Kisah perjuangan seorang wanita yang kehilangan ingatannya dan melupakan siapa ayah dari bayi yang di kandungnya. Setelah 3 tahun melewati penderitaan dan harus terusir dari rumah mewahnya, secara mengejutkan CEO perusahaan tempatnya bekerja, secara tiba-tiba mengajaknya untuk menikah.Apa yang melatarbelakangi sang CEO, mengajak bawahannya tersebut untuk menikah?Adakah masa lalu yang terhubung diantara keduanya?IG : @irra_riswana
View MoreSuara desahan dan erangan memenuhi salah satu kamar di sebuah apartemen. Aroma percintaan begitu pekat menguar dari dalam sana.
Tubuh polos seorang perempuan tengah bergerak bebas di atas tubuh si pria. "Ramaaa ... " panggil Mona manja dengan tubuhnya condong ke bawah menghadap wajah Rama.
"Kenapa sayang?" tanya Rama sesaat setelah dia melepaskan kulumannya.
Mona mendudukan kembali tubuhnya, sambil terus menggerakkan pinggulnya. "Bagaimana kalau mba Gisa mengetahui hubungan kita ... aah ...?" desahnya di akhir kalimat saat Rama menaikan tempo pacuannya.
"Aku tidak peduli!" serunya. Rama membelai wajah Mona, kemudian mengusap bibir Mona dengan lembut sambil melanjutkan kalimatnya. "Aku dekat dengan dia, semata-mata untuk mendapatkan kamu. Dari dulu pun, yang aku cintai itu kamu," lanjut Rama sambil mengecup jari tangan Mona.
"Siapa yang mau dengan perempuan yang sudaah ... " Rama tidak melanjutkan perkataanya. Rama sibuk mengerang saat di atas sana, Mona semakin cepat menggoyangkan pinggulnya seakan puas dengan jawaban yang Rama lontarkan.
Rama membalik posisi Mona. Saat ini, Rama lah yang memegang kendali atas Mona. Setiap gerakan liar yang dilakukan Rama, berhasil membawa mereka untuk sampai menuju puncak nirwana.
Di sisi lain ruangan itu, seorang wanita tengah berdiri menyaksikan pergulatan panas mereka. Dengan berurai air mata, nafas yang tersendat, dan dada naik turun menahan amarah, dia mundur dengan langkah terbata.
Tangannya meraih apapun sebagai pegangan, agar dia tidak ambruk di depan pintu kamar kekasihnya.
"Apa katanya tadi?! Terpaksa?! Terpaksa dia bilang?!" ucapnya dengan lirih.
Bagai tersambar petir di siang bolong, ia menyaksikan, serta mendengar secara langsung pengkhianatan yang kekasihnya lakukan.
Rama merupakan teman Gisa dari SMP, yang baru di pacarinya selama 1 tahun terakhir. Padahal, dulu Rama sangat berusaha untuk menaklukkan hati Gisa. Tapi kenyataannya, sekarang dia dengan sangat kurang ajarnya, bercinta dengan Mona, sahabat di tempat kerjanya yang dulu.
Badan Gisa terhuyung kebelakang kala kakinya sudah tidak kuat menopang berat tubuhnya yang sudah terkulai lemas mengetahui segala kenyataan tersebut.
PRANG ...
Gisa memecahkan vas bunga yang ada dibelakang tubuhnya. Pecahan pas bunga tersebut melukai kakinya, namun dia tidak merasakannya sama sekali. Saat ini hatinya jauh lebih sakit dibanding luka yang ada di bawah kakinya.
Di dalam kamar, dua orang yang saat ini dalam keadaan polos dan tengah terkulai lemas akibat pergulatan panas mereka, terperanjat kaget saat mendengar suara benda pecah tersebut.
Mona menarik selimut, kemudian dia gulungkan pada tubuh polosnya. Sementara Rama, mengitari kamar mencari boxser yang entah kemana dia lemparkan tadi.
Rama memakai boxernya kembali saat dia menemukannya di ujung tempat tidur. "Pakai pakaian, Kamu! Aku akan melihat siapa yang ada diluar sana!" ucapnya pada, Mona.
"Siapa di sana?" tanya Rama pada wanita yang tengah duduk di atas lantai dengan rambut yang menutupi seluruh wajahnya, dan terlihat sangat menyedihkan.
Gisa mendongak melihat ke arah sumber suara. Wajahnya penuh air mata dengan rambut yang berantakan.
Rama berjalan pelan menghampiri Gisa. "GISA!" pekik Rama dengan nada yang cukup tinggi hingga membuat Mona yang ada di dalam kamar mengetahui siapa yang datang saat ini.
Mona keluar dari dalam kamar Rama dengan lingerie seksi-nya, yang di balut kimono berukat berwarna merah. Tangannya ia lipat di atas dada, dengan tubuh yang menyandar pada ujung meja. Di seluruh leher sampai dada tersebar Kissmark yang sengaja Mona pamerkan pada Gisa.
