Bab 1
Suasana di rumah Tante Eliza tampak begitu megah dan mewah. Hari ini adalah hari yang spesial, pernikahan Bella, sepupu Laura, akan segera dilangsungkan. Laura menatap Bella dengan kagum, lalu tersenyum lembut. "Masya Allah, Bella, kamu cantik sekali hari ini. Semoga pernikahanmu lancar dan langgeng sampai jannah," ucapnya dengan tulus. Namun, berbeda dengan Laura yang tampak antusias, Bella justru memasang ekspresi gelisah. Ia menghela napas kasar, lalu menatap sepupunya dengan mata berkaca-kaca. "Laura, sepertinya aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini," bisiknya dengan suara bergetar. Laura terkejut. Ia menatap Bella penuh kebingungan. "Apa yang kamu katakan, Bella? Jangan main-main dengan pernikahan!" tegurnya. Bella semakin panik. Ia menggenggam tangan Laura erat-erat. "Aku tidak mencintainya, Laura! Mama memaksaku menikah dengan Alvaro. Aku mohon, bantu aku menggagalkan pernikahan ini. Aku ingin pergi dari sini!" desaknya dengan putus asa. Laura menggeleng, mencoba menenangkan Bella meskipun pikirannya ikut kacau. "Bella, aku tidak bisa. Resikonya terlalu besar! Apa kamu tidak berpikir bagaimana perasaan keluargamu? Papa dan mama akan malu besar. Kalau kamu memang tidak mencintainya, kenapa tidak menolak sejak awal?" Brak! Tiba-tiba, pintu kamar pengantin terbuka dengan keras. Tante Eliza masuk dengan wajah merah padam. "Apa yang kau katakan, Bella?! Apakah kau sudah gila? Jangan berani-berani menentang pernikahan ini! Kau harus menikah dengan Alvaro, titik!" bentaknya penuh emosi. Bella menatap ibunya dengan mata penuh amarah. "Tidak! Aku lebih baik mati daripada menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai! Aku yang menjalani pernikahan ini, bukan Mama!" Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Bella. "Anak kurang ajar! Kau ingin mempermalukan keluarga ini?! Jika kau tidak ingin menikah, kenapa baru sekarang menolaknya?!" Laura tercekat melihat situasi yang semakin kacau. Ia mencoba menenangkan Bella, tetapi sepupunya itu justru semakin frustasi. Tiba-tiba, ponsel Laura bergetar. "Iya, Lis, ada apa?" tanyanya cepat. "Para bridesmaid sudah menunggu di luar," jawab Lisa. "Baiklah, aku segera menyusul." Setelah menutup telepon, Laura kembali menoleh ke Bella. Namun, sebelum sempat berbicara, Bella menatapnya dengan ekspresi penuh harap. "Laura, maukah kau memenuhi satu permintaanku?" Laura menelan ludah. "Apa itu?" Bella menggenggam tangan Laura erat. "Gantikan aku. Menikahlah dengan Alvaro." Laura terkejut bukan main. "Tidak! Aku bahkan tidak mengenalnya, apalagi mencintainya! Lagipula, aku sudah memiliki calon pasangan!" Bella menggeleng keras, lalu tiba-tiba meraih benda tajam di meja rias. "Kalau begitu, lebih baik aku mati saja!" "Bella, jangan!" teriak Eliza panik. Bella menekan ujung benda tajam itu ke pergelangan tangannya. "Aku tidak main-main, Ma! Jika pernikahan ini tetap berlangsung, aku akan benar-benar melakukannya!" Eliza gemetar. Ia tidak menyangka putrinya akan bertindak sejauh ini. "Baiklah! Mama akan membatalkan pernikahan ini!" ucapnya dengan suara bergetar. Bella perlahan menurunkan benda tajam itu, napasnya tersengal. "Lakukan sekarang, Ma." Eliza mengangguk lemah. Dengan tangan gemetar, ia mulai melepas mahkota dan aksesoris pengantin Bella. Namun, ketegangan kembali muncul ketika seseorang mengetuk pintu. "Siapa?" tanya Eliza panik. "Ini aku, Eliza," terdengar suara suaminya dari balik pintu. "Ada apa, Mas?" "Mempelai pria dan keluarganya sudah tiba. Cepatlah keluar!" Deg! Jantung Eliza serasa berhenti berdetak. Dengan wajah tegang, ia menarik tangan Laura. "Laura, temani Tante