"Jadi tante yang sudah bunuh ayahku? Kalung liontin ini milik tante, kan?" teriak Ryu dengan murka. Rahangnya mengeras dengan netra merah berkilat. "Bu-bukan seperti itu, Nak. Biar tante jelaskan." Wanita bangsawan yang cantik itu ketakutan melihat wajah Ryu yang berubah drastis. Dia mundur ke belakang dengan gemetar. Ryu mendekat padanya, dengan wajah bengis. "Jelaskan tentang kalung ini," desisnya lirih tepat di wajah sang wanita.
Lihat lebih banyak"Anak anjing! Wooii ...."
Teriakan beberapa anak laki-laki disertai lemparan batu kerikil mengenai seorang anak lelaki yang dekil dan sama kumuhnya dengan mereka.
Lelaki kecil itu melotot marah dan mengejar mereka. Sekelompok anak itu berlari dan tertawa masih memanggil dengan sebutan anak anjing.
Dengan sebatang kayu yang berhasil ia temukan di jalan saat berlari mengejar tadi, anak itu menyabet punggung salah seorang di antara mereka dan berhasil membuat mereka berhenti karena teriakan kesakitan temannya.
"Hebat. Dah berani mukul, lu ya."
Seorang anak berpostur agak besar maju menyeringai di depannya. Ia mendorongnya hingga terjengkang jatuh ke belakang.
Melihat itu, mereka beramai-ramai mengeroyoknya. Mereka menendang, memukul dan menjambak rambutnya. Sedangkan ia hanya bisa meringkuk menutup wajah dengan ke dua tangan.
"Hentikan!"
Seorang lelaki dengan tubuh tegap penuh tato, kulit hitam terbakar matahari datang melerai mereka.
"Ba-bang Simon." Seketika mereka lari tunggang langgang meninggalkan anak itu yang mengerang kesakitan.
"Bangun! Dan cepat pulang. Bapakmu mencari dari tadi," ujarnya sambil berlalu pergi.
Dia berjalan pulang dengan tertatih sambil memegangi perutnya. Salah seorang anak tadi berhasil menendang keras di bagian perut. Dan itu sangat sakit sekali.
Selain itu ia juga merasa lapar karena seharian belum makan.
Dia berjalan masih dengan merintih memasuki komplek rumahnya. Komplek rumah yang rata-rata terbuat dari dinding triplek dan atap seng itu tampak kumuh terlihat. Dan rumahnya lah yang paling terlihat jelek dan kumuh di antara yang lain.
Rumah-rumah papan itu berjejer tak beraturan di sepanjang rel kereta api. Kehidupan yang keras dan miskin memaksa mereka untuk menghalalkan segala cara untuk bisa bertahan hidup.
"Ryu. Kamu berantem lagi? Sudah berapa kali bapak bilang, hindari mereka."
Seorang lelaki setengah baya berdiri di depan pintu menghadangnya.
Ryu meringis menatap Bapaknya.Lelaki itu merasa iba melihat keadaan anaknya, lalu menuntunnya masuk ke dalam rumah.
Dia segera mengambil kain bersih dan mengompres beberapa lebam di tubuh Ryu dengan air hangat.
Beberapa kali terdengar rintihan kesakitan dari mulutnya.
"Sudah Bapak bilang ...."
"Mereka selalu memanggilku anak anjing, Pak. Itu sama saja panggilan untuk bapak. Karena aku anak bapak kan," sela Ryu dengan keras.
Lelaki tua itu memandang dengan mata berkaca. Ia mengusap lembut kepala Ryu dengan sayang.
"Biarkan, Nak. Biarkan mereka berkata apa saja. Diamkan. Jangan kamu lawan, Bapak nggak bisa melihatmu selalu pulang dalam keadaan seperti ini."
Netra tuanya mengembun, menahan sesak di dada.
"Ryu nggak bisa, Pak. Bapak Ryu bukan anjing. Dan Ryu juga bukan anak anjing!" teriak Ryu membuat Bapaknya terhenyak.
"Ryu! Bapak tidak pernah mengajarimu berteriak dan membantah terhadap orang tua. Ini semua demi kebaikanmu."
"Tapi Bapak selalu menyuruh Ryu mengalah dan mengalah. Itu sama saja Bapak mau di samakan dengan anjing."
Plak!
Satu tamparan mendarat pada pipi Ryu yang masih lebam. Anak itu menahan geram dan sesak di dada. Air mata mulai berlinang tak terkendali.
"Ryu ...."
Orang tua itu sangat menyesal dan mengusap lembut pipi putranya. Tapi Ryu bergeming dan memilih pergi keluar meninggalkan Bapaknya.
Di depan pintu, ia menabrak Simon yang berdiri menghalangi.