Dada Gisa kembali sesak, saat Rama hanya diam dan Mona hanya menertawakannya tanpa seorang pun mencoba menjelaskan.
"APA KALIAN TIDAK INGIN MENJELASKAN SEGALANYA?!" teriak Gisa pada Rama dan Mona dengan posisi Gisa yang masih bersimpuh di atas lantai.
Mona tersenyum sinis lebih ke arah mengejek. Dia berjalan ke arah Rama, kemudian mengaitkan kedua tangannya pada perut Rama.
"Dia minta penjelasan," bisik manja Mona pada Rama.
Rama mengelus kepala Mona dengan sayang, kemudian mengarahkan tatapan tajamnya pada Gisa. "Apa yang ingin kamu tau, heh?!" tanya Rama singkat.
"Semuanya Rama! SEMUANYA!" teriak Gisa ditengah isak tangisnya.
"Seperti yang kamu lihat, Gisa! Sebenarnya ... aku sudah muak! Syukurlah kamu mengetahuinya sekarang!" ucap Rama masih dengan posisi berdirinya.
"Aku sudah tidak membutuhkan kamu lagi! Ada dia, yang jauh lebih sempurna dari pada kamu yang hanya seora_"
"CUKUP SIALAN! Tidak perlu kamu merendahkan status ku!" bentak Gisa memotong kalimat Rama.
Rama mendudukan tubuhnya pada ujung meja. Dia membawa Mona masuk kedalam pelukkannya. "Bukannya kamu ingin tahu segalanya?" tanyanya. "AKU HANYA MEMANFAATKAN, KAMU! Sampai sini kamu paham?" lanjut Rama, menekankan setiap kalimatnya dengan tidak berperasaan.
Gisa bangkit dari duduknya. Dia meremas jari jemarinya. Dadanya bergejolak, telinganya panas saat mendengar kata demi kata yang Rama lontarkan. Semua itu bak anak panah yang menghujam seluruh tubuhnya.
Gisa menatap tajam Mona dan Rama, pria yang pernah ia cintai, sebelum berkata, "Aku akan membalas setiap sakit hati yang aku dapatkan dari kalian hari ini!" Telunjuk Gisa terangkat menunjuk Rama dan Mona.
Rama mengedikan bahunya acuh, "Terserah, aku tidak peduli!" ujarnya tak gentar menerima ancaman dari Gisa.
"Kamu bisa apa memangnya?" Rama mengangkat tubuhnya, kemudian berdiri persis di hadapan Gisa. "Kamu hanya gadis menyedihkan yang hidup sebatang kara! Bahkan, ayah kandungmu sendiri lebih memilih_"
PLAKKK!
Belum sempat Rama menyelesaikan kalimatnya, sebuah tamparan yang cukup keras mendarat di pipinya.
Rama memegang pipi sebelah kanan yang terkena tamparan Gisa. Seumur hidup, ini kali pertama dia diperlakukan kasar oleh perempuan.
Wajahnya memerah, dengan nafas yang saling memburu, siap meledakan amarahnya. Tangan Rama terangkat ke udara untuk membalas perlakuan Gisa.
Gisa memejamkan matanya erat, bersiap menerima tamparan dari Rama yang diyakininya akan sangat menyakitkan.
Namun, sesaat setelahnya, bukan tamparan yang Gisa rasakan, melainkan tarikan yang cukup kencang di bagian kepalanya.
Mona menarik rambut panjang Gisa sambil menyeretnya menuju pintu keluar.
Gisa berteriak kesakitan dengan kedua tangannya mencoba melepaskan tangan Mona dari kepalanya.
Mona berteriak, "Wanita sialan! Berani-beraninya kamu menampar kekasihku!" hardiknya sambil menyeret tubuh Gisa keluar pintu.
Gisa terjatuh tepat di depan pintu apartemen Rama. Dia meringis merasakan sakit, saat lututnya terbentur dengan lantai.
Gisa bangkit sambil mengeluarkan sumpah serapahnya. "Kamu sekarang boleh melakukan apapun yang kamu inginkan untuk menyakitiku. Tapi nanti, kamu yang akan berlutut dan menangis di bawah kakiku. Ingat sumpah ini, RAMA, MONA!" teriak Gisa sambil bersumpah di depan pintu apartemen milik Rama, sang mantan kekasih yang telah berselingkuh dengan sahabatnya sendiri yaitu, Mona.
Gisa merapihkan penampilannya. Kemudian dengan tertatih dia masuk kedalam lift yang akan membawanya menuju lantai dasar. Dia menekan tombol L agar lift langsung mengantarnya menuju lobby.
