Luka Seorang Istri

Luka Seorang Istri

Oleh:  ERIA YURIKA  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
25 Peringkat
64Bab
184.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Adalakanya mengalah menjadi solusi. Agar semua yang hancur terlihat baik-baik saja, tetapi kali ini aku menyerah, egoku terlalu kuat. Biarkan aku hidup dengan caraku, yang membuatku sedikit merasa hidup selayaknya manusia bebas.

Lihat lebih banyak
Luka Seorang Istri Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Dita Sintiya
kenapa aku nangis terus tiap baca per bab nya .........
2023-07-14 16:22:29
0
user avatar
Dwi Novita
cerita nya bagus
2022-09-10 01:10:43
0
user avatar
Arie Setiawan
sip oke lah
2022-08-10 00:54:55
1
user avatar
Cupli Cupli
sedih bgd ghi
2022-07-08 02:13:12
1
user avatar
Senja
dlu jga gtu awal* nikah ibu mertua gue yg nerima uang gaji suami, trus aku dijatah dri dia berapa gtu buat seminggu sampe aku bosen karena gak ckup jdi mau pisah aja eh ibunya malah dkung tpi suami gak mau.kalo gak bisa teges ya gtu malah diinjak* mertua.bkn gak hrmt tpi gmna ya liat dlu yg tua gmn
2022-04-24 05:43:41
3
user avatar
Sodikin Dikin
Cerita bagus
2022-04-19 22:16:23
1
user avatar
Malaikat
lumayan juga ceritanya....
2022-04-07 23:10:54
1
user avatar
Pena Asmara
season 2 nya thor
2022-03-29 00:10:59
0
user avatar
June Lee
sedih ya kalau dapat suami yg gak peka
2022-03-25 01:33:46
0
user avatar
Murniyati Mommy
saya suka jalur ceritanya..mngandungi unsur dera pisik oleh mertua..mnjadi stress
2022-03-03 12:37:37
0
default avatar
siopulsa
sedih tapi ok
2022-02-23 08:03:42
0
user avatar
Evi Liw
Realita ... Mana ada orang yang bisa bersabar terus harus selalu mengalah walaupun terhadap mertua. Uang diambil, istri yang jadi seperti pengemis harus meminta. Bagilah bagian masing2. Pria juga harus peka merukunkan ibu dengan istri ... Tidak enak perasaan tertekan tidak dapat berkomunikasi, stress
2022-02-22 01:28:11
0
user avatar
malapalas
BACA novel berjudul :CEWEK AGRESIF VS COWOK POLOS. kalian akan menemukan dari percintaan remaja sampai dewasa yang bakal bikin kita gemas sendiri, seru, ketawa ngakak bahkan geregetan dan terharu setelah beberapa tokoh bermunculan semua. Jangan lupa vote dan komen ya. Mksh.
2022-02-12 09:15:36
0
user avatar
Nannys0903
Mampir ke karyaku MALAM TANPA NODA Faisal tak menemukan bercak dara di atas ranjang apa benar istrinya sudah tak perawan. memilih menikahi wanita lain pilihan ibuanya tanpa mau menyentuh istri pertama. Mampukah Airi bertahan dalam rumah tangganya.
2022-02-05 22:13:21
0
user avatar
Dian Septyana
bagus banget alur cerita nya, hmpir sma dgn yg aku rasakan cuma beda nya keuang aku yg mengatur dgn seadanya, cukup g ckup harus aku yg memikirkan nya sndiri, sungguh terharu, mau mengadu ke suami tpi malah di marah dn di haruskan utk berpikir sndiri, alhasil jd mendem seorang diri, sedih kali ......
2022-02-05 00:32:32
1
  • 1
  • 2
64 Bab
Mulai Berubah
“Enggak usah pulang! Nginep aja sekalian!” Begitu pesannya tiap kali aku telat pulang. Kami berkenalan dalam waktu dekat, lalu memutuskan menikah dalam kurun waktu 4 bulan. Dulu sebelum menikah tuturnya lembut dan santun. Namun, lambat laun semua berubah.“Aku pulang jam 12 malam.”“Sekalian enggak usah pulang,” balasnya lagi. Ini tahun kelima kami menikah. Dia selalu mengekang. Tidak ada lagi kebebasan juga kenyamanan dalam rumah. Hari-hari berlalu begitu. Dia yang hanya sibuk dengan anak-anak, juga ibu serta adikku yang selalu menuntut di belikan barang yang harganya fantastis. Dilra tak banyak bicara saat kami bertemu, mungkin sungkan dengan ibu. Bagaimanapun memarahi seorang anak di depan ibunya, mungkin dia tak berani.  Saat marah dia akan mendiamkan seharian, hari demi hari sikapnya semakin menjadi. Aku tak pernah tahu apa yang terjadi. Seingatku sebelum melahirkan istriku tak begitu menuntut menemani di samping. Namun, se
Baca selengkapnya
Fakta Baru
Kenapa rasanya seperti di tampar. Semua yang diucapkan Ardi itu begitu menyinggungku. Tak mau buang waktu aku segera pulang ke rumah saat jam istirahat. Entah siapa yang memarkir motor sembarangan persis di depan rumah, siapa gerangan yang mampir. Aku mengintip lewat celah pagar, mengurungkan niat untuk masuk ke dalam. Dilra menyerahkan uang pada pria berkemeja itu. Lalu pria itu menyerahkan sobekan kecil dari bukunya. Begitu berbalik ternyata itu Pak Rudi. Bank keliling harian yang biasa meminjami Ibu-ibu sekitar rumahku, tetapi itu dulu saat di rumah yang lama. Entah kenapa dia bisa kemari. Jadi Dilra diam-diam meminjam uang tanpa sepengetahuanku?"Dil, siapa tadi? Bank keliling ‘kan?” tanyaku. Tatapan Dilra langsung berubah tak suka.“Untuk apa pinjam-pinjam segala, itu riba!” sentakku kala Pak Rudi, sudah memacu motornya.“Enggak pernah dikasih uang ya pinjam,” jawabnya datar. Tidak tampak raut bersalah sama sekali, malah
Baca selengkapnya
Dibalik Sikap Dinginnya
“Ibu enggak salat?” tanyaku.“Oh iya, Ibu lupa.”“Ya sudah salat dulu!”“Nanti saja sudah terlanjur juga, lihat! Sudah jam 5.” Begitulah Ibu setiap kali diminta ibadah alasannya banyak. Aku menatap lembut, tanpa bicara apa pun. Berharap dia mengerti dan mau menunaikan kewajibannya segera.“Ibu juga belum mandi, kotor, bau masa salat enggak mandi.”“Enggak mandi juga boleh, kalau waktunya sudah mepet Bu.”“Enggak ah, mana bisa begitu, enggak sah salatnya.”“Bu ….”“Nanti Ibu salat magrib Lang, sudah ya, Ibu mau ke kamar dulu.”“Mia, kamu salat sana!”“Aku mau ke kamar dulu, Bang!”“Mi kamu sudah gede loh, masa salat saja harus diingatkan terus.”“Mia nanti salat di kamar saja.”“Bener ya?” Mia mengangguk, lalu setengah ber
Baca selengkapnya
Surgamu Ada di Sana Bukan?
