," jawab Zeya.Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki menuruni tangga. Arsa muncul di depan ibunya dan terlihat gagah dengan pakaian jas hitamnya dilengkapi sebuah bunga di saku dada kiri. Mira terlihat bahagia melihat penampilan sang putra."Ah ... tampannya putra Mama. Hari ini anakku akan menikah lagi," ujar Mira dengan wajah yang bahagia. Setelah satu minggu Arsa meminta izin menikah lagi dengan Andira, hari ini tiba saatnya Ia akan meresmikan hubungan. Dan hari ini juga pria itu akan berangkat menuju rumah Jenna untuk mempersunting mantan sekretarisnya itu."Di mana Andira?" Mira menatap kesana kemari dan heran karena sedari tadi tak melihat keberadaan menantunya."Masih ada di ruang kerjanya," s

"Sayang ...." Suara seorang pria berlari mendekati Andira yang duduk di kursi ruang tunggu.Andira mengalihkan pandangan ke arah lain dan mendengus kesal. Orang yang ia tunggu kehadirannya, kini telah datang. Datang setelah ia mengomel memberikan kabar dan memberikan ceramah panjang lebar mengenai keadaan putra kecilnya. Namun ada hal yang lebih membuat Andira merasa kesal. Terlihat turut serta Jenna bersama ibu mertuanya, datang bersisian dan berjalan di belakang Arsa. Apakah wanita itu takut sekali kalau Arsa bersama dengannya hingga ikut juga dimasa darurat? Entah bagaimana pikiran wanita itu. Kini adalah waktunya Arsa pergi menemui istri tua dan berurusan dengan anak. Tidak bisakah wanita hamil muda diam saja dirumahnya dan tidak perlu ikut?"Bagaimana keadaan anak kita?" tanya Arsa dengan khawatir. "Kamu lihat saja sendiri."Tanpa bertanya lagi, Arsa kemudian masuk ke ruang rawat putranya. Jenna dan Mira berniat ikut menerobos masuk. Namun ditahan oleh Andira. Dia sudah diber