Saat pintu lift akan tertutup, seorang pria tampan menghentikannya sehingga lift terbuka kembali. Pria tampan dengan mata Jamrud tersebut langsung masuk, dan bergabung bersama Gisa.
Gisa sempat tertegun melihat mata indahnya tersebut. Mata itu mengingatkannya pada seseorang yang sangat berarti dalam hidup Gisa.
Setelah meraih kembali kesadarannya, Gisa menormalkan kembali ekspresinya, dengan segala beban pikiran di otaknya.
Saat ini dia harus kembali ke rumah sakit dan memikirkan cara lain untuk mendapatkan biaya operasi untuk bibinya.
Sungguh menyedihkan. Disaat dia akan meminta bantuan sang pacar, Tuhan malah memperlihatkan kebusukan sang pacar dan sahabatnya pada Gisa. Tanpa terasa lamunannya telah membawa Gisa menuju lantai dasar.
"Nona, apa anda tidak ingin keluar?" tanya si pemilik mata jamrud yang mempunyai suara berat dan sedikit serak tersebut.
Gisa mengerjapkan matanya, kemudian keluar dari dalam lift. "Terima kasih sudah mengingatkan!" ucap Gisa tulus dan sedikit membungkuk.
Gisa keluar dari dalam lift, kemudian berjalan lurus untuk keluar dari apartemen tersebut dan menghentikan taxi yang akan membawanya menuju rumah sakit.
"Nona, sebentar!" ucap pria yang berada didalam lift tadi sambil tangannya meraih lengan Gisa.
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka
Dengan wajah menahan kesal, pada akhirnya Catra tetap mengikuti Gisa untuk masuk kedalam hotel. "Kenapa harus di hotel?" pikir Catra dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Catra, disepanjang jalan menuju tempat pertemuannya, Gisa pun memasang wajah cemberut. Dia malu dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran, Gisa mengenakan setelan olahraga dipadukan dengan Stiletto dan tas pesta yang berkilau. Setelah keduanya berjalan di tengah keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat yang menjadi tujuan Gisa. Sebuah restoran mewah, di lantai atas hotel. Catra tersenyum kecil, mentertawakan pikiran kotornya sendiri. "Oh ... di sini," celetuk Catra membuat Gisa menatapnya dengan tatapan tajam. "Ya! Menurut Daddy," Gisa mengangkat jari kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Apa pantas memakai pakaian seperti ini saat masuk kedalam?" tanya Gisa sinis. "Tidak masalah. Mommy datang dengan piyama pun, tidak akan ada yang berani menegur mommy," jawab Catra denga
Novera sudah berlalu beberapa langkah dari hadapan Catra yang saat ini masih mengumpat, mengutuk Novera, yang sudah menghancurkan kegiatan intim dari bos-nya itu. Novera dengan terpaksa harus kembali ke hadapan Catra, dengan konsekuensi amarah dari bos-nya itu akan meledak kembali, begitu melihat dirinya. "Apalagi sekarang?!" Seperti dugaan Novera sebelumnya, Catra menaikan nada suaranya, begitu melihat Novera kembali. "He ... he ... " Novera tersenyum kaku, sambil tangannya sedikit menggaruk leher bagian belakangnya. "Sepuluh menit lagi kita ada rapat, pak!!" ucap Novera dalam satu tarikan nafas. Dengan cepat Novera membungkuk hormat, dan bergegas pergi sebelum Catra benar-benar mengeluarkan sumpah serapahnya. Catra memejamkan mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Mood dia hari ini benar-benar hancur. Dia sudah cukup lelah, sehingga melupakan rapat yang sudah diaturnya dari jauh-jauh hari. Sebuah tangan lembut, menepuk punggungnya dengan pelan, seakan-akan tengah menen
Sebelum membaca bab ini, harap baca ulang bab sebelumnya. ^^ *** Peletak! Catra menyentil dahi Gisa menggunakan telunjuk dan ibu jari yang dia lipat. "Gila mommy bilang?" tanya Catra. Nada bicaranya sudah lebih lembut daripada sebelumnya. Catra kemudian mengusap kepala Gisa dengan lembut. Tubuh Catra sedikit condong ke depan, menatap manik coklat milik Gisa. "Ya. Sepertinya Daddy memang gila. Daddy gila karena berpisah dengan, mommy," ucap Catra terdengar seperti sebuah gombalan. Sejak kapan seorang Catra yang terkenal dingin, sudi melontarkan gombalannya di tempat seperti ini? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tau. Gisa mengerutkan kening, melihat perubahan Catra yang tiba-tiba. "Sepertinya lift ini berhantu. Kenapa si keras kepala ini berubah lembut dalam beberapa saat saja?" batin Gisa berbicara pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak heran, beberapa waktu yang lalu, saat mereka berdua bercerai, Catra terkesan dingin dan tidak ramah dengan Gisa. Tapi saat ini, Catra kembali pad
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments