Kontrak dan Kebebasan
Setelah kematian kakakku, aku menandatangani pernikahan kontrak lima tahun dengan suaminya, Alexander Valendra yang adalah seorang mafia.
Aku menjadi ibu tiri bagi keponakanku yang berusia lima tahun, Adriel Valendra.
Di hari ulang tahunku, aku memakai kalung berlian milik kakakku yang sudah meninggal tanpa tahu apa maknanya.
Saat acara makan malam keluarga, Adriel berjalan mendekat sambil membawa segelas anggur merah dan menyiramkannya ke wajahku.
Anggur merah itu menetes di pipiku, aromanya yang tajam menusuk mataku dan mengotori gaunku yang putih.
Dia menatapku, sorot matanya sedingin dan sekejam ayahnya.
"Jangan pikir kamu bisa menggantikan ibuku hanya karena kamu sudah jadi bagian dari Keluarga Valendra," katanya sambil menyeringai. "Kamulah penyebab kematiannya."
"Aku berharap kamulah yang mati. Jadi aku bisa menghancurkan batu nisanmu, dan bukan merayakan ulang tahun konyol ini."
"Aku bersumpah, begitu aku dewasa nanti, hal pertama yang kulakukan adalah menenggelamkan kamu ke Sungai Mandira!"
Kenangan itu menusuk setajam anggur tadi, dan yang bisa kurasakan hanyalah putus asa.
Aku menatap anak yang sudah kuasuh selama lima tahun seperti anakku sendiri, dan rasa perih menusuk di dadaku.
Aku dulu berpikir aku bisa sepenuhnya menyerahkan diriku untuk Keluarga Valendra, dan memenangkan hatinya dengan kasih sayang.
Namun sekarang, aku hanya lelah dengan semuanya.
Keluarga ini tak punya cinta, dan anak itu memandangku seperti musuh yang harus dihancurkan.
Aku berhenti menipu diri sendiri. Sudah waktunya untuk melepaskan semuanya.
Namun setelah aku pergi, Alexander dan Adriel kembali padaku, merayap seperti pecundang yang ketakutan, dan memohon ampun padaku.