“Aku mau tidurkan Dion, biar aku yang cuci piring! Kamu jangan cari perkara pakai cuci segala, aku sudah capek Mas, jangan bikin aku jadi bahan gosip orang sekampung! Terima kasih sudah membantu tapi lain kali enggak usah,” katanya seraya berjalan meninggalkanku sendiri di dapur. Sungguh bagaimana bisa dia bicara seperti itu padaku, kenapa menghadapi wanita serumit ini, aku hanya berniat membantunya dan dia malah takut jadi bahan gosip sekampung, apa maksudnya. Sudahlah toh tidak tiap hari. Aku putuskan untuk mengerjakan semuanya, mencuci piring bukan perkerjaan yang sulit juga.“Kamu kenapa cuci piring sih, Lang? Istrimu itu ke mana, apa saja yang dia lakukan dari tadi, sampai piring bekas makannya dicucikan kamu?”“Ya sudah sih Bu, enggak tiap hari ini. Dion juga tadi rewel, kasihan Dilra belum makan juga dari tadi.”“Itu nasi di piring bekas siapa?”“Tadinya mau di makan tapi malah tumpah soalnya Di
Baca selengkapnya
Obat Apa
“Mau kutemani?” tanyanya.“Enggak usah, kalau kamu enggak ikhlas.”“Ikhlas itu soal hati, tahu apa Mas soal itu, ayo pergi minta maaf.”“Kamu bilang, Ibu menghinamu lalu sekarang mau minta maaf, apa namanya kalau bukan munafik Dil?” Dilra malah tertawa, dia terus tertawa sampai aku yang melihatnya merasa ketakutan sendiri. Dan kau tahu apa yang selanjutnya terjadi, dia terus tertawa hingga tanpa sadar air mata telah mengalir membasahi pipinya.“Dil, kamu baik-baik saja kan?”“Ya,” tawanya langsung berhenti, begitu saja, sontak membuat jantungku seperti berhenti berdetak. “Ayo minta maaf,” ajaknya lagi, kali ini Dilra mengusap pelan jejak basah bekas linangan air matanya, tangannya langsung melingkar di lenganku, menariku keluar kamar, hingga mendekat ke arah tangga, kami berhenti, itu pun karena aku menahannya.“Dil gak usah, cukup! Biar Mas aja yang minta maaf.” Perlahan Dilra melepas lingkaran tangannya.Matanya kembali berembun, kau tahu apa yang pal
Baca selengkapnya
Saat Luka Itu dibiarkan Terpendam
Hari berlalu, aku pergi ke kantor seperti biasanya, sayangnya kelakuan Ardi hari ini sungguh membuatku jengkel. Dia berisik sekali terus menelepon karyawan yang berjaga di depan sampai mendekati jam pulang. Dia masih saja menelepon, tampak gelisah sekali.“Apa sih, Di. Berisik tahu, anak orang lu suruh bulak-balik naik turun dari pagi sampai sore, nunggu apa?”“Bini gue ulang tahun, Ini masalahnya udah pesan kue, sampai sekarang belum sampai juga, padahal sudah sore, kan panik gue.”“Lagian kenapa pesan di situ, toko roti juga banyak. Itu depan sana enggak lihat?” Aku menunjuk pada bangunan toko roti yang berada tak jauh dari kami. Ruangan ini berada di lantai tiga jadi cukup berdiri saja, semua bangunan di sekitar sudah pasti terlihat.“Ini kuenya beda, pas di belah keluar duitnya."“Lagian lu kenapa pesan kue macam itu?”“Yang penting bini gue seneng. Pasti nanti dia enggak nyangka dalemnya
Baca selengkapnya
Mari Berpisah, Mas
“Mas ambilkan makan, ya?” “Aku belum masak.” “Ya sudah kita makan di luar.” Dia menggeleng. “Kenapa? Enggak baik menunda buat buka puasa.” “Mas saja yang makan di luar aku buka di rumah.” “Katanya enggak masak, mau makan apa?” “Mie instan banyak di dapur, aku bisa makan itu.” “Sayang, dengar, mie instan enggak baik buat kesehatan apalagi buat Ibu menyusui, butuh banyak nutrisi.” Dilra menggeleng lagi. “Kenapa? Biar aku di rumah saja.” “Ya sudah kita order go food saja bagaimana?” “Buat Mas saja, aku enggak usah.” “Mana bisa begitu sayang, sudah kalau enggak mau biar Mas pesankan sekarang. Kita batalkan dulu puasanya, Mas ambilkan minum sebentar ya.” “Terima kasih, Mas.” Kuusap rambutnya pelan, lalu pergi ke bawah mengambil air. Aku berpikir dia akan menunggu di ranjang sampai aku datang lagi dengan air, nyatanya Dilra malah memunguti barang-barang yang bercecer
