Rahasia di Ujung Telepon yang Dia Kira Tak Kupahami
Pada malam hari jadi pernikahan kami yang keenam, aku tersipu dan menghindari ciuman panas suamiku, Arga, lalu mendorongnya untuk meraih pengaman di meja samping tempat tidur.
Di dalamnya, ada kejutan yang aku siapkan, alat tes kehamilan yang menunjukkan hasil positif.
Aku membayangkan senyum seperti apa yang akan dia tunjukkan saat menemukannya.
Namun, tepat saat dia hendak meraih laci, ponselnya berdering.
Suara sahabatnya, Omar, terdengar dari gagang telepon, berbicara dalam bahasa Jerman.
“Pak Arga, semalam bagaimana rasanya? Apa sofa erotis baru dari perusahaan kita nyaman?”
Arga terkekeh pelan dan menjawab dalam bahasa Jerman, “Fungsi pijatnya berfungsi dengan baik, jadi aku tidak perlu memijat punggung Hanna lagi.”
Dia masih memelukku erat, tapi tatapannya seolah menembusku, menatap seseorang yang lain.
“Hanya kita berdua yang tahu tentang ini. Kalau istriku tahu aku tidur dengan adiknya, mampus aku.”
Hatiku serasa ditusuk dengan keras.
Mereka tidak tahu kalau aku mengambil mata kuliah minor Bahasa Jerman di perguruan tinggi, jadi aku mengerti setiap katanya.
Aku memaksakan diri untuk tetap tenang, tetapi tanganku yang melingkari lehernya sedikit gemetar.
Saat itu, aku akhirnya memutuskan untuk menerima undangan dari proyek penelitian internasional.
Tiga hari kemudian, aku akan lenyap sepenuhnya dari dunia Arga.