menghadapi masalah ini," pintanya. Bella menatap Laura penuh harap. "Temani Mama, aku tidak sanggup menjelaskannya kepada mereka." Laura ingin menolak, tetapi Eliza sudah lebih dulu menariknya keluar. Saat mereka tiba di ruang tamu, suasana berubah mencekam. Semua mata tertuju pada mereka, termasuk tatapan tajam Alvaro yang sulit diartikan. Anto, ayah Bella, berdiri dengan ekspresi marah. "Apa-apaan ini, Eliza?! Kenapa pernikahan dibatalkan secara sepihak?!" Eliza menunduk dalam. "Bella tidak mencintai Alvaro. Ia mencintai Andy," jawabnya dengan suara nyaris tak terdengar. Tatapan keluarga mempelai pria langsung berubah geram. "Kami tidak terima dipermalukan seperti ini!" bentak Yoga, ayah Alvaro. Melisa, ibu Alvaro, mendekat dengan ekspresi penuh kemarahan. "Selain kerugian besar, kami juga harus menanggung malu! Bagaimana jika berita ini tersebar?! Nama baik keluarga kami akan hancur!" Eliza menggigit bibirnya, lalu berkata dengan lirih, "Apa yang bisa kami lakukan untuk menebus kesalahan ini?" Yoga menyilangkan tangan. "Cari pengantin pengganti untuk putraku. Jika tidak, kami akan menyebarkan berita ini ke media!" Eliza langsung menoleh pada Laura, lalu menggenggam tangannya. "Laura, menikahlah dengan Alvaro. Tolong gantikan Bella," pintanya dengan suara bergetar. Deg! Laura terdiam, merasakan tatapan semua orang kini beralih padanya.Bab: 115 Beberapa bulan telah berlalu, Hari ini Mira telah menjadwalkan jadwal operasinya dengan sang dokter yang menanganinya selama masa kehamilannya. Hari ini Sudah waktunya Dokter melakukan operasi Caesar terhadap Mira. Mira tidak berani melakukan lahiran secara normal, sehingga sang dokter menyarankannya untuk melakukan operasi Caesar saja, dan Zacky pun menyetujui hal ini. "Mas, aku takut," lirih Mira disaat ingin dibawa ke ruang operasi. "Jangan takut sayang, Mas akan selalu ada disisi kamu. Mas, yakin kamu pasti bisa melewati semua ini," kata Zacky. "Jangan takut nak, kami semua ada untuk kamu," kata Laura yang menyemangati Mira. "Kuat ya nak, putri ayah pasti hebat," ucap Raka yang juga berada di rumah sakit. Saat ini Raka dan keluarga Zacky berada dirumah sakit, begitu pula dengan Nayra yang ikut menemani Mira dirumah sakit, sedangkan babynya dititipkan ke sang kakek, yaitu papa Kim dan Liana untuk sementara waktu, karena Nayra sedang berada dirumah saki
Bab: 114 Hari menunjukkan pukul 2:30 pagi, Arsen tampak lelap dan tenang tertidur disamping Nayra. Sementara itu Nayra terbangun sendiri sambil mengaduh kesakitan. "Sa-sakit," lirihnya sambil mengusap perut. Ingin sekali rasanya ia membangunkan suaminya, namun melihat Arsen yang tampak damai dalam tidurnya, membuatnya enggan untuk membangunkan sang suami. Semakin lama, semakin kentara sekali rasa sakitnya, Keringat bercucuran di wajahnya, Wajah Nayra berubah pucat, tangannya gemetar menahan rasa sakit. "Sepertinya ini sudah waktunya lahiran," Gumam Nayra yang sebelumnya ia pikir ini adalah kontraksi yang sering terjadi, bahkan sering bumil lainnya berpikir jika ini sudah waktunya melahirkan padahal ini hanya kontraksi sesaat. Akan tetapi kontraksi ini semakin kentara sekali tanpa berhenti yang Nayra rasakan, sehingga ia menyimpulkan sebagai sudah waktunya melahirkan meskipun prediksi sang dokter lima hari kedepan, akan tetapi Nayra merasakan jika hari ini ia akan segera m