Baca selengkapnya
Dia Menyerah
“Dil, jangan pergi, jangan pergi Mas mohon.” “Mau apa lagi aku di sini Mas, sudah cukup kalau enggak ada kepercayaan di antara kita untuk apa hidup bersama. Kamu hanya percaya Ibumu, aku ini istri, Mas pikir aku suka diperlakukan begini, enggak!” “Lalu kenapa kamu diam saja selama ini?” “Demi anak, aku ingin anak dari kamu. Setelah ini aku tak peduli lagi, hidup saja bersama Ibumu, aku muak!” Koper itu sengaja dia banting ke bawah, hingga menimbulkan bunyi gebrakan cukup keras, kemudian dengan cepat membawa Dion dalam gendongannya. “Dil Mas mohon jangan pergi, oke kamu butuh uang ini semuanya pegang semuanya Dil, mulai sekarang biar semuanya kamu yang atur.” Kuserahkan dompet pada Dilra. Sudahlah aku tak peduli lagi dengan uang. Untuk apa aku punya banyak uang kalau harus kehilangan istri. Rasanya aku tak akan sanggup. Apalagi Dion, bayi yang sudah kunantikan sejak lama, bagaimana bisa dia bawa pergi. “Lepas!” Dilra menepis. Ibu keluar dari ka
Baca selengkapnya
Jangan Pergi
"Di depan Mas ke sana saja.” Kutinggalkan mobil di jalanan,mengabaikan bunyi klakson yang terus saja bersahutan.“Dilra!”Ya Tuhan, Dil. Perempuan itu melompat saat jarakku dengannya hanya tinggal beberapa meter lagi. Allahu akbar, bayinya pun ikut terjun bersamanya. Lututku mendadak lemas, lalu luruh ke aspal begitu saja. Orang-orang berkerumun, sedang di bawah … aku tak sanggup menyaksikannya.“Bang bangun dulu, Bang.” Seseorang menepuk pundakku ada yang mencoba menguatkan. Sebagian lagi malah berbisik dengan nada cemooh. Di dunia ini memang selalu punya dua sisi. Aku tak bisa seperti ini. Aku berniat turun ke bawah, meski melewati rerumputan dan tebing terjal. Bagaimana bisa kubiarkan jasad Dilra dan Dion tergeletak di bawah jalan tol. Orang-orang itu sudah melarangku, katanya bahaya. Andai saja kalian di posisik. Apa kalian akan berpikir dua kali untuk tidak turun. Seseorang telah menutup jenazah Dilra dengan daun. Banyak
Baca selengkapnya
Kebusukan Ibu
“Kalian semua jahat sama aku, kalian pembunuh. Kembalikan dua anakku, kembalikan hiks hiks hiks,” teriak Dilra lagi. Kali ini dia malah menangis, setelah tadi suaranya naik beberapa oktaf.“Kalian pembunuh!” Dilra menangis sembari memukul pundakku, dengan keras. Aku memeluknya erat tapi Dilra malah meronta, minta dilepaskan, terus saja berteriak. Aku menutup mulutnya dengan telapak tangan, agar dia berhenti melakukan itu.“Dia membunuh anakku Mas. Anakku mati. Dinda dan Aira, maafkan Bunda Sayang. Seharusnya kalian ada di sini, di sisi Bunda.” Dilra menenggelamkan kepalanya di dadaku. Bagaimana bisa dia menyalahkan Ibu atas kematian anakku. Apa benar ini semua salah Ibu. Aku terus memeluk mengusap punggung yang masih berguncang karena isaknya. Sesekali mengecup keningnya demi bisa melepas sesak, yang kian merasuk ke dalam dada. Pintu rumah kami diketuk dari luar, teriakan Dilra pasti mengundang penasaran orang rumah. Gegas kubuka pin
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status