Ryu tidak perduli dan terus berlari pergi menjauhi rumah.Simon hanya memandang punggung kecil itu hingga ia hilang di tikungan jalan. Ia masuk dan mendapati bapak Ryu menutupi muka dengan ke dua tangannya.
"Sampai kapan lu akan bersikap seperti ini? Anak itu semakin tumbuh dewasa dan akan mengerti. Ia akan tumbuh menjadi liar dan berandalan seperti kami. Dan lu sangat tahu itu, Dirman."
Dirman menyeka matanya. Dia menatap Simon tajam.
"Tidak akan aku biarkan. Aku merawat dan mendidiknya sejak bayi. Dan tidak seharusnya dia tumbuh seperti itu," ucap Dirman tegas.
"Kita lihat saja nanti." Simon tersenyum menyeringai menanggapi Dirman.
***
Lapangan bola yang tidak begitu luas ini satu-satunya tanah lapang yang masih tersisa di kampungnya. Semua tanah sudah menjadi bangunan beton milik mereka para konglomerat.
Ryu terpekur duduk di sudut lapangan, di bawah pohon mangga. Ia masih terisak dengan mata menatap gedung-gedung pencakar langit jauh di seberang lapangan.
"Di sini rupanya anak anjing bersembunyi."
Ryu terhenyak dan segera menoleh ke arah asal suara. Seorang pemuda tanggung berdiri di belakangnya sambil tertawa mengejek.
Namanya Roni. Pemuda berandalan tukang palak di pasar. Dan dia juga seorang bandar pil-pil setan dengan harga murah yang banyak di sukai anak seusia Ryu.
Ryu menelan ludah, getir. Matanya nyalang menatap Roni. Ia mencoba bersikap santai namun tegas, layaknya seorang pria dewasa.
Roni mendekatinya dengan muka mengejek.
"Lu tahu, kenapa mereka memanggil lu dengan sebutan anak anjing?"
Ryu masih tetap diam dan bergeming. Netranya menyorotkan rasa ingin tahu.
"Karena dulu, waktu lu masih bayi merah, lu dibuang di tempat pembuangan sampah ujung sana. Saat itu, lu sekarat hampir mati karena seekor anjing menggigit lengan dan menyeret hingga beberapa meter. Kalau tidak ada Dirman, yang mengaku bapak lu itu, udah mampus dari dulu."
Ryu terperangah tidak percaya. Hatinya berdesir dan bibirnya ingin menyangkal.
"Jangan membual, Bang. Gue anak kandung bapak," balas Ryu tidak terima.
Roni semakin tertawa keras melihat pembelaan Ryu.
"Kenapa lu nggak coba tanya sama Bapak lu, si Dirman itu? Atau bisa tanya pada si Simon brengsek itu. Kurang yakin? Bisa tanya pada semua tetangga rumah lu. Semua orang juga tahu anak begl, cuma lu doang yang bodoh nggak pernah cari tahu."
Mata Ryu berembun dan masih menatap Roni dengan nyalang.
Roni yang mengetahui Ryu mulai terpengaruh ceritanya melanjutkan lagi, "kita semua sama anak bego. Gua, lu dan beberapa anak di kampung adalah bayi yang dibuang. Karena mereka tidak menginginkan kehadiran kita. Kita adalah anak haram ... dan anak anjing."
Roni menekan kata terakhir dengan wajah sangat dekat dengan muka Ryu. Bau alkohol menyeruak dari mulutnya.
Ryu mundur beberapa langkah. Hatinya gamang dan sesak. Tidak menyangka akan mendengar cerita menyakitkan seperti ini.
Tiba-tiba Ryu berbalik dan berlari meninggalkan Roni. Masih terdengar jelas, Roni berteriak memanggilnya berulang kali dengan sebutan anak anjing sambil tertawa terbahak-bahak.
