Napas Zara tercekat, seolah ada tak kasat mata yang meremas tenggorokannya. Udara dingin yang berat, bercampur aroma debu dan parfum asing, menusuk paru-parunya. Matanya memerah, sudut-sudutnya terasa panas seperti terbakar, namun pandangannya membeku pada pemandangan di ruang tengah apartemennya—tempat yang separuh sewanya ia bayar, separuh jiwanya ia curahkan.Di sana, di sofa kulit abu-abu yang mereka pilih bersama, Daren, kekasihnya, tampak santai merapikan simpul dasi sutra yang sedikit longgar. Di sebelahnya, duduk Sella, sahabat karib Zara sejak masa SMP, yang sedang mengancingkan kembali blus kremnya. Ada seulas senyum tipis di bibir Sella, senyum yang di mata Zara terasa seperti taburan pecahan kaca.Daren sama sekali tidak menunjukkan kepanikan. Ia justru menghela napas panjang, seolah baru saja menyelesaikan tugas yang menjengkelkan. Ia menatap Zara, pandangannya dingin, tanpa jejak rasa bersalah atau kejutan."Kamu sudah pulang. Baguslah. Kami baru saja selesai. Duduklah."
Last Updated : 2025-11-05 Read more