Bab: 113 Dua bulan telah berlalu... Hari ini Mira dan Zacky sedang berada di kantor, mereka berdua tampak bahagia jika bekerja barengan, sama-sama bucin terlebih bumil yang satu ini semakin terlihat manja, namun tetap saja mereka tahu tempat. Akan tetapi hari ini akan menjadi hari terakhir Mira bekerja di perusahaan suaminya, dikarenakan Zacky melarang sang istri bekerja karena sedang mengandung, ia tidak ingin Mira merasa kelelahan dalam bekerja, terlebih Zacky jauh lebih mampu untuk memberi nafkah sang istri tanpa harus bekerja, dan Mira menyetujui permintaan sang suami. Selebihnya Mira akan fokus menjaga kandungannya juga ingin berperan sebagi ibu rumah tangga, selain itu Mira juga akan membuka usaha sendiri sesuai dengan hobinya yang dulu sempat tertunda, mungkin sekarang akan ia lakukan. "Kamu saya berhentikan bekerja," ucap Zacky dengan datar dan dingin kepada Kayla dan sindy. "Maafkan saya pak, saya mohon, saya masih membutuhkan pekerjaan ini," ucap Kayla tidak
Bab: 112 Beberapa bulan telah berlalu... Kini kehidupan Nayra dan Arsen begitu amn, nyaman dan damai tanpa ada embelan orang ketiga. Setelah kedatangan papa Kim dan Arsen ke perusahaan Geisha coperation, sejak itulah Geisha tidak pernah muncul lagi di kehidupan mereka, karena Geisha sudah berada di luar negeri. Tepat saat ini kandungan Nayra telah memasuki usia ke tujuh bulan, mereka mengadakan tasyakuran tujuh bulanan dan juga beberapa kegiatan amal lainnya, seperti bersedekah, berbagi makanan kepada anak yaitu piatu dan fakir miskin, juga berbagi kepada panti asuhan. Mereka tampak berbahagia di acara tasyakuran tujuh bulanan. "Sayang, aku jadi tidak sabar baby ini lahir ke dunia," bisik Arsen. "Aku juga mas, rasanya punya makhluk kecil dengan suara lucunya, benar-benar menggemaskan," sambung Nayra. Setelah acara berkahir, dan tamu mulai berpamitan, merekapun melakukan sesi foto bersama. "Semoga lancar sampai hari persalinan ya kak," kata Mira. "Aamiin." Yan
Bab: 111 Pagi harinya, Tiba-tiba saja Nayra langsung memeluk Arsen sebelum sang suami berangkat kerja, padahal sebelumnya dia bersikap cuek kepada Arsen, akan tetapi sekarang ia bertingkah seolah tidak ingin jauh dari suaminya. Terkadang ia ingin mencuekin Arsen selama beberapa hari tapi tetap saja tidak bisa, baru aja sebentar ia cuekin rasanya Nayra uring-uringan tidak jelas, mungkin saja ini efek karena kehamilannya yang tidak ingin jauh dari ayah sang bayi. Arsen tersenyum, lalu segera memeluk sang istri, ia kecup seluruh wajah itu dengan penuh kelembutan. "Maaf ya?" katanya dengan lembut. "Kamu berhak marah kepadaku karena aku gagal melindungi kamu," ucap Arsen merasa bersalah. "Kamu gak salah mas, yang salah itu cuma orang masa lalu kamu, maaf aku sempat cuekin kamu kemarin, karena aku merasa kecewa dengan kamu yang mempunyai masa lalu. Aku cemburu, tapi aku sadar, aku tidak bisa jauh-jauh darimu, apalagi jika tidak manja dengan kamu." Arsen mengusap lembut ramb
Bab: 110 "M-mas, perutku sakit," lirih Nayra dengan suara lemah. "Sayang, bertahanlah aku akan berusaha secepatnya tiba kerumah sakit," kata Arsen yang sedang fokus menyetir, sesekali ia melirik istrinya dengan raut penuh kekhawatiran. Arsen dengan pikiran yang terbagi fokusnya, terus saja melaju dengan kecepatan diatas rata-rata, ia tidak ingin sang istri kenapa-kenapa, mengingat istrinya yang masih hamil muda. Tidak lama kemudian, Arsen telah tiba di rumah sakit, ia langsung menggendong sang istri, dan membawanya ke UGD, dokter langsung menyambut kehadiran mereka. "Dokter, tolong periksa keadaan istri saya, dia sempat terjatuh, istri saya sedang hamil muda," kata Arsen penuh dengan kekhawatiran. "Baik pak, saya akan memeriksa keadaan istri anda terlebih dahulu, bapak mohon tenang dan menunggu," kata sang dokter. "Baik dok." Arsen menunggu di luar UGD, tidak lama kemudian Mira muncul dengan penuh kekhawatiran. "kak, bagaimana dengan kondisi kak Nayra?" tanya