12 tahun kemudian, Februari 2019.Seorang anak perempuan berusia sekitar sembilan tahun menangis terisak di taman.Seorang wanita cantik dan anggun berlari menghampirinya dengan cemas."Qinan kenapa, Nak?" Dia memeluk bocah perempuan itu."Kak Sena sama Abang Abel, sembunyikan sandal aku, Ma," jawabnya terisak. Wanita itu terlihat kesal dan marah mendengar perkataan putrinya."Abel … Sena … keluar kalian sekarang juga. Mama hitung sampai lima, kalau ga keluar, mama hukum. Satu … dua ….""Piss, Ma!" seru kedua anak itu keluar dari rerimbu
Ryu menatapnya tak percaya. "Jadi kamu Sita kecil yang itu?" Dia beringsut bangun dan duduk berhadapan dengan istrinya.Angel mengangguk."Waktu itu, seperti biasa aku datang ke rumahmu. Tapi tempat itu sudah dibongkar dan kata orang kamu di penjara. Aku tidak tahu maksudnya. Dan sejak itu, aku mencarimu tapi … yah, kamu seperti menghilang ditelan bumi," ujar Ryu kecewa.Kemudian Angel menceritakan semuanya, bagaimana dia bisa masuk penjara anak dan akhirnya kabur, hingga ditemukan oleh Lingga. Ryu mengerutkan keningnya prihatin."Untung kamu segera menyadari kalo itu aku, jadi kamu ga jadi bunuh aku. Coba kalo nggak, tinggal nama aja aku," ujar Ryu membuat Angel merasa bersalah dan memeluknya erat, "maaf …," bisiknya menyesal."Tapi, ini mungkin jalan buat kamu juga untuk berhenti menjadi pembunuh bayaran. Dan juga Ayah … ahh pria sok kuat itu kini harus tidur di tempat para pesakitan yang dingin." Wajah Ryu
Suasana kediaman Saloka masih diselimuti duka dan malamnya digelar sebuah tahlil bersama untuk mendiang Dean dan Jason.Tuan Dirga--Kakak tertua Tuan Yoga, yang juga Ayah Jefri datang bersama istri dan putra mendiang Jefri.Pria tua dengan rambut yang kesemuanya memutih itu memeluk adiknya yang duduk di atas kursi roda dengan sendu."Maafkan semua kesalahan Jason dan Dean, Mas …," lirihnya pada Kakaknya."Aku sudah memaafkan mereka sejak dulu. Bagaimanapun juga, kamu adalah adikku dan saudara satu-satunya yang masih aku punya," ucap Tuan Dirga getir.Pria tua itu juga memeluk Andre dan Ryu bergantian. Dia mengerti perasaan ponakan dan cucunya itu. Tapi tidak dengan Bobby, putra tertua Jefri. Wajahnya masih menyiratkan amarah karena kematian tragis Papinya."Harusnya mereka membusuk dalam penjara lebih dulu, baru mampus!" ketusnya berapi-api dan membuat orang-orang tersentak."Jaga mulutmu, Bobby. Opa m
Mendung kelabu di pagi hari, menciptakan suasana sendu mengiris kalbu. Membuat suasana duka semakin terasa pilu.Dua peti mati berjejer di ruang tamu keluarga Saloka. Banyak tamu yang datang melayat adalah para relasi Tuan Prayoga dan juga Andre.Mereka banyak mengenang kebaikan sang Tuan rumah selama ini, karena itu mereka datang untuk melayat.Tuan Andre dan Ryu terlihat menyalami para tamu yang datang untuk melayat.Para pelayan sibuk menghidangkan makanan ringan untuk para tamu.Tiba-tiba terdengar teriakan pilu dari dalam rumah. Ryu dan Andre yang terkejut segera masuk dan melihat Agatha yang menangis histeris berlari menuju peti jenasah Jason.
Dengan langkah gontai, Ryu keluar dari kantor polisi dengan dikawal oleh Dodi. Dia masuk ke dalam mobil dengan lemas."Kita ke rumah sakit, sekarang," perintahnya pada Engga dengan suara parau.Pria berperawakan kecil itu segera melajukan kendaraan roda empat nya menuju rumah sakit tempat dua jenasah Dean dan Jason berada.Percakapannya dengan sang Ayah sangat membuatnya terpukul. Pria itu ingin menyelamatkan sang Mama dari hukuman penjara.Sekarang, Ryu merasa lebih dilema lagi. Dia harus merelakan sang Ayah di penjara untuk kebaikan sang Mama.Mama yang telah menyelamatkannya dari timah panas adiknya.
Lingga dan Dean masih bergumul dalam perkelahian. Ryu menatap Jason tajam dan murka.Pria itu hendak menyerang Jason yang terlihat ketakutan saat tiba-tiba ….Dor!Senjata api Dean berbunyi lagi membuat semua terhenyak. "Ayah!" teriak Ryu melihat Ayahnya terkapar. Angel menutup mulutnya tak percaya.Tapi, tiba-tiba Lingga berdiri dengan wajah pucat dan sendu. Dia menatap Dean yang terkapar bersimbah darah.Jason yang sadar bahwa Papinya yang tertembak menjerit dan memeluk sang Papi."Papi … papi … bertahanlah.""Ini … akhir dari … papi … nak …." Dean mulai tersengal dan menangis. "Aga … tha …." Tangannya ingin menggapai mantan istrinya yang masih tak sadarkan diri. "Aku … minta maaf … aku … mencintaimu … dari dulu … hi-hingga … sekarang …." Dean memuntahkan darah dari mulutnya membuat Jason semakin panik.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen