Lamaran yang Hilang Arah
Ketika pacarku, Simon, berlutut untuk melamarku untuk ke-66 kalinya, aku akhirnya tersentuh oleh keteguhannya dan menerima lamarannya.
Namun di hari menjelang pernikahan, dia tiba-tiba mengatakan bahwa dia ingin memiliki anak dengan adik tirinya, Fiona.
Aku merasa itu tidak masuk akal dan bertengkar hebat dengannya.
Yang tak kusangka, di hari pernikahan, aku berdiri di venue sambil memeluk buket bunga, menunggu selama tiga jam, tapi yang datang hanya sebuah kalimat ringan darinya, "Pernikahan ditunda."
Hanya karena hari itu dia dan Fiona sudah janji untuk melakukan program bayi tabung bersama.
"Fiona sejak kecil disiksa oleh ayah kandungnya. Seumur hidup dia tidak mungkin menikah dengan seorang pria. Aku hanya ingin memenuhi keinginannya untuk punya anak."
"Ini cuma program bayi tabung, bukan seks sungguhan. Kamu jangan berpikiran sempit, bisa nggak?"
Telepon pun diputus secara paksa. Dan aku ditinggalkan begitu saja di venue pernikahan, sendirian menghadapi tatapan ratusan tamu dan kamera wartawan.
Ayah sangat marah sampai masuk ICU.
Aku pun menggenggam tangannya sambil menangis di sisi ranjang.
"Ayah, Ayah benar. Aku tidak akan menikah dengan Simon lagi."
"Aku janji, minggu depan aku akan pulang dan mengambil alih perusahaan keluarga."