Aku Bukanlah Prioritasmu
Dulu, sahabat kecilku pernah berjanji akan menikahiku setelah kami lulus kuliah.
Namun di hari pernikahan, dia malah datang terlambat.
Saat kami akhirnya menemukannya, dia justru sedang bersama Meisy, adik tiriku di atas ranjang hotel.
Di depan banyak orang, Evan, pewaris keluarga terkaya tiba-tiba berdiri dan dengan lantang mengumumkan bahwa akulah perempuan yang diam-diam dia cintai selama bertahun-tahun.
Selama menikah lima tahun, setiap kata yang pernah kuucapkan selalu diingat oleh Evan, Aku sempat mengira diriku adalah orang yang paling dia sayangi.
Hingga suatu hari, saat sedang beres-beres, aku tak sengaja menemukan sebuah dokumen rahasia di laci meja kerja Evan.
Halaman pertama adalah CV milik Meisy.
Ada tulisan tangannya sendiri di atasnya, [Perhatian utama di atas segalanya.]
Lalu ada juga berkas perjadwalan rumah sakit yang belum pernah kulihat sebelumnya.
Tanggalnya tepat pada malam ketika aku mengalami kecelakaan.
Saat itu, aku dibawa ke rumah sakit milik Keluarga Evan, tapi operasinya terus tertunda.
Saat aku tersadar kembali, bayi dalam kandunganku sudah tiada, karena pendarahan hebat.
Aku pernah menangis dalam pelukannya hingga kehabisan suara, tapi tak pernah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Aku tak ingin menambah kekhawatirannya.
Namun, kini aku baru tahu, Meisy juga terluka malam itu dan perintah yang Evan berikan pada rumah sakit adalah,
“Kerahkan semua tenaga ahli, dahulukan keselamatan Meisy.”
Air mataku membasahi halaman kertas, melunturkan tulisannya.
“Kalau aku bukan prioritas terpentingmu, lebih baik aku menghilang dari hidupmu.”